DENPASAR- Kasus pengerusakan penjor Galungan milik keluarga Ketut Warka beserta anaknya I Wayan Gede Kartika di Desa Adat Taro Kelod, Desa Taro, Kecamatan Tegallalang kini menyita perhatian masyarakat luas. Penjor milik sekeluarga yang berdiri di depan pekarangan rumah, itu diduga dicabut oleh sejumlah prajuru desa adat Taro Kelod dengan alasan keluarga Ketut Warka dikenai sanksi adat atau kasepekang. Kejadian itu terjadi pada Selasa (7/6/2022) malam.
PHDI Provinsi Bali akhirnya angkat bicara terkait kasus pengrusakan Penjor milik keluarga I Ketut Warkadi di Banjar Taro Kelod, Tegalalang, Gianyar oleh sejumlah Prajuru adat. Kejadian itu berlangsung saat Penampahan Galungan, Selasa (7/6/2022) malam.
Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak secara tegas menegaskan bahwa aksi para prajuru adat itu tak bisa dibenarkan. “Kami memahami dan bisa mengerti, kalau pemilik penjor melaporkannya ke aparat penegak hukum,” kata Ketua PHDI Bali, I Nyoman Kenak Sabtu (11/6/2022).
Kendati demikian Kenak berharap agar masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. Sedangkan upaya hukum harusnya menjadi langkah terakhir. “Mohon para tokoh setempat mendorong penyelesaian kekeluargaan dan diselesaikan akar masalahnya, dan mesti ada sikap berbesar hati dari para pelaku perusakan untuk meminta maaf guna menuju proses penyelesaian kekeluargaan,” tambahnya.
I Nyoman Kenak menambahkan bahwa pengrusakan itu bagian dari merusak simbol suci. “Tapi, kalau diingat bahwa hari suci Galungan dan Kuningan adalah simbol kemenangan dharma melawan adharma yang dirayakan oleh umat Hindu, sepatutnya sesama umat Hindu justru bersama-sama memuliakan hari suci itu, bukannya dengan merusak simbol-simbol suci yang disakralkan seperti penjor tersebut,” tambahnya.