DENPASAR – Tim Hukum I Gede Aryastina atau yang akrab disapa Jrx SID kembali mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar. Kedatangan mereka pada Rabu (10/2) untuk menyerahkan memori kasasi. Penyerahan memori kasasi ini juga bertepatan dengan hari ulang tahun JRX SID.
“Hari ini Kami datang untuk menyerahkan memori kasasi atas Putusan Pengadilan Tinggi Denpasar dan kebetulan juga hari ini bertepatan dengan hari ulang tahun klien kami,” terang I Wayan Gendo Suardana di sela kesempatan itu.
Gendo yang merupakan Ketua Tim Hukum Jrx SID menjelaskan substansi yang diuraikan dalam Memori Kasasi setebal 35 Halaman adalah soal pertimbangan majelis hakim (judex factie) tingkat pertama dan tingkat banding salah menerapkan hukum dan melanggar Pasal 160 ayat (1) hufuf b Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Karena majelis hakim dalam memutus perkara ini tidak memeriksa saksi korban, padahal Pasal 160 ayat (1) hufuf b KUHAP menyatakan bahwa yang pertama kali diperiksa adalah saksi korban.
Gendo menerangkan Postingan Jrx SID yang dilaporkan adalah postingann yang memention akun @ikatandokterindonesia di mana akun tersebut merupakan akun resmi dari Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (PB IDI). Maka sesuai dengan AD/ART PB IDI, yang berhak mewakili PB IDI bertindak ke dalam dan keluar adalah Ketua Umum PB IDI. Namun ternyata faktanya, Ketua Umum PB IDI tidak pernah diperiksa, yang diperiksan saksi pelapor dr. I Gede Putra Suteja yang merupakan ketua IDI Wilayah Bali.
“Oleh karena Judex Factie memutus perkara tanpa memeriksa saksi korban dalam hal ini Ketua Umum PB IDI, maka hal tersebut melanggar ketentuan Pasal 160 ayat (1) huruf b KUHAP,” ujar Gendo.
Selanjutnya, Gendo menegaskan bahwa Judex Factie melanggar Pasal 183 KUHAP karena majelis hakim tidak mempertimbangkan bukti surat dan keterangan ahli yang disampaikan di depan persidangan. Walaupun hakim punya kewenangan untuk menilai, tetapi terlihat hakim tidak secara tepat untuk mempertimbangkan bukti surat, sehingga dalam perkara ini sebenarnya tidak ditemukan 2 (dua) alat bukti yang cukup. “Perkara ini tidak memenuhi 2 (dua) alat bukti yang cukup,” tegasnya.
Dalam Memori Kasasinya Tim Kuasa Hukum Jrx SID juga menguraikan bahwa Judex Factie juga melanggar Pasal 163 KUHAP, dengan tidak menanyakan keterangan yang bertentangan yang disampaikan oleh saksi di depan persidangan. Fakta yang ditemukan adalah ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo dalam persidangan, memberikan 2 (dua) keterangan yang berbeda yang saling bertentangan, dan tidak pernah dipertanyakan oleh hakim.
Padahal Pasal 163 KUHAP pada intinya menyatakan bahwa apabila ada keterangan yang berbeda di depan persidangan, itu wajib ditanyakan oleh hakim. “Faktanya Majelis Hakim tidak pernah mempertanyakan hal tersebut kepada Wahyu Aji Wibowo”. Jelas Gendo.
Selanjutnya Tim Hukum Jrx SID juga menyatakan dalam memori kasasinya bahwa judex factie telah melanggar asas legalitas, khususnya asas lex stricta dan lex certa dalam menerapkan unsur menyebarkan informasi yang ditujukan untuk menimbulkan rasa kebencian atau permusuhan individu dan/atau kelompok masyarakat tertentu berdasarkan atas suku, agama, ras dan antargolongan (SARA). Lebih lanjut, Gendo menjelaskan bahwa hakim salah dalam menerapkan unsur ujaran kebencian, karena fitnah, penghinaan, pernyataan yang berkobar-kobar, pernyataan yang keras tidak selalu bisa menjadi ujaran kebencian. Ujaran kebencian sejatinya adalah untuk melindungi kelompok minoritas berdasarkan suku, agama, dan ras. Selain itu dalam persidangan juga tidak ditemukan bahwa Jrx mengadu domba dua golongan atau lebih. Kesalahan hakim adalah tidak menggali asas legalitas, dan langsung menyimpulkan Jrx melakukan ujaran kebencian adalah sebuah kesalahan “Disana letak kesalahan hakim”. Tegas Gendo.
Gendo melanjutkan alasan memori kasasi yang terakhir adalah judex factie telah salah menerapkan unsur beberapa perbuatan, meskipun masing-masing merupakan kejahatan atau pelanggaran, ada hubungannya sedemikian rupa sehingga harus dipadang sebagai satu perbuatan berlanjut.
Padahal menurut Gendo postingan Jrx di Tanggal 13 Juni 2020 tidak ada kaitannya dengan postingan Jrx Tanggal 15 Juni 2020. Hal tersebut juga telah dipertegas dalam keterangan ahli bahasa Wahyu Aji Wibowo dan ahli bahasa Drs. Jiwa Atmaja, SU. Kedua ahli pada intinya menyatakan postingan 15 Juni tidak ada yang dituju dan postingan tanggal 13 Juni tidak bisa ditautkan dengan postingan tanggal 15 Juni karena masing-masing punya wacana tersendiri.
“Hakim salah menerapkan unsur perbuatan berlanjut. Kami yakin JRX bebas,” imbuh Gendo.