26 C
Jakarta
21 September 2024, 1:07 AM WIB

Divonis Bersalah, Tak Menyangka Bisa Terjerat Kasus Penganiayaan

SEMARAPURA– Kepala SMA Pariwisata Saraswati Klungkung, I Gusti Made Suberata akhirnya diputus bersalah atas tindak penganiayaan ringan terhadap siswinya, Ni Komang Putri, 19 asal Desa Tojan, Kecamatan Klungkung.

 

Seperti terungkap saat sidang dengan agenda pembacaan putusan di PN Semarapura, Kamis (4/7).

Sidang dengan Hakim Tunggal Ayun Kristiyanto, Kamis (4/7)akhirnya mengganjar Suberata dengan hukuman satu bulan penjara masa percobaan dua bulan.

Dalam persidangan yang dihadiri korban beserta keluarganya tersebut, Hakim mengungkapkan, berdasarkan bukti visum, keterangan saksi, dan terdakwa juga mengakui kesalahannya telah memegang rambut, menekan kepala dan menepuk punggung korban sehingga merasa sakit, maka dengan itu tindakan yang dilakukan terdakwa dinilai telah memenuhi unsur penganiayaan ringan sesuai Pasal 352 KHUP ayat 1. “Sakit itu tidak harus menderita sakit fisik. Kalau tidak nyaman juga merasa sakit sehingga unsur penganiayaan ringan mengakibatkan saksi korban sakit terpenuhi secara hukum,” ujarnya.

Untuk itu Suberata divonis satu bulan penjara dengan masa percobaan dua bulan. Hanya saja Suberata tidak perlu menjalani hukuman satu bulan penjara tersebut. Namun Suberata diperingati agar tidak lagi melakukan hal serupa dan tindakan melanggar hukum lainnya. “Terdakwa harus menjaga sikap sebagai pendidik. Meskipun berkata kasar, kalau menghina maka langsung menjalani hukuman penjara satu bulan,” katanya.

Sebelum membacakan amar putusan, hakim juga terlebih dahulu mengurai sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Suberata dinilia telah meresahkan masyarakat. Seain itu, selaku pendidik, terdakwa seharusnya bisa menahan diri.

Sedangkan yang meringankan, apa yang dilakukan terdakwa tidak terdapat unsur balas dendam, tidak ada niat sengaja untuk menyakiti korban, dan terdakwa menyesali perbuatannya. “Selain itu, terdakwa juga tidak pernah dihukum sama sekali. Antara terdakwa dan korban juga telah berdamai,” terangnya.

Atas vonis tersebut, baik terdakwa maupun korban telah menerimanya. Begitu juga dari penyidik Polres Klungkung, Ipda Agus Spriyanto juga menerima putusan hakim tersebut. Dan sebelum meninggalkan ruang sidang, keduanya diminta kembali bersalaman sebagai bentuk perdamaian.

Sementara itu, Kakak Putri, Wayan Predi Astika, 25 saat ditemui seusai sidang enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengaku menerima vonis yang telah diputus hakim. Sementara Putri beserta orang tuanya, memilih segera meninggalkan gedung Pengadilan Negeri Semarapura.

Suberata yang ditemui di halaman depan Pengadilan Negeri Semarapura juga enggan berkomentar banyak. Dengan air mata yang menggenang, ia mengaku sangat tidak menyangka akan terjerat kasus seperti itu.

Apalagi kasus tersebut juga menyeret-nyeret nama sekolah yang sejak awal ia bangun. “Kalau hanya diri saya, saya tidak apa-apa. Saya sampai mau menangis. Kok bisa sampai seperti ini dan membawa nama baik sekolah,” tandasnya.

Sementara penasihat hukum Suberata, Wayan Suniata hanya menyayangkan sikap pihak PGRI. Sebab sejak kasus tersebut mencuat, pihak PGRI dinilai sama sekali tidak melakukan pendampingan atau yang lainnya.

SEMARAPURA– Kepala SMA Pariwisata Saraswati Klungkung, I Gusti Made Suberata akhirnya diputus bersalah atas tindak penganiayaan ringan terhadap siswinya, Ni Komang Putri, 19 asal Desa Tojan, Kecamatan Klungkung.

 

Seperti terungkap saat sidang dengan agenda pembacaan putusan di PN Semarapura, Kamis (4/7).

Sidang dengan Hakim Tunggal Ayun Kristiyanto, Kamis (4/7)akhirnya mengganjar Suberata dengan hukuman satu bulan penjara masa percobaan dua bulan.

Dalam persidangan yang dihadiri korban beserta keluarganya tersebut, Hakim mengungkapkan, berdasarkan bukti visum, keterangan saksi, dan terdakwa juga mengakui kesalahannya telah memegang rambut, menekan kepala dan menepuk punggung korban sehingga merasa sakit, maka dengan itu tindakan yang dilakukan terdakwa dinilai telah memenuhi unsur penganiayaan ringan sesuai Pasal 352 KHUP ayat 1. “Sakit itu tidak harus menderita sakit fisik. Kalau tidak nyaman juga merasa sakit sehingga unsur penganiayaan ringan mengakibatkan saksi korban sakit terpenuhi secara hukum,” ujarnya.

Untuk itu Suberata divonis satu bulan penjara dengan masa percobaan dua bulan. Hanya saja Suberata tidak perlu menjalani hukuman satu bulan penjara tersebut. Namun Suberata diperingati agar tidak lagi melakukan hal serupa dan tindakan melanggar hukum lainnya. “Terdakwa harus menjaga sikap sebagai pendidik. Meskipun berkata kasar, kalau menghina maka langsung menjalani hukuman penjara satu bulan,” katanya.

Sebelum membacakan amar putusan, hakim juga terlebih dahulu mengurai sejumlah pertimbangan memberatkan dan meringankan.

Hal yang memberatkan, perbuatan terdakwa Suberata dinilia telah meresahkan masyarakat. Seain itu, selaku pendidik, terdakwa seharusnya bisa menahan diri.

Sedangkan yang meringankan, apa yang dilakukan terdakwa tidak terdapat unsur balas dendam, tidak ada niat sengaja untuk menyakiti korban, dan terdakwa menyesali perbuatannya. “Selain itu, terdakwa juga tidak pernah dihukum sama sekali. Antara terdakwa dan korban juga telah berdamai,” terangnya.

Atas vonis tersebut, baik terdakwa maupun korban telah menerimanya. Begitu juga dari penyidik Polres Klungkung, Ipda Agus Spriyanto juga menerima putusan hakim tersebut. Dan sebelum meninggalkan ruang sidang, keduanya diminta kembali bersalaman sebagai bentuk perdamaian.

Sementara itu, Kakak Putri, Wayan Predi Astika, 25 saat ditemui seusai sidang enggan berkomentar banyak. Ia hanya mengaku menerima vonis yang telah diputus hakim. Sementara Putri beserta orang tuanya, memilih segera meninggalkan gedung Pengadilan Negeri Semarapura.

Suberata yang ditemui di halaman depan Pengadilan Negeri Semarapura juga enggan berkomentar banyak. Dengan air mata yang menggenang, ia mengaku sangat tidak menyangka akan terjerat kasus seperti itu.

Apalagi kasus tersebut juga menyeret-nyeret nama sekolah yang sejak awal ia bangun. “Kalau hanya diri saya, saya tidak apa-apa. Saya sampai mau menangis. Kok bisa sampai seperti ini dan membawa nama baik sekolah,” tandasnya.

Sementara penasihat hukum Suberata, Wayan Suniata hanya menyayangkan sikap pihak PGRI. Sebab sejak kasus tersebut mencuat, pihak PGRI dinilai sama sekali tidak melakukan pendampingan atau yang lainnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/