DENPASAR – Pengabdian I Wayan Sudarma selama 31 tahun menjadi Ketua LPD Tanggahan Peken, Desa Sulahan, Susut, Bangli, berakhir di dalam bui.
Sudarma yang ditunjuk Ketua LPD sejak 1989 itu diduga mengorupsi dana LPD. Pria 58 tahun itu tak sendiri dalam melakukan perbuatan culasnya.
Ada tersangka lain yang ikut menjadikan dana LPD sebagai bancakan “Tersangka diduga memperkaya diri sendiri sebesar Rp 148,7 juta,” ujar Kasi Penkum Kejati Bali, Luga A. Harlianto kemarin.
Diduga kuat ada tersangka lain yang ikut bermain. Tersangka itu merupakan pengurus LPD lainnya. Salah satunya yaitu I Wayan Denes (bagian Tata Usaha) yang saat ini masih dalam proses Penyidikan di Polda Bali.
Total kerugian yang dialami LPD Tanggahan Peken sebesar Rp 3,1 miliar. Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, tersangka kelahiran 31 Desember 1962 itu dijebloskan ke dalam penjara.
Sementara tersangka dititipkan di Rutan Bangli. Penahanan tersangka ini dilakukan setelah jaksa menerima pelimpahan tahap dua dari penyidik Polda Bali di Kejari Bangli pada 6 Januari 2021.
Tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1), atau Pasal 3, atau Pasal 9 juncto Pasal 18 Ayat (1) huruf b juncto Pasal 55 Ayat (1) ke 1 KUHP juncto Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
Tersangka diduga sebagai yang melakukan atau turut serta melakukan dengan pengurus lain LPD Tanggahan Peken secara berlanjut, sejak 2005 sampai 2017.
Tersangka merekayasa pembukuan dan laporan LPD yang secara riil sebenarnya dalam keadaan rugi di dalam laporan dibuat seolah mendapat untung.
“Tersangka melakukan pembentukan laba semu atau fiktif,” tegasnya. Lebih lanjut dijelaskan, tersangka membuat laba semu dengan cara memindah bukukan
simpanan berjangka nasabah dan tabungan sukarela nasabah dijadikan sebagai pendapatan bunga dan pinjaman.
Selanjutnya pendapatan bunga dan pinjaman itu dibentuk dengan cara memperhitungkan atau memasukkan pendapatan bunga yang belum diterima ke dalam pendapatan bunga.
Sehingga banyak dana LPD yang keluar seperti biaya operasional dan persentase pembagian laba yang tidak sesuai kenyataan dan memengaruhi likuiditas LPD.
“Dampaknya masyarakat atau nasabah tidak bisa menarik dananya di LPD,” beber Luga. Hal itu melanggar Pasal 7 ayat (2) Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 8/2002
tentang Lembaga Perkreditan Desa; Pasal 6 ayat (1) Keputusan Gubernur Bali Nomor 12 Tahun 2003 tentang Prinsip Kehati Hatian Dalam Pengelolaan Lembaga Perkreditan Desa dan peraturan daerah terkait lainnya.