29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:41 AM WIB

Dilaporkan Keluarga Karena Masalah Tanah, Kakek Renta Jadi Pesakitan

DENPASAR – Seorang kakek yang hidup sendiri, I Ketut Sarja, 70, menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Ironisnya, dalam keadaan sakit dan berada di atas kursi roda, Sarja harus menghadapi keluarganya sendiri.  Ia dilaporkan kakak kandung dan keponakannya sendiri.

Dia dituding telah memalsukan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (surat sporadik), saat mengajukan permohonan Program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) atau Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) pada 2017 silam. 

Dengan kondisi sakit dan fisik yang renta, Sarja harus menghadiri sidang maraton dua kali seminggu. Ia didampingi penasihat hukumnya I Wayan Wija dan I Komang Sutrisna.

Terdakwa sempat sakit saat awal-awal sidang dan terjatuh saat mulai sidang pertama Maret lalu. 

Menurut Sutrisna, Sarja ingin membuktikan tanah yang disertifikatkan adalah tanah warisan keluarganya.

Sarja adalah ahli waris satu-satunya. Sedangkan kakak kandung perempuannya sudah kawin keluar. Demikian juga keponakannya.

“Kami di sini hanya mendampingi Pak Sarja. Beliau yang sakit-sakitan ingin mendapat keadilan,’’ tutur Sutrisna diwawancarai sebelum sidang, Kamis (10/7).

Sementara jaksa penuntut umum (JPU) DI Rindayani mendakwa terdakwa dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama yaitu Pasal 263 ayat (1) dan dakwaan kedua Pasal 266 ayat (1) KUHP.

Dengan ancaman dakwaan tersebut, kakek renta ini terancam pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Sidang sendiri sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi. Tanah yang disengketakan tersebut terletak di Jalan Ratna, Gang II Nomor 7 Denpasar.

Dari saksi-saksi yang dihadirkan di depan persidangan, Saksi Kepala Lingkungan, Kelian Banjar Pagan Kaja dan ahli waris pemilik tanah, membenarkan bahwa tanah tersebut dibeli oleh ayah terdakwa yang bernama I Made Rai.

Terdakwa pun disebutkan tinggal di tanah tersebut sampai ayahnya itu meninggal dunia. Saksi dari BPN Denpasar, juga mengungkapkan bahwa anak pelapor pernah mengajukan pemblokiran sertifikat.

Namun, ketika dipanggil untuk melakukan klarifikasi tiga kali berturut-turut tidak pernah hadir. BPN Kota Denpasar akhirnya menyatakan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama I Ketut Sarja dalam program PTSL dinyatakan sah dan blokir dicabut.

Saksi yang hadir sebagai saksi adalah Perbekel Desa Sumerta Kauh, Wayan Sentana yang menyatakan bahwa tanah yang dimohonkan prona oleh Sarja berdasar waris.

Hal itu didapat dari informasi yang dilaporkan pejabat banjar dan saksi-saksi. Katanya, semua persyarakatan sudah dipenuhi.

Termasuk surat sporadik tersebut, sehingga BPN memprosesnya jadi sertifikat. Setelah diumumkan di kantor desa dan disampaikan ke masyarakat.

“Tidak ada keberatan, sampai akhirnya sertifikat keluar. Saya tahu ada konflik ketika diminta jadi saksi di Polda Bali,’’ beber saksi.

Saksi lainnya, adalah Wayan Suanda, adik ipar dari pelapor Ni Made Sadri. Dijelaskan, setelah kakaknya I Nyoman Arnawa menikah dengan pelapor, mereka tinggal bersama mertuanya (Made Rai) di Banjar Pagan, Denpasar.

Sedangkan Arnawa berasal dari Klungkung. “Saya pernah tinggal di rumah itu, tapi tidak tahu yang beli dan siapa yang punya tanah itu.

Setahu saya, terdakwa hanya datang dan pergi di rumah itu,’’ urainya. Sidang akan dilanjutkan pekan depan. 

DENPASAR – Seorang kakek yang hidup sendiri, I Ketut Sarja, 70, menjadi pesakitan di Pengadilan Negeri (PN) Denpasar.

Ironisnya, dalam keadaan sakit dan berada di atas kursi roda, Sarja harus menghadapi keluarganya sendiri.  Ia dilaporkan kakak kandung dan keponakannya sendiri.

Dia dituding telah memalsukan surat pernyataan penguasaan fisik bidang tanah (surat sporadik), saat mengajukan permohonan Program Proyek Operasi Nasional Agraria (Prona) atau Pendaftaran Tanah Sistimatis Lengkap (PTSL) pada 2017 silam. 

Dengan kondisi sakit dan fisik yang renta, Sarja harus menghadiri sidang maraton dua kali seminggu. Ia didampingi penasihat hukumnya I Wayan Wija dan I Komang Sutrisna.

Terdakwa sempat sakit saat awal-awal sidang dan terjatuh saat mulai sidang pertama Maret lalu. 

Menurut Sutrisna, Sarja ingin membuktikan tanah yang disertifikatkan adalah tanah warisan keluarganya.

Sarja adalah ahli waris satu-satunya. Sedangkan kakak kandung perempuannya sudah kawin keluar. Demikian juga keponakannya.

“Kami di sini hanya mendampingi Pak Sarja. Beliau yang sakit-sakitan ingin mendapat keadilan,’’ tutur Sutrisna diwawancarai sebelum sidang, Kamis (10/7).

Sementara jaksa penuntut umum (JPU) DI Rindayani mendakwa terdakwa dengan dua dakwaan. Dakwaan pertama yaitu Pasal 263 ayat (1) dan dakwaan kedua Pasal 266 ayat (1) KUHP.

Dengan ancaman dakwaan tersebut, kakek renta ini terancam pidana penjara paling lama tujuh tahun.

Sidang sendiri sudah memasuki pemeriksaan saksi-saksi. Tanah yang disengketakan tersebut terletak di Jalan Ratna, Gang II Nomor 7 Denpasar.

Dari saksi-saksi yang dihadirkan di depan persidangan, Saksi Kepala Lingkungan, Kelian Banjar Pagan Kaja dan ahli waris pemilik tanah, membenarkan bahwa tanah tersebut dibeli oleh ayah terdakwa yang bernama I Made Rai.

Terdakwa pun disebutkan tinggal di tanah tersebut sampai ayahnya itu meninggal dunia. Saksi dari BPN Denpasar, juga mengungkapkan bahwa anak pelapor pernah mengajukan pemblokiran sertifikat.

Namun, ketika dipanggil untuk melakukan klarifikasi tiga kali berturut-turut tidak pernah hadir. BPN Kota Denpasar akhirnya menyatakan Sertifikat Hak Milik (SHM) atas nama I Ketut Sarja dalam program PTSL dinyatakan sah dan blokir dicabut.

Saksi yang hadir sebagai saksi adalah Perbekel Desa Sumerta Kauh, Wayan Sentana yang menyatakan bahwa tanah yang dimohonkan prona oleh Sarja berdasar waris.

Hal itu didapat dari informasi yang dilaporkan pejabat banjar dan saksi-saksi. Katanya, semua persyarakatan sudah dipenuhi.

Termasuk surat sporadik tersebut, sehingga BPN memprosesnya jadi sertifikat. Setelah diumumkan di kantor desa dan disampaikan ke masyarakat.

“Tidak ada keberatan, sampai akhirnya sertifikat keluar. Saya tahu ada konflik ketika diminta jadi saksi di Polda Bali,’’ beber saksi.

Saksi lainnya, adalah Wayan Suanda, adik ipar dari pelapor Ni Made Sadri. Dijelaskan, setelah kakaknya I Nyoman Arnawa menikah dengan pelapor, mereka tinggal bersama mertuanya (Made Rai) di Banjar Pagan, Denpasar.

Sedangkan Arnawa berasal dari Klungkung. “Saya pernah tinggal di rumah itu, tapi tidak tahu yang beli dan siapa yang punya tanah itu.

Setahu saya, terdakwa hanya datang dan pergi di rumah itu,’’ urainya. Sidang akan dilanjutkan pekan depan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/