30.1 C
Jakarta
27 April 2024, 18:28 PM WIB

IHDN Angkat Kisah Pisahnya Daratan Jawa dan Bali, Begini Ceritanya…

DENPASAR – Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar  menampilkan garapan sendratari kolosal bertajuk Bagus Bang Manik Angkeran

di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya-Art Center, Denpasar. Pertunjukan seiring Pesta Kesenian Bali (PKB) 40/ 2018, digelar Selasa malam (26/6) lalu. 

Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, rektor IHDN Denpasar mengatakan, cerita Bagus Bang Manik Angkeran diangkat untuk ketengahkan kembali nilai-nilai etika, spiritual, etika, pendidikan, dan sosial dalam masyarakat. 

”Jangan tergiur harta sampai mengorbankan jiwa, seperti yang dilakukan Manik Angkeran. Selain itu, juga jangan berani langgar tata susila dan melawan orang tua,” kata Sudiana.

Ketua panitia Sendratari Kolosal Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dewa Ketut Wisnawa mengatakan, pementatasan tersebut melibatkan lebih dari 200 mahasiswa. 

”Tidak ada kendala yang terlalu berarti. Melalui pagelaran ini, kami berharap agar ke depannya potensi seniman IHDN semakin berkembang sesuai perubahan zaman,” terangnya 

Kisah di Sendratari Kolosal Bagus Bang Manik Angkeran dimulai dari sosok Manik Angkeran yang memiliki kebiasaan buruk, berjudi.

Karena judi, hartanya habis. Hingga akhirnya dia membujuk agar sang ayah, Mpu Sidimantra mau memberikan hartanya agar bisa dipakai untuk modal judi.

Sang ayah selalu memberikan hartanya kepada Manik Angkeran. Harta milik sang ayah sendiri didapatkan dari sahabatnya, Naga Basukih di Tohlangkir.

Untuk bisa memanggil naga tersebut dari Goa Raja, sang ayah membunyikan bajra. Hingga suatu ketika, Manik Angkeran mencuri bajra tersebut agar bisa memanggil dan menemui Naga Basuki.

Karena Manik Angkeran adalah anak Mpu Sidimantra, Naga Basuki pun memberikannya harta benda yang dikeluarkan dari tubuhnya.

Namun, rupanya harta yang diberikan Naga Basuki dianggap kurang banyak oleh Manik Angkeran. Dia pun memotong ekor dari Naga Basuki yang memiliki ketu (perhiasan kepala).

Karena melakukannya dengan paksa dan tanpa basa-basi, Naga Basuki pun murka, lalu membunuh Manik Angkeran dengan cara membakar Manik Angkeran di Cemara Geseng.

Berkat permintaan dari sang ayah, Mpu Sidhimantra, Naga Basuki kembali memenghidupkan Manik Angkeran dengan syarat, ekornya yang telah dipotong Manik Angkeran kembali disatukan.

Syarat lainnya yakni, Manik Angkeran harus tetap di Tohlangkir sebagai abdi (sisya), sedangkan ayahnya, Mpu Sidhimantara kembali ke tanah Jawa.

Di pengujung barat Bali, Mpu Sidhimantra memotong pulau Bali dengan Jawa dengan tongkatnya. Ini dilakukan di daerah Ceking, Gilimanuk.

Dalam sejarah, daerah pemisahan Pulau Bali dan Jawa dikenal dengan nama Segara Rupek. Dari beberapa sumber sebuah sabda menyebutkan, untuk menyatukan daratan Jawa dan Bali.

Dan hingga kini keturunan dari Manik Angkeran dipercaya menjadi ketua pemangku di Besakih

DENPASAR – Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar  menampilkan garapan sendratari kolosal bertajuk Bagus Bang Manik Angkeran

di Panggung Terbuka Ardha Candra, Taman Budaya-Art Center, Denpasar. Pertunjukan seiring Pesta Kesenian Bali (PKB) 40/ 2018, digelar Selasa malam (26/6) lalu. 

Prof Dr Drs I Gusti Ngurah Sudiana MSi, rektor IHDN Denpasar mengatakan, cerita Bagus Bang Manik Angkeran diangkat untuk ketengahkan kembali nilai-nilai etika, spiritual, etika, pendidikan, dan sosial dalam masyarakat. 

”Jangan tergiur harta sampai mengorbankan jiwa, seperti yang dilakukan Manik Angkeran. Selain itu, juga jangan berani langgar tata susila dan melawan orang tua,” kata Sudiana.

Ketua panitia Sendratari Kolosal Institut Hindu Dharma Negeri (IHDN) Denpasar Dewa Ketut Wisnawa mengatakan, pementatasan tersebut melibatkan lebih dari 200 mahasiswa. 

”Tidak ada kendala yang terlalu berarti. Melalui pagelaran ini, kami berharap agar ke depannya potensi seniman IHDN semakin berkembang sesuai perubahan zaman,” terangnya 

Kisah di Sendratari Kolosal Bagus Bang Manik Angkeran dimulai dari sosok Manik Angkeran yang memiliki kebiasaan buruk, berjudi.

Karena judi, hartanya habis. Hingga akhirnya dia membujuk agar sang ayah, Mpu Sidimantra mau memberikan hartanya agar bisa dipakai untuk modal judi.

Sang ayah selalu memberikan hartanya kepada Manik Angkeran. Harta milik sang ayah sendiri didapatkan dari sahabatnya, Naga Basukih di Tohlangkir.

Untuk bisa memanggil naga tersebut dari Goa Raja, sang ayah membunyikan bajra. Hingga suatu ketika, Manik Angkeran mencuri bajra tersebut agar bisa memanggil dan menemui Naga Basuki.

Karena Manik Angkeran adalah anak Mpu Sidimantra, Naga Basuki pun memberikannya harta benda yang dikeluarkan dari tubuhnya.

Namun, rupanya harta yang diberikan Naga Basuki dianggap kurang banyak oleh Manik Angkeran. Dia pun memotong ekor dari Naga Basuki yang memiliki ketu (perhiasan kepala).

Karena melakukannya dengan paksa dan tanpa basa-basi, Naga Basuki pun murka, lalu membunuh Manik Angkeran dengan cara membakar Manik Angkeran di Cemara Geseng.

Berkat permintaan dari sang ayah, Mpu Sidhimantra, Naga Basuki kembali memenghidupkan Manik Angkeran dengan syarat, ekornya yang telah dipotong Manik Angkeran kembali disatukan.

Syarat lainnya yakni, Manik Angkeran harus tetap di Tohlangkir sebagai abdi (sisya), sedangkan ayahnya, Mpu Sidhimantara kembali ke tanah Jawa.

Di pengujung barat Bali, Mpu Sidhimantra memotong pulau Bali dengan Jawa dengan tongkatnya. Ini dilakukan di daerah Ceking, Gilimanuk.

Dalam sejarah, daerah pemisahan Pulau Bali dan Jawa dikenal dengan nama Segara Rupek. Dari beberapa sumber sebuah sabda menyebutkan, untuk menyatukan daratan Jawa dan Bali.

Dan hingga kini keturunan dari Manik Angkeran dipercaya menjadi ketua pemangku di Besakih

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/