29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 10:44 AM WIB

Digelontor Duit Rp 85 M, Gus Herry: Saya Takut Tanya Karena Dia Wagub

DENPASAR – Tampaknya sulit bagi eks Wagub Bali I Ketut Sudikerta lolos dari kasus penipuan terhadap bos Maspion Group Alim Markus.

Hampir semua saksi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) memojokkan mantan orang nomor dua terkuat di Bali itu.

Tak terkecuali dengan sang adik ipar: Ida Bagus Herry Trisna Yuda. Di depan majelis hakim, Gus Herry justru membongkar perbuatan terdakwa Sudikerta.

Salah satunya terkait aliran dana senilai Rp 85 miliar. Saat ditanya penasehat hukum terdakwa, Agus Sujoko mengenai aliran uang yang pernah

ditransfer kepada terdakwa Wayan Wakil, Gus Herry mengakui dan menyatakan atas perintah Sudikerta. Rekening Wayan Wakil juga diberikan oleh Sudikerta.

Sementara terkait aliran uang, Gus Herry mengungkapkan pernah diperintahkan Sudikerta untuk membuka rekening di Bank BCA Cabang Kuta.

Sudikerta mengajaknya ke Bank BCA Kuta dan memberikan cek senilai Rp 85 miliar yang nantinya dimasukkan ke rekening yang baru dibuka itu.

Seingat Gus Herry pembukaan rekening atas namanya terjadi pada awal 2014. “Saya sempat menanyakan kenapa saya

diminta membuka rekening? Kok, tidak ke perusahaan saja? Tapi, saya disuruh diam oleh Pak Sudikerta,” tuturnya mengenang.

Wajar jika Gus Herry menanyakan alasan dirinya diminta membuka rekening. Dia mengaku takut melihat jumlah uang yang akan dimasukkan ke dalam rekening.

“Saudara saksi, apakah saudara tidak menanyakan dari mana sumber uang sebesar itu?” cecar JPU Martinus.

Herry pun menjawab blak-blakan. “Saya takut. Saya tidak tanyakan sumbernya dari mana, karena dia masih menjabat wagub. Saya pikir itu uang hasil jual beli tanah. Dia (Sudikerta) bilang sudah kamu diam saja,” beber Gus Herry.

Beberapa hari berselang, Gus Herry kembali diperintahkan Sudikerta untuk mencairkan dan mentransfer uang yang ada di rekening BCA ke sejumlah pihak.

Dari Rp 85 miliar dicairkan tahap pertama Rp 30.500.000.000 dan atas perintah Sudikerta, saksi Gus Herry mentransfer ke beberapa pihak.

Di antaranya Rp 14 miliar ke Notaris Triska Damayanti, Rp 2 miliar ke Made G Putrawan. Juga mentrasfer ke pegawai notaris Nely dan ke ajudan Sudikerta. Sisanya digunakan Sudikerta.

Selanjutnya, uang sisa Rp 50 miliar kemudian didepositokan. Namun, tak lama kemudian kembali Sudikerta memerintah untuk mencairkan deposito secara bertahap dan ditransfer ke sejumlah pihak.

Pencairan deposito tahap pertama sebesar Rp 10 miliar yang kemudian ditransfer ke Sudikerta Rp 3 miliar, ke Wayan Santoso Rp 4 miliar

(mengaku sudah mengembalikan melalui penyidik Polda Bali), ke ajudan Sudikerta atas nama Sanjaya senilai 2 miliar dan ke Wayan Wakil Rp 300 juta.

Pencairan deposito berjalan hingga empat tahap. Hingga uang senilai Rp 85 miliar habis. “Semua uang yang saya transfer ke orang-orang itu atas perintah Sudikerta,” tegas pria berpenampilan kalem itu.

Hakim Esthar seperti tidak mau ketinggalan mencecar. “Dari uang sebesar itu saksi tidak mendapat bagian?” pancing hakim Esthar. Namun, Gus Herry bersumpah tidak menerima.

“Rp 85 miliar semua sudah habis. Saya bersumpah demi anak dan leluhur, saya tidak mendapat bagian sepeser pun,” bantahnya.

Kepada JPU, Gus Herry juga mengaku sempat curhat dan berkonsultasi dengan kakaknya bernama Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, yang tak lain istri Sudikerta.

“Kakak saya (istri Sudikerta) bilang ‘tolong, Bli-mu (Sudikerta) untuk menaruh uang. Bantu dia’. Ya, kalau dibilang terpaksa, saya merasa terpaksa,” ungakpnya.

Saksi lainnya yang dihadirkan tim jaksa yang dikoordinir I Ketut Sujaya adalah mantan Kasi Pengukuran BPN Badung, I Komang Widana.

Dalam keterangannya, pria yang kini bertugas di BPN Buleleng ini membenarkan adanya permohonan penggantian sertifikat dan permohonan pengukuran tanah.

Bahkan dikatakannya, Sudikerta yang waktu itu menjabat Wakil Bupati Badung sempat datang ke BPN Badung.

Widana mengatakan, empat tahun kemudian baru mengetahui ada masalah. “Empat tahun kemudian baru saya tahu ada masalah. Ada sertifikat aspal (asli palsu),” terang Widana.

Hakim Ketua Esthar Oktavi memberikan penegasan kepada tim jaksa untuk memanggil mantan Ketua BPN Badung, Tri Nugraho untuk didengar keterangan di persidangan.

Terhadap permintaan hakim, jaksa mengatakan telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.

Namun Tri sedang bertugas. Tri sekarang menjabat Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementrian Agraria dan Tata Ruang.

Terhadap keterangan dua saksi itu, Sudikerta tidak berkomentar banyak. Ia pun menyatakan akan menjawab melalui pembelaannya (pledoi). Hal senada juga disampaikan terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung.

DENPASAR – Tampaknya sulit bagi eks Wagub Bali I Ketut Sudikerta lolos dari kasus penipuan terhadap bos Maspion Group Alim Markus.

Hampir semua saksi yang diajukan jaksa penuntut umum (JPU) memojokkan mantan orang nomor dua terkuat di Bali itu.

Tak terkecuali dengan sang adik ipar: Ida Bagus Herry Trisna Yuda. Di depan majelis hakim, Gus Herry justru membongkar perbuatan terdakwa Sudikerta.

Salah satunya terkait aliran dana senilai Rp 85 miliar. Saat ditanya penasehat hukum terdakwa, Agus Sujoko mengenai aliran uang yang pernah

ditransfer kepada terdakwa Wayan Wakil, Gus Herry mengakui dan menyatakan atas perintah Sudikerta. Rekening Wayan Wakil juga diberikan oleh Sudikerta.

Sementara terkait aliran uang, Gus Herry mengungkapkan pernah diperintahkan Sudikerta untuk membuka rekening di Bank BCA Cabang Kuta.

Sudikerta mengajaknya ke Bank BCA Kuta dan memberikan cek senilai Rp 85 miliar yang nantinya dimasukkan ke rekening yang baru dibuka itu.

Seingat Gus Herry pembukaan rekening atas namanya terjadi pada awal 2014. “Saya sempat menanyakan kenapa saya

diminta membuka rekening? Kok, tidak ke perusahaan saja? Tapi, saya disuruh diam oleh Pak Sudikerta,” tuturnya mengenang.

Wajar jika Gus Herry menanyakan alasan dirinya diminta membuka rekening. Dia mengaku takut melihat jumlah uang yang akan dimasukkan ke dalam rekening.

“Saudara saksi, apakah saudara tidak menanyakan dari mana sumber uang sebesar itu?” cecar JPU Martinus.

Herry pun menjawab blak-blakan. “Saya takut. Saya tidak tanyakan sumbernya dari mana, karena dia masih menjabat wagub. Saya pikir itu uang hasil jual beli tanah. Dia (Sudikerta) bilang sudah kamu diam saja,” beber Gus Herry.

Beberapa hari berselang, Gus Herry kembali diperintahkan Sudikerta untuk mencairkan dan mentransfer uang yang ada di rekening BCA ke sejumlah pihak.

Dari Rp 85 miliar dicairkan tahap pertama Rp 30.500.000.000 dan atas perintah Sudikerta, saksi Gus Herry mentransfer ke beberapa pihak.

Di antaranya Rp 14 miliar ke Notaris Triska Damayanti, Rp 2 miliar ke Made G Putrawan. Juga mentrasfer ke pegawai notaris Nely dan ke ajudan Sudikerta. Sisanya digunakan Sudikerta.

Selanjutnya, uang sisa Rp 50 miliar kemudian didepositokan. Namun, tak lama kemudian kembali Sudikerta memerintah untuk mencairkan deposito secara bertahap dan ditransfer ke sejumlah pihak.

Pencairan deposito tahap pertama sebesar Rp 10 miliar yang kemudian ditransfer ke Sudikerta Rp 3 miliar, ke Wayan Santoso Rp 4 miliar

(mengaku sudah mengembalikan melalui penyidik Polda Bali), ke ajudan Sudikerta atas nama Sanjaya senilai 2 miliar dan ke Wayan Wakil Rp 300 juta.

Pencairan deposito berjalan hingga empat tahap. Hingga uang senilai Rp 85 miliar habis. “Semua uang yang saya transfer ke orang-orang itu atas perintah Sudikerta,” tegas pria berpenampilan kalem itu.

Hakim Esthar seperti tidak mau ketinggalan mencecar. “Dari uang sebesar itu saksi tidak mendapat bagian?” pancing hakim Esthar. Namun, Gus Herry bersumpah tidak menerima.

“Rp 85 miliar semua sudah habis. Saya bersumpah demi anak dan leluhur, saya tidak mendapat bagian sepeser pun,” bantahnya.

Kepada JPU, Gus Herry juga mengaku sempat curhat dan berkonsultasi dengan kakaknya bernama Ida Ayu Ketut Sri Sumiantini, yang tak lain istri Sudikerta.

“Kakak saya (istri Sudikerta) bilang ‘tolong, Bli-mu (Sudikerta) untuk menaruh uang. Bantu dia’. Ya, kalau dibilang terpaksa, saya merasa terpaksa,” ungakpnya.

Saksi lainnya yang dihadirkan tim jaksa yang dikoordinir I Ketut Sujaya adalah mantan Kasi Pengukuran BPN Badung, I Komang Widana.

Dalam keterangannya, pria yang kini bertugas di BPN Buleleng ini membenarkan adanya permohonan penggantian sertifikat dan permohonan pengukuran tanah.

Bahkan dikatakannya, Sudikerta yang waktu itu menjabat Wakil Bupati Badung sempat datang ke BPN Badung.

Widana mengatakan, empat tahun kemudian baru mengetahui ada masalah. “Empat tahun kemudian baru saya tahu ada masalah. Ada sertifikat aspal (asli palsu),” terang Widana.

Hakim Ketua Esthar Oktavi memberikan penegasan kepada tim jaksa untuk memanggil mantan Ketua BPN Badung, Tri Nugraho untuk didengar keterangan di persidangan.

Terhadap permintaan hakim, jaksa mengatakan telah melakukan pemanggilan terhadap yang bersangkutan.

Namun Tri sedang bertugas. Tri sekarang menjabat Kasubdit Pemantauan dan Evaluasi Tanah Non Pertanian di Kementrian Agraria dan Tata Ruang.

Terhadap keterangan dua saksi itu, Sudikerta tidak berkomentar banyak. Ia pun menyatakan akan menjawab melalui pembelaannya (pledoi). Hal senada juga disampaikan terdakwa Wayan Wakil dan AA Ngurah Agung.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/