DENPASAR – Modus pemasaran obat kuat ilegal yang ada di Denpasar dan Badung terkuak di PN Denpasar kemarin.
Salah satu pelakunya adalah Hasan Anwar, 45, pemilik Toko Obat Felin di Jalan Gatot Subroto Nomor 203, Denpasar.
Pria yang tinggal di Buduk, Mengwi, Badung, itu menjadi pesakitan dan terancam pidana penjara selama 15 tahun.
JPU I Kadek Topan Adiputra di muka majelis hakim yang diketuai I Dewa Budi Watsara mengungkapkan, terdakwa berhasil ditangkap setelah petugas Balai Besar POM Denpasar menyamar menjadi pembeli.
Petugas yang menghubungi terdakwa berpura-pura memesan produk barang yang ada di Toko Obat Felin.
Gayung bersambut, terdakwa menyanggupi permintaan dan menyuruh petugas yang menelpon untuk menunggu di toko terdakwa.
“Setelah terdakwa sampai di Toko Obat Felin miliknya, orang yang melakukan pemesanan barang adalah petugas dari Balai Besar POM Denpasar,” jelas JPU Topan.
Saat itulah petugas melakukan pemeriksaan. Petugas menemukan kardus obat merek Cialis sebanyak tiga kotak.
Cialis merupakan produk yang diyakini mengobati disfungsi ereksi atau membangkitkan “burung” yang loyo.
Dari sana petugas juga melakukan penggeledahan di rumah terdakwa. Petugas menemukan obat merek KLG sebanyak sembilan kotak.
Obat ini dipercaya membantu memperbesar alat kelamin pria. Obat herbal untuk pria dewasa lainnya yaitu merek superman satu kotak.
Ditemukan juga obat Africa BlackAnt sebanyak enam kotak. Obat ini dipercaya bisa mengatasi ejakulasi dini.
Ditemukan juga obat kuat merek Black Gorila sebanyak tiga kotak, merek Soloco sebanyak dua kotak, dan merek Lintah Hitam Papua sebanyak satu kotak.
Menariknya, terdakwa mendapat obat-obatan ilegal itu dengan cara membeli secara online dari toko online Lazada.
Obat itu kemudian dijual lagi ke konsumen secara eceran di wilayah Badung dan Denpasar. Terdakwa menjual obat-obatan ilegal itu masing-masing dengan harga mulai dari Rp 75 ribu hingga Rp 175 ribu per kotak.
“Dalam sebulan terdakwa mendapat hasil penjual obat berkisar Rp 5 juta,” jelas JPU Kejati Bali ini.
Bahwa kegiatan mengedarkan sediaan farmasi atau alat kesehatan yang tidak memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat atau kemanfaatan, dan mutu tersebut sudah terdakwa lakukan sejak tahun 2007.
Atas perbuatannya ini, terdakwa dijerat dengan Pasal 197 Jo Pasal 106 ayat (1) UU RI Nomor 36/2009 tentang kesehatan. Sedangkan dalam dakwaan kedua, JPU memasang Pasal 196 Jo Pasal 98 (2) dan ayat (3) UU yang sama.
Terhadap dakwaan ini, terdakwa yang didampingi penasehat hukum Iswahyudi dkk, tidak merasa keberatan.