DENPASAR– Proses pemberian asimilasi dan integrasi bagi narapidana (napi) di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Kelas II A Kerobokan, Bali, Jumat (3/4) terus berlanjut.
Pada hari ketiga, tercatat ada 71 napi yang mendapatkan asimilasi dan integrasi. Sehingga total napi yang kini sudah menerima asimilasi dan integrasi yakni sebanyak 157 orang
Bahkan, jumlah atau kuota napi penerima asimilasi dan integrasi itu diperkirakan akan terus bertambah dari perkiraan awal sebelumnya.
Jika sebelumnya di Lapas Kerobokan ada 294 napi yang diusulkan menerima asimilasi, jumlah ini diperkirakan akan bertambah hingga mencapai 300 orang lebih.
Seperti dibenarkan Kepala Divisi Pemasyarakatan (Kadivpas) Kanwil Hukum dan HAM Bali Suprapto.
Menurutnya, napi penerima asimilasi ini akan terus mengalami penambahan.
“Yang diusulkan mendapat asimilasi ini akan terus bertambah. Mungkin bisa lebih dari 300 orang. Sekarang ada (napi) yang belum berhak mendapat asimilasi. Besok atau lusa bisa diberikan asimilasi karena sudah menjalani setengal lebih masa pidana,” terang Suprapto
Dijelaskan, syarat para napi penerima asimilasi ni yakni, napi dewasa yang telah menjalani dua pertiga masa hukuman atau napi anak dengan sudah menjalani setengah masa pidana dikeluarkan dari penjara terbesar dan terkrodit di Bali itu.
Sedangkan dari proses pemberian asimilasi pada hari ketiga, satu orang napi dinyatakan bebas murni dan enam lainnya mendapat integrasi.
Dijelaskan Suprapto, perbedaan asimilasi dengan integrasi yaitu terletak pada ruangnya.
Napi yang mendapat asimilias ruang geraknya hanya dibatasi di rumahnya.
Sedangkan napi yang mendapat integrasi bisa berinteraksi atau berbaur dengan masyarakat luas.
“Mereka yang diberikan integrasi karena sudah menjalani 2/3 masa pidana,” imbuhnya.
Pria asal Solo, Jawa Tengah, itu mengungkapkan program pemberian asimilasi dan integrasi ini murni menjalankan program pemerintah berdasar Permenkum dan HAM tentang Pencegahan Covid-19 di Lapas/Rutan.
Kondisi di dalam lapas sangat padat menjadi alasan munculnya aturan baru tersebut.
Ditanya bukankah para napi lebih aman dikarantina dalam lapas, Suprapto membenarkan.
Namun, potensi terjangkit corona tetap lebih besar karena corona yang tidak bisa dideteksi.
“Mereka (napi) tidur bertumpuk-tumpuk. Satu meter bisa dipakai tiga orang. Sehingga sangat memungkinkan terjangkit corona. Satu orang terjangkit, semua bisa terjangkit. Kalau itu terjadi merepotkan,” jelasnya.
Dijelaskan lebih lanjut, selain sudah menjalani setengah lebih masa pidana, napi yang berhak mendapat asimiliasi dan integrasi harus memenuhi syarat lainnya. Yaitu tidak melakukan pelanggaran minimal selama enam bulan.
Kembali disinggung apakah di balik program ini ada upaya mengurangi kapasitas lapas yang sudah overload, Suprapto menyebut tujuan utama adalah mencegah penularan Covid-19.
“Kalau kapasitas lapas berkurang itu hanya salah satu efek, bukan tujuan. Efek lainnya negara bisa sedikit menghemat pengeluaran. Keamanan dalam lapas juga bisa maksimal,” tukas mantan Kadivpas Kemekum dan HAM Palu, itu.