29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 0:55 AM WIB

Novelis Muda Bali Kupas Kekerasan Keluarga Lewat Bedah Buku

SINGARAJA – Karya sastra berupa novel yang ditulis oleh dua sastrawan muda Bali, dibedah secara khusus. Bedah buku itu dilangsungkan di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja.

Ada dua karya yang dibedah malam itu. Masing-masing Kulit Kera Piduka yang ditulis oleh Juli Sastrawan dan Babi Babi Babi yang ditulis Putu Supartika.

Kedua karya itu dibedah oleh sastrawan asal Jembrana, Putu Agus Phebi Rosadi serta Ketua Pusat Pengembangan Bahasa STAH Negeri Mpu Kuturan, Putri Yadnya Diari.

Dalam bedah buku itu, Agus Phebi menyebut novel yang ditulis Juli Sastrawan terlihat jelas mengambil latar belakang di Bali Utara.

Novel ini mengambil kisah seorang penari joged yang mengalami konflik dengan keluarganya. Hingga sang penari mengalami pelecehan seksual dan kekerasan di dalam keluarga.

Agus menyebut Juli cenderung seperti penulis Bali pada umumnya. Dalam artian, Juli ingin menjadikan Bali sebagai ikon. Namun hal itu bisa saja menjadi boomerang bagi penulis maupun pembacanya.

“Dalam novel ini dia berusaha menghadirkan kehidupan masyarakat, feminisme, dan kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Bali.

Adegan dalam novel ini, mungkin saja sebuah fakta yang pernah terjadi di Bali dan dikemas dalam bentuk sastra,” kata Agus.

Sementara Putri Yadnya Diari membedah novel Babi Babi Babi yang ditulis Supartika. Putri menyebut novel yang ditulis Supartika secara gamblang mengisahkan tentang kekerasan dalam sebuah keluarga.

Seorang anak yang masih duduk di bangku SD, didiagnosa hamil 2 bulan. Tahu anaknya hamil, bukannya memberikan dukungan, orang tuanya justru menganiaya anaknya.

Selain itu novel juga membicarakan tentang peristiwa pernikahan anak dibawah umur yang mesih sering terjadi. Walau dalam novel ini diceritakan tokoh Ratna yang akan dinikahkan dengan seekor babi.

“Walau secara seting cukup imajinatif ya, sebenarnya novel ini sangat layak untuk dibaca. Benar-benar mengajak kita untuk berpikir. Supartika pintar menyimpan amanat novel secara implisif,” ujarnya.

Selain dilakukan peluncuran dan bedah buku, juga diisi dengan acara musikalisasi puisi oleh Komunitas Mahima, serta pembacaan nukilan novel. 

SINGARAJA – Karya sastra berupa novel yang ditulis oleh dua sastrawan muda Bali, dibedah secara khusus. Bedah buku itu dilangsungkan di Rumah Belajar Komunitas Mahima, Singaraja.

Ada dua karya yang dibedah malam itu. Masing-masing Kulit Kera Piduka yang ditulis oleh Juli Sastrawan dan Babi Babi Babi yang ditulis Putu Supartika.

Kedua karya itu dibedah oleh sastrawan asal Jembrana, Putu Agus Phebi Rosadi serta Ketua Pusat Pengembangan Bahasa STAH Negeri Mpu Kuturan, Putri Yadnya Diari.

Dalam bedah buku itu, Agus Phebi menyebut novel yang ditulis Juli Sastrawan terlihat jelas mengambil latar belakang di Bali Utara.

Novel ini mengambil kisah seorang penari joged yang mengalami konflik dengan keluarganya. Hingga sang penari mengalami pelecehan seksual dan kekerasan di dalam keluarga.

Agus menyebut Juli cenderung seperti penulis Bali pada umumnya. Dalam artian, Juli ingin menjadikan Bali sebagai ikon. Namun hal itu bisa saja menjadi boomerang bagi penulis maupun pembacanya.

“Dalam novel ini dia berusaha menghadirkan kehidupan masyarakat, feminisme, dan kekerasan seksual pada anak yang terjadi di Bali.

Adegan dalam novel ini, mungkin saja sebuah fakta yang pernah terjadi di Bali dan dikemas dalam bentuk sastra,” kata Agus.

Sementara Putri Yadnya Diari membedah novel Babi Babi Babi yang ditulis Supartika. Putri menyebut novel yang ditulis Supartika secara gamblang mengisahkan tentang kekerasan dalam sebuah keluarga.

Seorang anak yang masih duduk di bangku SD, didiagnosa hamil 2 bulan. Tahu anaknya hamil, bukannya memberikan dukungan, orang tuanya justru menganiaya anaknya.

Selain itu novel juga membicarakan tentang peristiwa pernikahan anak dibawah umur yang mesih sering terjadi. Walau dalam novel ini diceritakan tokoh Ratna yang akan dinikahkan dengan seekor babi.

“Walau secara seting cukup imajinatif ya, sebenarnya novel ini sangat layak untuk dibaca. Benar-benar mengajak kita untuk berpikir. Supartika pintar menyimpan amanat novel secara implisif,” ujarnya.

Selain dilakukan peluncuran dan bedah buku, juga diisi dengan acara musikalisasi puisi oleh Komunitas Mahima, serta pembacaan nukilan novel. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/