28.4 C
Jakarta
30 April 2024, 6:03 AM WIB

Gendo Sebut Mantan Teller BPR Dikorbankan, Pimpinan Bank Tak Tersentuh

GIANYAR – Sidang perdana kasus tindak pidana bank dengan terdakwa inisial NWPLD yang merupakan mantan Teller PT. BPR Suryajaya Ubud digelar di Pengadilan Negeri Gianyar kemarin.

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan dipimpin oleh Ketua PN Gianyar Ida Ayu Sri Adriyanthi AW sebagai pimpinan sidang.

Dalam dakwaan, jaksa Ni Made Widyastuti dari kejaksaan negeri Gianyar sebagai penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternative.

Yakni Pasal 49 ayat (1) huruf a, b, c, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Pasal 374 KUHP.

Usai sidang, terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukumnya I Wayan ‘Gendo’ Suardana, SH dan rekan-rekan dari Gendo Law Office menjelaskan ada beberapa hal yang janggal dari dakwaan yang dikenakan kepada kliennya.

Pertama, hal yang janggal adalah dengan rentan waktu 1 tahun, kliennya bisa mengambil uang Rp 7 miliar lebih dari PT. BPR Suryajaya Ubud.

“Padahal, di internal BPR sendiri ada pengawasan berjenjang dan setiap transaksi sudah  terkomputerisasi. Jika hal ini terjadi, patut dipertanyakan pengawasan dari internal BPR sendiri,” kata Gendo.

Kedua, kliennya didakwa melakukan tindak pidana pada rentan waktu Januari 2016 hingga Desember 2016. Tetapi, kliennya baru diangkat sebagai pegawai tetap pada Agustus 2016.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa kliennya memiliki prestasi di tempatnya bekerja,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gendo menjelaskan bahwa saat ada audit internal yang dilakukan oleh pihak BPR, pihak BPR tidak pernah melibatkan kliennya dalam audit internal.

Sehingga menurut Gendo ada hal yang ditutupi oleh pihak BPR. “Tidak ada keterbukaan dari pihak BPR, sehingga kami duga klien kami adalah korban kriminalisasi BPR,” tegasnya.

Kejanggalan lainnya, Kabag Operasional (Head Teller) Ida Ayu Silawati dan Direksi Operasional Dewa Ngakan Ketut Catur Susana didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum bersama-sama melakukan tindak pidana yang merugikan BPR.

Tapi, sampai surat dakwaan dibacakan, kedua atasan terdakwa tidak ditetapkan sebagai tersangka dan belum diadili dalam berkas terpisah.

“Ini sungguh peristiwa yang aneh. Mengapa kedua atasan klien kami tidak ditetapkan sebagai tersangka dan tidak diadili?

Ada apa? Ini menguatkan dugaan kami bahwa klien kami adalah pegawai rendahan yang dikorbankan. Kami yakin klien kami  tidak pernah menikmati uang perusahaan sebagaimana yang dituduhkan,” herannya.

Atas surat dakwaan yang dikenakan kepada kliennya tersebut, Gendo menyatakan akan mengajukan keberatan pada sidang selanjutnya.

GIANYAR – Sidang perdana kasus tindak pidana bank dengan terdakwa inisial NWPLD yang merupakan mantan Teller PT. BPR Suryajaya Ubud digelar di Pengadilan Negeri Gianyar kemarin.

Dalam sidang perdana dengan agenda pembacaan surat dakwaan dipimpin oleh Ketua PN Gianyar Ida Ayu Sri Adriyanthi AW sebagai pimpinan sidang.

Dalam dakwaan, jaksa Ni Made Widyastuti dari kejaksaan negeri Gianyar sebagai penuntut umum mendakwa terdakwa dengan dakwaan alternative.

Yakni Pasal 49 ayat (1) huruf a, b, c, Undang-Undang Nomor 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1992 tentang Perbankan, dan Pasal 374 KUHP.

Usai sidang, terdakwa yang didampingi oleh penasihat hukumnya I Wayan ‘Gendo’ Suardana, SH dan rekan-rekan dari Gendo Law Office menjelaskan ada beberapa hal yang janggal dari dakwaan yang dikenakan kepada kliennya.

Pertama, hal yang janggal adalah dengan rentan waktu 1 tahun, kliennya bisa mengambil uang Rp 7 miliar lebih dari PT. BPR Suryajaya Ubud.

“Padahal, di internal BPR sendiri ada pengawasan berjenjang dan setiap transaksi sudah  terkomputerisasi. Jika hal ini terjadi, patut dipertanyakan pengawasan dari internal BPR sendiri,” kata Gendo.

Kedua, kliennya didakwa melakukan tindak pidana pada rentan waktu Januari 2016 hingga Desember 2016. Tetapi, kliennya baru diangkat sebagai pegawai tetap pada Agustus 2016.

“Hal tersebut menunjukkan bahwa kliennya memiliki prestasi di tempatnya bekerja,” ujarnya.

Lebih lanjut, Gendo menjelaskan bahwa saat ada audit internal yang dilakukan oleh pihak BPR, pihak BPR tidak pernah melibatkan kliennya dalam audit internal.

Sehingga menurut Gendo ada hal yang ditutupi oleh pihak BPR. “Tidak ada keterbukaan dari pihak BPR, sehingga kami duga klien kami adalah korban kriminalisasi BPR,” tegasnya.

Kejanggalan lainnya, Kabag Operasional (Head Teller) Ida Ayu Silawati dan Direksi Operasional Dewa Ngakan Ketut Catur Susana didalilkan oleh Jaksa Penuntut Umum bersama-sama melakukan tindak pidana yang merugikan BPR.

Tapi, sampai surat dakwaan dibacakan, kedua atasan terdakwa tidak ditetapkan sebagai tersangka dan belum diadili dalam berkas terpisah.

“Ini sungguh peristiwa yang aneh. Mengapa kedua atasan klien kami tidak ditetapkan sebagai tersangka dan tidak diadili?

Ada apa? Ini menguatkan dugaan kami bahwa klien kami adalah pegawai rendahan yang dikorbankan. Kami yakin klien kami  tidak pernah menikmati uang perusahaan sebagaimana yang dituduhkan,” herannya.

Atas surat dakwaan yang dikenakan kepada kliennya tersebut, Gendo menyatakan akan mengajukan keberatan pada sidang selanjutnya.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/