29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:33 AM WIB

Tercium Indikasi Kasus AWK di-86-kan, Pejabat Jembrana Ikut Terseret

DENPASAR – Upaya kepolisian Polda Bali memproses kasus dugaan penganiayaan dengan terlapor anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)

Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK, tampaknya, bakal menemui batu sandungan.  

Berdasar desas desus yang beredar, kasus pidana murni yang dilakukan mantan model dan cover boy itu bakal “di-86-kan”.

Disebut-sebut, korban PTMD, 21, dan keluarganya bakal mencabut laporannya ke polisi. Hebohnya, ada nama pejabat teras di pemkab Jembrana yang dikaitkan dengan kasus ini.

Sang pejabat disebut-sebut turut andil dalam upaya mempengaruhi keluarga korban yang beralamat di Banjar Mertasari, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana.

“(Pejabat) seharusnya melindungi dan memfasilitasi warganya yang miskin materi dan akses hukum untuk mendapatkan keadilan.

Tapi malah berpihak pada orang yang jelas-jelas terduga kuat melakukan kejahatan. Ini citra yang buruk bagi partai dia (pejabat) yang notabene partai wong cilik,” ucap Dwitra Juli Ariana,

petani sekaligus penggiat film dokumenter asal Bangli yang ikut mendampingi korban melapor ke Polda Bali, Minggu (8/3) lalu dengan bukti laporan polisi nomor LP/135/III/2020/Bali/ Spkt tanggal 8 Maret 2020.

Kepada Radarbali.id, pria yang karya filmnya (Sang Pembakar, red) diputar di ajang Cinemasia, Amsterdam, Belanda, mengaku mengantongi rekaman yang menguatkan dugaan intervensi hukum oleh pejabat berlatar belakang partai politik itu.

“Ada rekaman pembicaraan ayah korban dengan seorang teman yang mengadu kalau dia ditekan untuk cabut laporan. Tidak ada respons (ayah korban, red),” ungkap Dwitra.

Dikonfirmasi terpisah, pejabat Jembrana itu tidak merespons upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan. Dihubungi sejak Kamis (4/6) pukul 23.30 hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan memilih bungkam.

Sebelumnya diberitakan, korban PTMD, 21, mengalami penganiayaan pada Kamis, 5 Maret 2020 pukul 12.00 di ruangan tesis Universitas Mahendradatta, Jalan Ken Arok No. 12 Peguyangan, Denpasar Utara.

Korban membubuhkan tanda tangan pada bukti laporan yang diterima Bripka I Kadek Dwi Darmika.

Kuasa hukum korban PTMD, 21, Agung Sanjaya Dwijaksara telah mengantisipasi “akrobatik hukum” yang dilakukan terlapor.

Saking lambatnya, Agung “mencium” ada yang tidak beres dengan proses hukum yang terjadi di Polda Bali.

“Kami para kuasa hukum korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh AWK heran kenapa perkara ini kok penanganannya agak lambat. Kalau Covid-19 dipakai alasan, kami pikir kurang pas.

Bukti-bukti dan saksi yang disyaratkan sebagaimana tercantum dalam KUHP terpenuhi. Korban, saksi, bukti, visum ada dan semua unsur terpenuhi,” ucapnya.

Ungkapan yang sama disampaikan Dwitra Juli Ariana. “Saya sebagai masyarakat sangat kecewa. Kurang apa coba? Saksi lebih dari satu. Bukti visum ada. Di-BAP sudah,” keluhnya. 

DENPASAR – Upaya kepolisian Polda Bali memproses kasus dugaan penganiayaan dengan terlapor anggota Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI)

Shri I Gusti Ngurah Arya Wedakarna Wedasteraputra Suyasa alias AWK, tampaknya, bakal menemui batu sandungan.  

Berdasar desas desus yang beredar, kasus pidana murni yang dilakukan mantan model dan cover boy itu bakal “di-86-kan”.

Disebut-sebut, korban PTMD, 21, dan keluarganya bakal mencabut laporannya ke polisi. Hebohnya, ada nama pejabat teras di pemkab Jembrana yang dikaitkan dengan kasus ini.

Sang pejabat disebut-sebut turut andil dalam upaya mempengaruhi keluarga korban yang beralamat di Banjar Mertasari, Desa Manistutu, Kecamatan Melaya, Jembrana.

“(Pejabat) seharusnya melindungi dan memfasilitasi warganya yang miskin materi dan akses hukum untuk mendapatkan keadilan.

Tapi malah berpihak pada orang yang jelas-jelas terduga kuat melakukan kejahatan. Ini citra yang buruk bagi partai dia (pejabat) yang notabene partai wong cilik,” ucap Dwitra Juli Ariana,

petani sekaligus penggiat film dokumenter asal Bangli yang ikut mendampingi korban melapor ke Polda Bali, Minggu (8/3) lalu dengan bukti laporan polisi nomor LP/135/III/2020/Bali/ Spkt tanggal 8 Maret 2020.

Kepada Radarbali.id, pria yang karya filmnya (Sang Pembakar, red) diputar di ajang Cinemasia, Amsterdam, Belanda, mengaku mengantongi rekaman yang menguatkan dugaan intervensi hukum oleh pejabat berlatar belakang partai politik itu.

“Ada rekaman pembicaraan ayah korban dengan seorang teman yang mengadu kalau dia ditekan untuk cabut laporan. Tidak ada respons (ayah korban, red),” ungkap Dwitra.

Dikonfirmasi terpisah, pejabat Jembrana itu tidak merespons upaya konfirmasi yang dilakukan wartawan. Dihubungi sejak Kamis (4/6) pukul 23.30 hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan memilih bungkam.

Sebelumnya diberitakan, korban PTMD, 21, mengalami penganiayaan pada Kamis, 5 Maret 2020 pukul 12.00 di ruangan tesis Universitas Mahendradatta, Jalan Ken Arok No. 12 Peguyangan, Denpasar Utara.

Korban membubuhkan tanda tangan pada bukti laporan yang diterima Bripka I Kadek Dwi Darmika.

Kuasa hukum korban PTMD, 21, Agung Sanjaya Dwijaksara telah mengantisipasi “akrobatik hukum” yang dilakukan terlapor.

Saking lambatnya, Agung “mencium” ada yang tidak beres dengan proses hukum yang terjadi di Polda Bali.

“Kami para kuasa hukum korban penganiayaan yang diduga dilakukan oleh AWK heran kenapa perkara ini kok penanganannya agak lambat. Kalau Covid-19 dipakai alasan, kami pikir kurang pas.

Bukti-bukti dan saksi yang disyaratkan sebagaimana tercantum dalam KUHP terpenuhi. Korban, saksi, bukti, visum ada dan semua unsur terpenuhi,” ucapnya.

Ungkapan yang sama disampaikan Dwitra Juli Ariana. “Saya sebagai masyarakat sangat kecewa. Kurang apa coba? Saksi lebih dari satu. Bukti visum ada. Di-BAP sudah,” keluhnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/