GIANYAR – Perjalanan panjang kasus ibu pembunuh anak kandung, dengan terdakwa Ni Luh Putu Septiyan Permadani, akhirnya berakhir.
Mahkamah Agung (MA) telah mengeluarkan putusan Kasasi yang diajukan Jaksa Penuntut Umum (JPU). MA memutus Septiyan bersalah dengan hukuman 7 tahun 6 bulan (7,5 tahun).
Putusan MA itu lebih tinggi dibanding vonis Pengadilan Negeri (PN) Gianyar yang dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi Bali dengan hukuman 4,5 tahun.
Vonis 7,5 tahun menggugurkan tuntutan JPU yang sebelumnya menuntut 19 tahun dengan dakwaan pembunuhan berencana.
Kuasa hukum Septiyan, Made Somya Putra, mengaku para pengacara termasuk kliennya legowo atas vonis tersebut.
“Dalam putusan Mahkamah Agung, Jaksa Penuntut Umum tetap gagal membuktikan dakwaannya mengenai pembunuhan berencana.
Terbukti ada disosiasi psikologis dalam kasus ini. Namun hukumannya memang naik menjadi 7,5 tahun,” ujar Somya Putra kemarin.
Dengan vonis yang lebih tinggi 2 tahun, pihak Septiyan telah menerima. “Bagi klien kami sudah ikhlaskan sejak sebelum persidangan.
Sehingga saat ini klien kami akan lebih pada perenungan, pemulihan batin, dan penataan semangat hidup,” jelasnya.
Upaya pemulihan itu, kata Somya dibantu oleh semua pihak. “Baik psikiater, keluarga dan orang-orang yang menyayanginya,” ungkapnya.
Ditanya apakah ingin mengajukan Peninjauan Kembali (PK), pihak Septiyan tidak mengutamakan hal itu.
“Lebih utama pemulihan batin Septyan dan perenungan tersebut. Sehingga ruang upaya hukum Peninjauan Kembali harus jelas kemanfaatannya terlebih dulu,” ungkapnya.
Pihaknya menyerahkan sepenuhnya kewengan eksekusi kepada kejaksaan. Somya sendiri tidak hafal berapa hukuman yang harus dijalani Septiyan setelah dipotong masa tahanan.
“Tentunya jaksa melakukan eksekusi putusan Mahkamah Agung tersebut, dan klien kami akan siap menjalani vonisnya,” tukasnya.
Di tempat terpisah, Humas PN Gianyar, Wawan Edy Prastyo, mengaku belum membaca salinan putusan dari MA secara rinci. Itu karena hampir sepekan, PN Gianyar libur serangkaian Idul Fitri.
Namun, apabila vonis MA turun, berarti putusan telah inkrah. “Kalau kasasi sudah turun, berarti sudah inkrah,” ujar Wawan.
Lanjut Wawan, upaya hukum masih bisa ditempuh. “Setelah ini bisa menempuh upaya hukum luar biasa, berupa Peninjauan Kembali (PK). Yang bisa mengajukan itu adalah terpidana atau ahli warisnya,” tukasnya.
Seperti diketahui, kasus itu terjadi di rumah semasa gadis Septiyan. Kejadian tragis itu berlangsung di sebuah kamar di Banjar Palak, Desa/Kecamatan Sukawati pada 21 Februari 2017 lalu.
Septiyan menghabisi 3 anaknya sekaligus dalam semalam. Dari keterangan sidang, Septiyan yang merupakan guru Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Badung itu membekap satu persatu anak-anaknya.
Usai membekap, Septiyan hendak bunuh diri dengan meminum racun serangga. Lalu Septiyan mengiris tangannya dengan pisau.
Namun upaya Septiyan bunuh diri gagal. Sedangkan 3 anaknya dinyatakan tak bernyawa oleh dokter. Septiyan nekat melakukan aksi itu karena depresi. Dia merasa ditekan oleh suaminya.