29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 1:01 AM WIB

GRESS! Eks Perbekel Namiartha Janji Bantu Terdakwa Setelah Jadi Dewan

DENPASAR – Peran mantan perbekel Desa Dauh Puri Klod yang kini menjadi anggota DPRD Kota Denpasar, IG Made Wira Namiartha dalam pusaran kasus korupsi APBDes Dauh Puri Klod mulai terang benderang.

Peran Namiartha diungkapkan para saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan terdakwa mantan bendahara Ni Putu Ariyaningsih, 33, kemarin.

Selain membeber peran Namiartha, nama Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa dan Wakil Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara juga ikut disebut.

JPU I Nengah Astawa, I Kadek Wahyudi, dan Mia Fida pun mengorek keterangan dari lima orang saksi yang hadir.

Salah seorang saksi, I Nyoman Mardika di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Rumega mengungkapkan, Namiartha pernah datang ke rumahnya.

Saat itu Namiartha menyebut Ariyaningsih ternyata telah memakai uang sebesar Rp 700 juta. Padahal, kepada Mardika sendiri Ariyaningsih waktu itu mengaku memakai uang kisaran Rp 100 juta lebih.

“Wira (Namiartha) kemudian meminta agar Ariyaningsih mengaku terus terang memakai uang berapa. Katanya, nanti akan dibantu setelah menjadi anggota dewan,” ungkap Mardika.

Yang menarik, entah kebetulan atau tidak, sehari sebelum Ariyaningsih disidang benar-benar mendapat bantuan. Bahkan, bisa disebut keajaiban.

I Made Agus Wiragama yang tak lain suami Ariyaningsih tiba-tiba datang ke Kejari Denpasar menyerahkan uang Rp 778 juta sebagai pengembalian kerugian negara.

Uang baru pecahan Rp 100 ribuan itu diklaim Agus sebagai uang hasil menjual 16 unit mobil bekas miliknya.

Belakangan, penelusuran Jawa Pos Radar Bali, Agus tidak memiliki usaha jual beli mobil seperti yang dikoarkan.

Lebih lanjut Mardika menjelaskan, Namiartha kemudian meminta tolong dirinya membuat draf pernyataan untuk terdakwa Ariyaningsih bahwa telah memakai uang APBDes.

Mardika kemudian membuat draf tersebut dengan kolom nominal dikosongkan. Mardika sendiri mengaku mengetahui ada ketidakberesan APBDes setelah mendapat informasi

adanya hasil monitoring dan evaluasi (monev) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kota Denpasar.

Dari hasil monev diketahui ada dana sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2017 sekitar Rp 1,8 miliar. Silpa tersebut tercatat di buku kas desa.

Namun, setelah ditelisik, ternyata uang yang tersedia hanya Rp 900 juta, bukan Rp 1,8 miliar. Artinya ada selisih Rp 900 juta.

“Antara catatan di buku dengan uang yang ada tidak cocok,” imbuh Mardika. Ditambahkan Mardika, sebelumnya juga sempat ada penelusuran beberapa kali dari tim internal desa.

Di mana Mardika menjadi anggotanya. Masing-masing kaur dan kasi diaudit. Setelah ada audit, BPMPD meminta agar kasus ini diselesaikan secara internal.

Tak lama kemudian, terdakwa dan perangkat desa lainnya yang merasa memakai uang desa mengembalikan uang. Tak terkecuali Namiartha ikut mengembalikan sekitar Rp 5 juta.

Menariknya adalah permintaan terdakwa Ariyaningsih agar diadakan audit independen. Sebab, Ariyaningsih merasa tidak sendirian menggunakan uang.

Namun, setelah diinformasikan biaya audit internal mencapai Rp 50 juta, akhirnya terdakwa pasrah.

Terkait munculnya nama politisi PDIP Kadek Agus dan Jaya Negara, Mardika menyebut dirinya pernah diajak bertemu dengan dua orang tersebut.

Jaya Negara meminta Inspektorat melakukan investigasi dan diselesaikan secara internal. Namun, kasus ini berlarut-larut tanpa kejelasan kedati Inspektorat sudah turun tangan.

“Sesampainya di inspektorat tidak ada tindakan tegas,” imbuh pria yang juga berstatus kepala dusun itu.

Adapun modus pemakaian uang yaitu dengan cara kas bon. “Kegiatan yang tidak ada dalam RAB APBDes dibiayai oleh APBDes.

Jadi, modusnya kas bon atau meminjam uang desa untuk membiayai kegiatan yang tidak ada dalam perencanaan,” tukas Mardika.

 

 

DENPASAR – Peran mantan perbekel Desa Dauh Puri Klod yang kini menjadi anggota DPRD Kota Denpasar, IG Made Wira Namiartha dalam pusaran kasus korupsi APBDes Dauh Puri Klod mulai terang benderang.

Peran Namiartha diungkapkan para saksi dalam persidangan di Pengadilan Tipikor Denpasar dengan terdakwa mantan bendahara Ni Putu Ariyaningsih, 33, kemarin.

Selain membeber peran Namiartha, nama Ketua Fraksi PDIP DPRD Kota Denpasar, I Kadek Agus Arya Wibawa dan Wakil Wali Kota Denpasar IGN Jaya Negara juga ikut disebut.

JPU I Nengah Astawa, I Kadek Wahyudi, dan Mia Fida pun mengorek keterangan dari lima orang saksi yang hadir.

Salah seorang saksi, I Nyoman Mardika di hadapan majelis hakim yang diketuai I Wayan Rumega mengungkapkan, Namiartha pernah datang ke rumahnya.

Saat itu Namiartha menyebut Ariyaningsih ternyata telah memakai uang sebesar Rp 700 juta. Padahal, kepada Mardika sendiri Ariyaningsih waktu itu mengaku memakai uang kisaran Rp 100 juta lebih.

“Wira (Namiartha) kemudian meminta agar Ariyaningsih mengaku terus terang memakai uang berapa. Katanya, nanti akan dibantu setelah menjadi anggota dewan,” ungkap Mardika.

Yang menarik, entah kebetulan atau tidak, sehari sebelum Ariyaningsih disidang benar-benar mendapat bantuan. Bahkan, bisa disebut keajaiban.

I Made Agus Wiragama yang tak lain suami Ariyaningsih tiba-tiba datang ke Kejari Denpasar menyerahkan uang Rp 778 juta sebagai pengembalian kerugian negara.

Uang baru pecahan Rp 100 ribuan itu diklaim Agus sebagai uang hasil menjual 16 unit mobil bekas miliknya.

Belakangan, penelusuran Jawa Pos Radar Bali, Agus tidak memiliki usaha jual beli mobil seperti yang dikoarkan.

Lebih lanjut Mardika menjelaskan, Namiartha kemudian meminta tolong dirinya membuat draf pernyataan untuk terdakwa Ariyaningsih bahwa telah memakai uang APBDes.

Mardika kemudian membuat draf tersebut dengan kolom nominal dikosongkan. Mardika sendiri mengaku mengetahui ada ketidakberesan APBDes setelah mendapat informasi

adanya hasil monitoring dan evaluasi (monev) Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa (BPMPD) Kota Denpasar.

Dari hasil monev diketahui ada dana sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa) 2017 sekitar Rp 1,8 miliar. Silpa tersebut tercatat di buku kas desa.

Namun, setelah ditelisik, ternyata uang yang tersedia hanya Rp 900 juta, bukan Rp 1,8 miliar. Artinya ada selisih Rp 900 juta.

“Antara catatan di buku dengan uang yang ada tidak cocok,” imbuh Mardika. Ditambahkan Mardika, sebelumnya juga sempat ada penelusuran beberapa kali dari tim internal desa.

Di mana Mardika menjadi anggotanya. Masing-masing kaur dan kasi diaudit. Setelah ada audit, BPMPD meminta agar kasus ini diselesaikan secara internal.

Tak lama kemudian, terdakwa dan perangkat desa lainnya yang merasa memakai uang desa mengembalikan uang. Tak terkecuali Namiartha ikut mengembalikan sekitar Rp 5 juta.

Menariknya adalah permintaan terdakwa Ariyaningsih agar diadakan audit independen. Sebab, Ariyaningsih merasa tidak sendirian menggunakan uang.

Namun, setelah diinformasikan biaya audit internal mencapai Rp 50 juta, akhirnya terdakwa pasrah.

Terkait munculnya nama politisi PDIP Kadek Agus dan Jaya Negara, Mardika menyebut dirinya pernah diajak bertemu dengan dua orang tersebut.

Jaya Negara meminta Inspektorat melakukan investigasi dan diselesaikan secara internal. Namun, kasus ini berlarut-larut tanpa kejelasan kedati Inspektorat sudah turun tangan.

“Sesampainya di inspektorat tidak ada tindakan tegas,” imbuh pria yang juga berstatus kepala dusun itu.

Adapun modus pemakaian uang yaitu dengan cara kas bon. “Kegiatan yang tidak ada dalam RAB APBDes dibiayai oleh APBDes.

Jadi, modusnya kas bon atau meminjam uang desa untuk membiayai kegiatan yang tidak ada dalam perencanaan,” tukas Mardika.

 

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/