24 C
Jakarta
13 September 2024, 0:42 AM WIB

Buntut Sidang Daring, JPU Tak Bisa Baca Gestur Terdakwa Korupsi

DENPASAR – Kejari Denpasar harus memeras otak untuk menuntaskan sidang korupsi BRI Cabang Gajah Mada Denpasar dengan terdakwa Putu Ririn Lersia Oktavia, 30.

Selain kasus korupsi di BRI Cabang Gajah Mada, Kejari Denpasar juga memiliki pekerjaan berat menangani sidang korupsi pungutan uang parkir di Pasar Kumbasari dengan mantan Kepala Pasar Kumbasari, I Made Alit Nuada, 51.

Kerja keras ini mutlak lantaran sidang dua kasus tersebut yang sebelumnya digelar tatap muka, kini dialihkan menjadi sidang daring atau online.

“Kami menghormati putusan pihak lapas yang meminta sidang daring,” ujar Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa.

Dijelaskan Astawa, sidang daring ini digelar berdasar surat Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Lapas dan rutan diminta lebih selektif guna mencegah penularan Covid-19. Warga binaan yang keluar lapas atau rutan wajib dites swab saat kembali masuk.

Hal itu untuk melindungi warga binaan lain supaya tidak terpapara Covid-19. Sidang daring ini sudah mendapat izin dari hakim.

Menurut Astawa, sidang daring kurang optimal. Selain terhambat sinyal yang kadang gangguan, jaksa penuntut umum (JPU) yang bertugas dalam persidangan tidak bisa membaca gestur terdakwa dan para saksi.

Pembacaan terhadap ekspresi ini sangat penting untuk mendapat keterangan tambahan baru dalam persidangan.

“Terdakwa dan saksi bohong atau tidak bisa dibaca dari gestur dan mimik muka. Kalau sidang online kami tidak bisa melihat itu,” beber Astawa.

Ditanya menyiasati kendala sidang daring, Astawa akan memilah saksi yang dihadirkan. Jika sidang tatap muka bisa menghadirkan banyak saksi untuk dimintai keterangan silang, maka sidang daring saksi terbatas.

“Kesepakatan kami bersama dengan pengacara dan hakim, sidang daring ini dibatasi dua jam. Alasannya agar tidak menghambat sidang lain,” tukasnya.

Terdakwa Ririn diduga menilap dana sebesar Rp 494 juta. Uang tersebut milik dua perusahaan besar, yaitu PT Bali Post dan PT Garuda Indonesia Cabang Denpasar.

Rinciannya uang milik PT Bali Post sebesar Rp 418 juta dan PT Garuda Indonesia sebesar PT 76 juta.

Ririn menggunakan uang tersebut untuk menutupi pinjaman online (pinjol).

Selama ini Ririn terjerat pinjol. Tidak tanggung, ada 12 pinjol yang melilit lulusan D3 Akuntansi itu. Sementara terdakwa Nuada didakwa mengorupsi uang parkir.

Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian Rp 157 juta. Terdakwa memerintahkan petugas parkir untuk menyisihkan uang parkir setiap harinya dengan besaran bervariasi.

Kemudian uang itu harus disetorkan ke tersangka setiap bulannya kepada terdakwa. 

DENPASAR – Kejari Denpasar harus memeras otak untuk menuntaskan sidang korupsi BRI Cabang Gajah Mada Denpasar dengan terdakwa Putu Ririn Lersia Oktavia, 30.

Selain kasus korupsi di BRI Cabang Gajah Mada, Kejari Denpasar juga memiliki pekerjaan berat menangani sidang korupsi pungutan uang parkir di Pasar Kumbasari dengan mantan Kepala Pasar Kumbasari, I Made Alit Nuada, 51.

Kerja keras ini mutlak lantaran sidang dua kasus tersebut yang sebelumnya digelar tatap muka, kini dialihkan menjadi sidang daring atau online.

“Kami menghormati putusan pihak lapas yang meminta sidang daring,” ujar Kasi Pidsus Kejari Denpasar, I Nengah Astawa.

Dijelaskan Astawa, sidang daring ini digelar berdasar surat Dirjen Pemasyarakatan Kementerian Hukum dan HAM RI.

Lapas dan rutan diminta lebih selektif guna mencegah penularan Covid-19. Warga binaan yang keluar lapas atau rutan wajib dites swab saat kembali masuk.

Hal itu untuk melindungi warga binaan lain supaya tidak terpapara Covid-19. Sidang daring ini sudah mendapat izin dari hakim.

Menurut Astawa, sidang daring kurang optimal. Selain terhambat sinyal yang kadang gangguan, jaksa penuntut umum (JPU) yang bertugas dalam persidangan tidak bisa membaca gestur terdakwa dan para saksi.

Pembacaan terhadap ekspresi ini sangat penting untuk mendapat keterangan tambahan baru dalam persidangan.

“Terdakwa dan saksi bohong atau tidak bisa dibaca dari gestur dan mimik muka. Kalau sidang online kami tidak bisa melihat itu,” beber Astawa.

Ditanya menyiasati kendala sidang daring, Astawa akan memilah saksi yang dihadirkan. Jika sidang tatap muka bisa menghadirkan banyak saksi untuk dimintai keterangan silang, maka sidang daring saksi terbatas.

“Kesepakatan kami bersama dengan pengacara dan hakim, sidang daring ini dibatasi dua jam. Alasannya agar tidak menghambat sidang lain,” tukasnya.

Terdakwa Ririn diduga menilap dana sebesar Rp 494 juta. Uang tersebut milik dua perusahaan besar, yaitu PT Bali Post dan PT Garuda Indonesia Cabang Denpasar.

Rinciannya uang milik PT Bali Post sebesar Rp 418 juta dan PT Garuda Indonesia sebesar PT 76 juta.

Ririn menggunakan uang tersebut untuk menutupi pinjaman online (pinjol).

Selama ini Ririn terjerat pinjol. Tidak tanggung, ada 12 pinjol yang melilit lulusan D3 Akuntansi itu. Sementara terdakwa Nuada didakwa mengorupsi uang parkir.

Akibat perbuatan terdakwa, negara mengalami kerugian Rp 157 juta. Terdakwa memerintahkan petugas parkir untuk menyisihkan uang parkir setiap harinya dengan besaran bervariasi.

Kemudian uang itu harus disetorkan ke tersangka setiap bulannya kepada terdakwa. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/