Warning: Undefined variable $reporternya in /var/www/devwpradar/wp-content/themes/Newspaper/functions.php on line 229
33.3 C
Jakarta
22 Juli 2024, 14:11 PM WIB

Ten %, Kedai Kopi Tepi Sungai dengan Daya Tarik Khusus, Ubah Citra Sungai yang Kotor

DENPASAR – Ditengah menjamurnya usaha kuliner, ternyata di Denpasar ada Kedai Kopi bernuansa khusus dan unik. Yakni Kedai Kopi tepi Sungai kedai dengan bangunan nuansa vintage (kuno atau jadul, Red).

Latar belakang ceritanya begini. Sebagian besar sungai di Denpasar  kotor dan dijadikan tempat pembuangan sampah atau limbah.   Sungai dipandang sebelah mata  karena airnya sudah tidak jernih.  Namun, citra negatif sungai itu menjadi tantangan bagi pengusaha kedai kopi bernama Ten % yang berlokasi di Jalan Pulau Batanta, Denpasar.  “Apa yang seger-seger nih,” ucap salah satu pembeli ketika baru sampai ke Ten %.

Ni Komang Arvianti Kristina pemilik kedai yang juga merangkap jadi barista menjawab ” Mango Milk,” ucap Perempuan yang akrab disapa Titin ini saat ditemui di kedai Ten % kemarin (31/10).

Pada siang hari kemarin pelanggan yang datang cukup banyak. Ia buka dari pukul 10 pagi. Sekitar jam 13.00 jam makan siang,  pembeli semakin ramai  berdatangan. Mereka menikmati kopi maupun non kopi sembari melihat pemandangan sungai. Titin mengatakan  konsep kedai adalah  slow bar yaitu tempat yang tidak besar dan dapat berinteraksi dengan pemilik.

Pelanggan  juga bisa menikmati senja secara langsung. Bedanya bukan di pantai tapi di sungai.  Titin menuturkan mendirikan kedai di pinggir sungai  karena  ingin membuat konsep yang beda dengan yang lain. Desain kedai kopi di dalam ruangan sudah biasa ditemui. Ia melihat sungai memiliki  potensi dalam membuat usaha yang justru tidak merusak lingkungan tetapi menjaga sungai yang merupakan sumber kehidupan.

“Awalnya dagang sayur yang jualan. Saya lihat bagus ada potensi  buat tempat kopi karena juga pinggir sungai tidak ada konsep seperti ini. Sehingga kami memilih  tempat ini,” ujarnya.

Selain Titin, yang mendirikan  kedai kopi ada dua orang lagi. Usia mereka juga masih terbilang muda yaitu kisaran 20 tahunan. Mereka mendirikan kedai kopi ini Maret 2021. Awalnya jualan kopi dengan kemasan botol di tahun 2019 karena diterjang pandemi sempat berhenti dan memulai lagi dengan konsep di alam terbuka.

Diakuinya membuat kopi di tempat terbuka adalah modal nekat karena tantangannya saat cuaca hujan, pastinya sepi pelanggan. Tetapi kalau tidak hujan, ia menjual minuman mencapi 50 cup lebih. Harganya masih terjangkau. Minuman paling mahal harganya  Rp 30 ribu dan juga menjual makanan ringan seperti roti bakar. Sedangkan minuman yang paling laris caffee latte (kopi susu) dan yang non kopi ada es cokelat

Ia buka dari pukul 10.00  pagi sampai 23.00. Untuk harga sewa jualan disana, Rp 500 ribu per bulan. Syaratnya  hanya menjaga lingkungan dan tidak membangun bangunan  yang permanen.” Selama disini tidak ada bau sampah atau yang aneh walau di pinggir sungai,” ujar Perempuan berusia 23 tahun ini.

Pelanggan yang banyak berdatangan dari anak sekolah, kuliahan dan pekerja. Kebanyakan pelanggannya datang untuk nongkrong.  Titin mengatakan  ide awal membuat tempat kopi karena  suka nongkrong di Kafe.

Saat ditanya modal awal, Titin  tidak bisa memastikan. Tetapi dana yang dihabiskan  kisaran  puluhan juta. Mesin kopi juga sederhana yang disiapkan hand grinder manual  kopi.  Ia membuat espresso juga di rumah bukan kedai langsung karena terkendala listri yang tidak cukup.  ” Kami buat espresso di kos. Kami stok. Berhubung listrik tidak cukup,” ungkapnya.

Setahun usahanya berjalan, Titin mengaku  yang dihasilkan juga lumayan. Terlebih pelanggan yang datang selalu ramai. Menurutnya, konsep di pinggir sungai menjadi salah satu daya tarik pelanggan. (ni kadek novi febriani/rid)

 

DENPASAR – Ditengah menjamurnya usaha kuliner, ternyata di Denpasar ada Kedai Kopi bernuansa khusus dan unik. Yakni Kedai Kopi tepi Sungai kedai dengan bangunan nuansa vintage (kuno atau jadul, Red).

Latar belakang ceritanya begini. Sebagian besar sungai di Denpasar  kotor dan dijadikan tempat pembuangan sampah atau limbah.   Sungai dipandang sebelah mata  karena airnya sudah tidak jernih.  Namun, citra negatif sungai itu menjadi tantangan bagi pengusaha kedai kopi bernama Ten % yang berlokasi di Jalan Pulau Batanta, Denpasar.  “Apa yang seger-seger nih,” ucap salah satu pembeli ketika baru sampai ke Ten %.

Ni Komang Arvianti Kristina pemilik kedai yang juga merangkap jadi barista menjawab ” Mango Milk,” ucap Perempuan yang akrab disapa Titin ini saat ditemui di kedai Ten % kemarin (31/10).

Pada siang hari kemarin pelanggan yang datang cukup banyak. Ia buka dari pukul 10 pagi. Sekitar jam 13.00 jam makan siang,  pembeli semakin ramai  berdatangan. Mereka menikmati kopi maupun non kopi sembari melihat pemandangan sungai. Titin mengatakan  konsep kedai adalah  slow bar yaitu tempat yang tidak besar dan dapat berinteraksi dengan pemilik.

Pelanggan  juga bisa menikmati senja secara langsung. Bedanya bukan di pantai tapi di sungai.  Titin menuturkan mendirikan kedai di pinggir sungai  karena  ingin membuat konsep yang beda dengan yang lain. Desain kedai kopi di dalam ruangan sudah biasa ditemui. Ia melihat sungai memiliki  potensi dalam membuat usaha yang justru tidak merusak lingkungan tetapi menjaga sungai yang merupakan sumber kehidupan.

“Awalnya dagang sayur yang jualan. Saya lihat bagus ada potensi  buat tempat kopi karena juga pinggir sungai tidak ada konsep seperti ini. Sehingga kami memilih  tempat ini,” ujarnya.

Selain Titin, yang mendirikan  kedai kopi ada dua orang lagi. Usia mereka juga masih terbilang muda yaitu kisaran 20 tahunan. Mereka mendirikan kedai kopi ini Maret 2021. Awalnya jualan kopi dengan kemasan botol di tahun 2019 karena diterjang pandemi sempat berhenti dan memulai lagi dengan konsep di alam terbuka.

Diakuinya membuat kopi di tempat terbuka adalah modal nekat karena tantangannya saat cuaca hujan, pastinya sepi pelanggan. Tetapi kalau tidak hujan, ia menjual minuman mencapi 50 cup lebih. Harganya masih terjangkau. Minuman paling mahal harganya  Rp 30 ribu dan juga menjual makanan ringan seperti roti bakar. Sedangkan minuman yang paling laris caffee latte (kopi susu) dan yang non kopi ada es cokelat

Ia buka dari pukul 10.00  pagi sampai 23.00. Untuk harga sewa jualan disana, Rp 500 ribu per bulan. Syaratnya  hanya menjaga lingkungan dan tidak membangun bangunan  yang permanen.” Selama disini tidak ada bau sampah atau yang aneh walau di pinggir sungai,” ujar Perempuan berusia 23 tahun ini.

Pelanggan yang banyak berdatangan dari anak sekolah, kuliahan dan pekerja. Kebanyakan pelanggannya datang untuk nongkrong.  Titin mengatakan  ide awal membuat tempat kopi karena  suka nongkrong di Kafe.

Saat ditanya modal awal, Titin  tidak bisa memastikan. Tetapi dana yang dihabiskan  kisaran  puluhan juta. Mesin kopi juga sederhana yang disiapkan hand grinder manual  kopi.  Ia membuat espresso juga di rumah bukan kedai langsung karena terkendala listri yang tidak cukup.  ” Kami buat espresso di kos. Kami stok. Berhubung listrik tidak cukup,” ungkapnya.

Setahun usahanya berjalan, Titin mengaku  yang dihasilkan juga lumayan. Terlebih pelanggan yang datang selalu ramai. Menurutnya, konsep di pinggir sungai menjadi salah satu daya tarik pelanggan. (ni kadek novi febriani/rid)

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/