DENPASAR – Produksi garam di Desa Pejarakan, Kecamatan Gerokgak, Buleleng mulai membaik setelah libur beberapa bulan akibat musim hujan yang mendera.
Panen yang dilakukan petani garam di desa tersebut sudah mencapai 70 persen dari normal.
Ketua Gabungan Kelompok Usaha Garam Rakyat “Bumi Putih” Desa Pejarakan, Iksan mengatakan, sejak musim berlangsung saat awal tahun, sejumlah petani garam di Pejarakan baru pertama kali melakukan panen.
“Sekarang panennya sepuluh hari sekali. Saat musim hujan aktivitas penggaraman memang benar-benar istirahat,” tutur Iksan kemarin.
Dalam kondisi normal, produksi garam di desa Pejarakan bisa menghasilkan hingga 300 ton garam dalam satu kali panen.
Petani garam di Desa Pejarakan yang terdiri dari 150 orang sudah mulai melakukan penjualan. Selain memenuhi pasar di Bali, ini juga dibeli beberapa pengepul untuk dijual di wilayah Pulau Jawa.
“Tapi prioritas kami memenuhi kebutuhan garam di Bali. Karena Pejarakan menjadi sentra produksi garam terbesar,” terang Iksan.
Sementara untuk harga sendiri, saat ini harga garam terbilang cukup bagus. Di tingkatan petani, harga garam mencapai Rp 1.500 per kilogram.
Sedang di pasaran bisa mencapai Rp 3.000 per kilogram. Harga ini terbilang tinggi mengingat harga biasanya saat cuaca normal hanya memiliki harga Rp 1.000 per kilogram.
“Kami berharap harganya tetap di angka itu. Ini juga untuk kesejahteraan petani garam,” sebutnya. Desa Pejarakan sendiri menjadi sentra penghasil garam terbesar di Bali.
Luas lahan pertanian garam di wilayah tersebut saat ini mencapai 195 hektare dengan terbagi atas 45 hektare lahan bersertifikat milik petani dan 150 hektare lainnya milik Pemkab Buleleng.