26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:36 AM WIB

Kolaborasi Seniman Bali dan Eropa Bikin Panggung Angsoka Terpana

DENPASAR – Sudah pernah melihat tabuh Bali diiringi alat musik Eropa? Atau melihat dua penari yang berbeda benua justru menari dalam satu panggung utama?

Nah, Sekaa Qak Danjur melakukan itu semua. “Awalnya berpikir, bisa nggak ya diterima disini? tapi setelah penonton terbahak-bahak, saya jadi happy,” ungkap Made Agus Wardana.

Senin (24/6) lalu, penampilan Genggong, Sekaa Qak Danjur, Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Denpasar membuat para pengunjung Art Centre penasaran.

Sebab, di Kalangan Angsoka, telah berdiri empat tokoh wayang manusia marionettedi sebuah kotak hitam besar.

Penampilan seni tersebut masih belum fasih di Bali. Marionettesendiri merupakan dua penari yang menjalani satu peran.

Selain Penampilan dua warga negara dari Belgia Gabriel Laufer dan Ni Luh Maren Hasle yang menari Bali serta bertutur Bahasa Bali berulang kali membuat penonton terbahak-bahak.

Bahkan, banyak dari penonton yang mengabadikan penampilan tersebut menggunakan handphone.

Penampilan yang sarat akan alkulturasi budaya, diakui Made Agus Wardana karena sekaanya memang membawakan tiga materi utama, yakni Rekonstruksi, Rekoneksi, dan Re-inovasi.

“Rekonstruksi itu jadi membangkitkan lagu-lagu yang kuno kami pelajari, namun juga kami mengrekoneksi sesuatu yang telah ada kemudian

 kami menginovasikannya supaya tidak dijejali yang begitu begitu saja yang motonon,” tutur Penata Tari dan Tabuh dari Sekaa Qak Danjur itu. 

Selain itu, Sekaa Qak Danjur juga membawakan fragmentari komedi Ampuan Anginyang diiringi dengan Genggong dan Gamut (Gamelan Mulut).

Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya empat orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt,

Icueeettt dan Nicuiiittt menuju negeri seberang (Gumin Anake) dalam menebarkan kesenian Bali di seluruh Eropa. 

Di samping itu pula, ada penampilan keren Duo Made (Gabriel Laufer dan Made Wardana) serta alunan karya terbaru yaitu Gamut yang diciptakan oleh Bli Ciaaattt di Kota Brussel Belgia tahun 2009.

Adapun mengangkat kesenian musik Genggong ialah terinspirasi dari Sang Kakek, yakni I Ketut Regen alias Pekak Danjur, seorang pemuda asli Pegok Sesetan dengan kreativitas kesenian genggongnya sejak tahun 1930.

Pekak Danjur lah yang mengawali adanya komunitas genggong yang terdirikan dari 4-8 orang. Namun seiring berjalannya waktu, Genggong Pegok perlahan meredup dan hilang selama puluhan tahun.

Suatu kali terenyuh, Made Agus pun berusaha mengembalikan kesenian musik yang menurutnya hampir punah itu.

“Karena Pekak Danjur adalah kakek saya, yang keseniannya menurun ke ayah saya dan juga diri saya, maka saya ingin angkat ini agar setidaknya orang tahu cara memainkan,” ujar Wardana yang selama ini tinggal di Belgia. 

Pada pentas Genggongnya kali ini, ia menggunakan delapan buah musik genggong. “Sedangkan untuk latihan dari bulan desember,” tambahnya.

Pementasannya kali ini yang melibatkan warga negara asal Belgia merupakan buah hasil dari perjalanan panjang Made Agus dalam berkiprah menyebarkan kesenian Bali di Belgia.

“Jadi, Gabriel Laufer adalah orang Belgia pertama yang menjadi murid gamelan saya, ketika itu memang saya bekerja di Kedutaan Besar Indonesia di Belgia sejak 1996,” tuturnya bercerita. 

Keberadaannya di Belgia tidak lepas dari keterlibatan Prof I Made Bandem, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, yang kala itu mengirim Wardana untuk menjadi guru seni di sekolah musik di Belgia.

Bahkan, Made mengajak orang-orang Belgia untuk ngayah berkesenian di pura yang berada di Belgia. Ni Luh Maren Hasle, misalnya.

Dara campuran Indonesia dan Norwegia ini menjadi sasaran dirinya untuk terlibat. “Di sana ada perkumpulan krama Bali Norwegia, jadi saya sering menari disana, karena memang saya suka menari Bali,” tutur Maren dengan logat campurannya.

Sembari mengisi waktu liburnya, Maren pun ikut berpartisipasi dalam pentas Genggong Qakdanjur.

“Saya memang cinta sekali dengan Bali, karena saya suka perdamaian dan berkumpul bersama,” ucapnya sembari tersenyum.

Dengan wajah yang berseri, Wardana pun menyampaikan harapannya, “saya pikir harapan saya hanya satu, untuk menjaga budaya kita terutama genggong ini,” tandasnya. 

DENPASAR – Sudah pernah melihat tabuh Bali diiringi alat musik Eropa? Atau melihat dua penari yang berbeda benua justru menari dalam satu panggung utama?

Nah, Sekaa Qak Danjur melakukan itu semua. “Awalnya berpikir, bisa nggak ya diterima disini? tapi setelah penonton terbahak-bahak, saya jadi happy,” ungkap Made Agus Wardana.

Senin (24/6) lalu, penampilan Genggong, Sekaa Qak Danjur, Banjar Pegok, Kelurahan Sesetan, Kecamatan Denpasar Selatan, Duta Denpasar membuat para pengunjung Art Centre penasaran.

Sebab, di Kalangan Angsoka, telah berdiri empat tokoh wayang manusia marionettedi sebuah kotak hitam besar.

Penampilan seni tersebut masih belum fasih di Bali. Marionettesendiri merupakan dua penari yang menjalani satu peran.

Selain Penampilan dua warga negara dari Belgia Gabriel Laufer dan Ni Luh Maren Hasle yang menari Bali serta bertutur Bahasa Bali berulang kali membuat penonton terbahak-bahak.

Bahkan, banyak dari penonton yang mengabadikan penampilan tersebut menggunakan handphone.

Penampilan yang sarat akan alkulturasi budaya, diakui Made Agus Wardana karena sekaanya memang membawakan tiga materi utama, yakni Rekonstruksi, Rekoneksi, dan Re-inovasi.

“Rekonstruksi itu jadi membangkitkan lagu-lagu yang kuno kami pelajari, namun juga kami mengrekoneksi sesuatu yang telah ada kemudian

 kami menginovasikannya supaya tidak dijejali yang begitu begitu saja yang motonon,” tutur Penata Tari dan Tabuh dari Sekaa Qak Danjur itu. 

Selain itu, Sekaa Qak Danjur juga membawakan fragmentari komedi Ampuan Anginyang diiringi dengan Genggong dan Gamut (Gamelan Mulut).

Fragmentari komedi ini mengisahkan sebuah cerita perjalanan budaya empat orang bersaudara yang bernama Iciaaattt, Iciuuuttt,

Icueeettt dan Nicuiiittt menuju negeri seberang (Gumin Anake) dalam menebarkan kesenian Bali di seluruh Eropa. 

Di samping itu pula, ada penampilan keren Duo Made (Gabriel Laufer dan Made Wardana) serta alunan karya terbaru yaitu Gamut yang diciptakan oleh Bli Ciaaattt di Kota Brussel Belgia tahun 2009.

Adapun mengangkat kesenian musik Genggong ialah terinspirasi dari Sang Kakek, yakni I Ketut Regen alias Pekak Danjur, seorang pemuda asli Pegok Sesetan dengan kreativitas kesenian genggongnya sejak tahun 1930.

Pekak Danjur lah yang mengawali adanya komunitas genggong yang terdirikan dari 4-8 orang. Namun seiring berjalannya waktu, Genggong Pegok perlahan meredup dan hilang selama puluhan tahun.

Suatu kali terenyuh, Made Agus pun berusaha mengembalikan kesenian musik yang menurutnya hampir punah itu.

“Karena Pekak Danjur adalah kakek saya, yang keseniannya menurun ke ayah saya dan juga diri saya, maka saya ingin angkat ini agar setidaknya orang tahu cara memainkan,” ujar Wardana yang selama ini tinggal di Belgia. 

Pada pentas Genggongnya kali ini, ia menggunakan delapan buah musik genggong. “Sedangkan untuk latihan dari bulan desember,” tambahnya.

Pementasannya kali ini yang melibatkan warga negara asal Belgia merupakan buah hasil dari perjalanan panjang Made Agus dalam berkiprah menyebarkan kesenian Bali di Belgia.

“Jadi, Gabriel Laufer adalah orang Belgia pertama yang menjadi murid gamelan saya, ketika itu memang saya bekerja di Kedutaan Besar Indonesia di Belgia sejak 1996,” tuturnya bercerita. 

Keberadaannya di Belgia tidak lepas dari keterlibatan Prof I Made Bandem, Institut Seni Indonesia (ISI) Denpasar, yang kala itu mengirim Wardana untuk menjadi guru seni di sekolah musik di Belgia.

Bahkan, Made mengajak orang-orang Belgia untuk ngayah berkesenian di pura yang berada di Belgia. Ni Luh Maren Hasle, misalnya.

Dara campuran Indonesia dan Norwegia ini menjadi sasaran dirinya untuk terlibat. “Di sana ada perkumpulan krama Bali Norwegia, jadi saya sering menari disana, karena memang saya suka menari Bali,” tutur Maren dengan logat campurannya.

Sembari mengisi waktu liburnya, Maren pun ikut berpartisipasi dalam pentas Genggong Qakdanjur.

“Saya memang cinta sekali dengan Bali, karena saya suka perdamaian dan berkumpul bersama,” ucapnya sembari tersenyum.

Dengan wajah yang berseri, Wardana pun menyampaikan harapannya, “saya pikir harapan saya hanya satu, untuk menjaga budaya kita terutama genggong ini,” tandasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/