27.6 C
Jakarta
1 Mei 2024, 1:27 AM WIB

Produsen Beralih ke Arak Gula lantaran Kesulitan Bahan Baku Ental

Pemkab Karangasem tengah menyusun tim untuk menertibkan keberadaan arak gula. Mengacu pada Pergub nomor 1 tahun 2020, arak gula dianggap bukan produk minuman tradisional warisan leluhur. Seperti apa?

___ 

ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

___

  

BELUM lama ini, Bupati Karangasem I Gede Dana berjanji akan menertibkan produk arak gula. Penertiban akan menitikberatkan pada produsen untuk bisa beralih menjadi produsen arak Bali yang menjadi warisan leluhur di Karangasem.

 

Mengacu Pergub nomor 1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destinasi khas Bali.

 

“Dalam Pergub itu kan sudah jelas, bahwa arak tradisional yang ditegaskan. Itu sudah menjadi acuan kami untuk mengerjakan apa yang harus kami kerjakan di Karangasem,” tegasnya saat ditemui beberapa waktu lalu.

 

Selama ini arak gula dianggap menjadi biang perusak harga oleh produsen arak tradisional. Karena harganya yang terlampaui murah dengan Rp8000 sebotol ukuran 600 mili itu mengancam pembuat arak tradisional di Karangasem.

 

Di Desa Adat Kebung, Kecamatan Sidemen yang 90 persen warganya membuat arak tradisional harus gigit jari lantaran tak mampu bersaing. Bahkan banyak yang tutup akibay tak laku.

 

Radarbali.id pun mencoba menelisik apakah keberadaan arak gula di Karangasem. Dan ternyata, memang ini bukan isapan jemol belaka. Ini nyata adanya.

 

Satu produsen arak gula asal Banjar Dinas Tegallanglang, Desa Datah, Kecamatan Abang berinisial INS membenarkan hal tersebut.

 

Pengakuan INS, ia sudah menggeluti usaha pembuatan arak gula ini sejak dua tahun lalu. Sebenarnya INS ini sehari-hari menjadi produsen tuak ental yang menjadi bahan baku untuk membuat arak tradisional Bali. Bahkan sudah berjalan 20 tahun.

 

Namun produksi arak ental ini bergantung pada musim, artinya jika memang tidak musimnya berembun maka produksi tuak ental akan menurun. Tidak setiap hari dapat ia produksi.

 

“Kalau membuat arak fermentasi dengan gula dan fermipan (pengembang roti) ini baru saya jalankan, untuk menunjang jika bahan baku menipis,” ujarnya.

 

Hal ini terpaksa ia lakukan untuk bisa terus memproduksi arak setiap hari, karena bahan baku arak yakni tuak ental tersebut jika memang tidak musimnya, cukup sulit untuk diperoleh.

 

“Kalau dulu saya buat arak memang menggunakan tuak murni (tanpa gula), namun sekarang kadang-kadang memperoleh embun dari tuak itu kan musiman,” akunya.

 

Sehingga ketika paceklik, INS akan kesulitan untuk memproduksi arak untuk dijual. Untuk itulah ia mencampur gula sebagai alternatif agar bisa terus berproduksi. Sementara besaran persentase dari tuak ental yang ia gunakan membuat arak fermentasi ialah sebanyak 30 persen.

 

“Ya kembali lagi soal pendapatan untuk bisa menyambung hidup,” kata INS.

 

Meski begitu, arak yang ia hasilkan tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti methanol atau yang lainnya. Sedangkan diakuinya jika arak yang ia produksi mengandung alkohol sekitar 30 persen hingga 40 persen.

 

 

“Jika produksi arak yang 30 persen dari hasil penyulingan 600 liter, rata-rata saya peroleh 4 jeriken yang isian 30 liter. Dan kalau yang 40 persen kandungannya paling saya dapatkan 3 jeriken saja,” tandasnya.

Pemkab Karangasem tengah menyusun tim untuk menertibkan keberadaan arak gula. Mengacu pada Pergub nomor 1 tahun 2020, arak gula dianggap bukan produk minuman tradisional warisan leluhur. Seperti apa?

___ 

ZULFIKA RAHMAN, Amlapura

___

  

BELUM lama ini, Bupati Karangasem I Gede Dana berjanji akan menertibkan produk arak gula. Penertiban akan menitikberatkan pada produsen untuk bisa beralih menjadi produsen arak Bali yang menjadi warisan leluhur di Karangasem.

 

Mengacu Pergub nomor 1 Tahun 2020 tentang tata kelola minuman fermentasi dan atau destinasi khas Bali.

 

“Dalam Pergub itu kan sudah jelas, bahwa arak tradisional yang ditegaskan. Itu sudah menjadi acuan kami untuk mengerjakan apa yang harus kami kerjakan di Karangasem,” tegasnya saat ditemui beberapa waktu lalu.

 

Selama ini arak gula dianggap menjadi biang perusak harga oleh produsen arak tradisional. Karena harganya yang terlampaui murah dengan Rp8000 sebotol ukuran 600 mili itu mengancam pembuat arak tradisional di Karangasem.

 

Di Desa Adat Kebung, Kecamatan Sidemen yang 90 persen warganya membuat arak tradisional harus gigit jari lantaran tak mampu bersaing. Bahkan banyak yang tutup akibay tak laku.

 

Radarbali.id pun mencoba menelisik apakah keberadaan arak gula di Karangasem. Dan ternyata, memang ini bukan isapan jemol belaka. Ini nyata adanya.

 

Satu produsen arak gula asal Banjar Dinas Tegallanglang, Desa Datah, Kecamatan Abang berinisial INS membenarkan hal tersebut.

 

Pengakuan INS, ia sudah menggeluti usaha pembuatan arak gula ini sejak dua tahun lalu. Sebenarnya INS ini sehari-hari menjadi produsen tuak ental yang menjadi bahan baku untuk membuat arak tradisional Bali. Bahkan sudah berjalan 20 tahun.

 

Namun produksi arak ental ini bergantung pada musim, artinya jika memang tidak musimnya berembun maka produksi tuak ental akan menurun. Tidak setiap hari dapat ia produksi.

 

“Kalau membuat arak fermentasi dengan gula dan fermipan (pengembang roti) ini baru saya jalankan, untuk menunjang jika bahan baku menipis,” ujarnya.

 

Hal ini terpaksa ia lakukan untuk bisa terus memproduksi arak setiap hari, karena bahan baku arak yakni tuak ental tersebut jika memang tidak musimnya, cukup sulit untuk diperoleh.

 

“Kalau dulu saya buat arak memang menggunakan tuak murni (tanpa gula), namun sekarang kadang-kadang memperoleh embun dari tuak itu kan musiman,” akunya.

 

Sehingga ketika paceklik, INS akan kesulitan untuk memproduksi arak untuk dijual. Untuk itulah ia mencampur gula sebagai alternatif agar bisa terus berproduksi. Sementara besaran persentase dari tuak ental yang ia gunakan membuat arak fermentasi ialah sebanyak 30 persen.

 

“Ya kembali lagi soal pendapatan untuk bisa menyambung hidup,” kata INS.

 

Meski begitu, arak yang ia hasilkan tidak menggunakan bahan-bahan kimia berbahaya seperti methanol atau yang lainnya. Sedangkan diakuinya jika arak yang ia produksi mengandung alkohol sekitar 30 persen hingga 40 persen.

 

 

“Jika produksi arak yang 30 persen dari hasil penyulingan 600 liter, rata-rata saya peroleh 4 jeriken yang isian 30 liter. Dan kalau yang 40 persen kandungannya paling saya dapatkan 3 jeriken saja,” tandasnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/