29.2 C
Jakarta
30 April 2024, 2:48 AM WIB

Kasus Korupsi Investasi BPB Bali Rp 200 M, Kejati Datangi Saksi Ahli

RadarBali.com – Setelah surat perintah penyidikan (sprindik) terbit,  pihak penyidik dari pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)  Bali secara marathon terus memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit investasi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali senilai Rp 200 Miliar. 

Setelah memeriksa sejumlah mantan pejabat dan direksi di lingkungan BPD Bali, terbaru penyidik melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan ahli. 

Informasi sumber, pemeriksaan untuk meminta keterangan ahli setelah sejumlah saksi terkait sudah dilakukan pemanggilan.

“Saat ini sudah tahap meminta keterangan ahli, “ujar sumber di lingkungan Kejati Bali yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebut.

Pihak penyidik bahkan langsung mendatangi saksi ahli dari Jakarta. “Ahli langsung didatangi. Ahli yang dimintai keterangan dari luar Bali, “imbuhnya. 

Selain itu, jauh sebelum meminta keterangan ahli, penyidik juga telah memanggil dan memeriksa jajaran direksi aktif.

Di antara jajaran direksi yang dipanggil dan diperiksa sebagai saksi kasus ini, yakni direktur bisnis non kredit PT BPD Bali.

“Saksi yang dipanggil penyidik terus berkembang. Sementara memang sebelum ahli ada mantan direksi dan terakhir yakni direktur bisnis non kredit, “ujarnya.  

Sayang belum ada keterangan dari Aspidsus  Kejati Bali Polin S. Sitanggang maupun Kasipenkum  Kejati Bali Edwin Beslar. Keduanya tak terkonfirmasi hingga kemarin.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus sugaan korupsi di BPD Bali ini menyusul dengan adanya ketidakwajaran pencairan dana kredit kepada dua kreditur.

Yakni PT. Karya Utama Putera Pratama senilai Rp 150 miliar pada tahun 2013 dan PT. Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar.

Pasalnya selaku kreditur, pemilik PT Karya Utama Putera Pratama dan PT Hakadikon merupakan orang yang sama.

Pencairan kredit untuk PT Karya Utama Putera Pratama terjadi 2013. Pemilik PT inisialnya HS. Pencairan terjadi menjelang suksesi.

Selain proses pencairan yang tidak wajar dan super cepat,   penyerahan objek agunan yang tidak sesuai dengan nilai kredit karena objek agunan yang berada di sekitar Jalan Raya Tuban, Badung merupakan tanah sewa.

Sehingga  selain proses pengajuan kredit tidak sesuai dengan sistem kredit perbankan, nilai atau jumlah dana yang dikucurkan juga tidak sebanding dengan nilai agunan yang dijaminkan.

RadarBali.com – Setelah surat perintah penyidikan (sprindik) terbit,  pihak penyidik dari pidana khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati)  Bali secara marathon terus memeriksa sejumlah pihak terkait kasus dugaan tindak pidana korupsi pemberian kredit investasi di Bank Pembangunan Daerah (BPD) Bali senilai Rp 200 Miliar. 

Setelah memeriksa sejumlah mantan pejabat dan direksi di lingkungan BPD Bali, terbaru penyidik melakukan pemeriksaan dan meminta keterangan ahli. 

Informasi sumber, pemeriksaan untuk meminta keterangan ahli setelah sejumlah saksi terkait sudah dilakukan pemanggilan.

“Saat ini sudah tahap meminta keterangan ahli, “ujar sumber di lingkungan Kejati Bali yang mewanti-wanti agar namanya tidak disebut.

Pihak penyidik bahkan langsung mendatangi saksi ahli dari Jakarta. “Ahli langsung didatangi. Ahli yang dimintai keterangan dari luar Bali, “imbuhnya. 

Selain itu, jauh sebelum meminta keterangan ahli, penyidik juga telah memanggil dan memeriksa jajaran direksi aktif.

Di antara jajaran direksi yang dipanggil dan diperiksa sebagai saksi kasus ini, yakni direktur bisnis non kredit PT BPD Bali.

“Saksi yang dipanggil penyidik terus berkembang. Sementara memang sebelum ahli ada mantan direksi dan terakhir yakni direktur bisnis non kredit, “ujarnya.  

Sayang belum ada keterangan dari Aspidsus  Kejati Bali Polin S. Sitanggang maupun Kasipenkum  Kejati Bali Edwin Beslar. Keduanya tak terkonfirmasi hingga kemarin.

Sebagaimana diketahui, mencuatnya kasus sugaan korupsi di BPD Bali ini menyusul dengan adanya ketidakwajaran pencairan dana kredit kepada dua kreditur.

Yakni PT. Karya Utama Putera Pratama senilai Rp 150 miliar pada tahun 2013 dan PT. Hakadikon Beton Pratama senilai Rp 42 miliar.

Pasalnya selaku kreditur, pemilik PT Karya Utama Putera Pratama dan PT Hakadikon merupakan orang yang sama.

Pencairan kredit untuk PT Karya Utama Putera Pratama terjadi 2013. Pemilik PT inisialnya HS. Pencairan terjadi menjelang suksesi.

Selain proses pencairan yang tidak wajar dan super cepat,   penyerahan objek agunan yang tidak sesuai dengan nilai kredit karena objek agunan yang berada di sekitar Jalan Raya Tuban, Badung merupakan tanah sewa.

Sehingga  selain proses pengajuan kredit tidak sesuai dengan sistem kredit perbankan, nilai atau jumlah dana yang dikucurkan juga tidak sebanding dengan nilai agunan yang dijaminkan.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/