32.7 C
Jakarta
22 November 2024, 15:14 PM WIB

Citra Sasmita: Kasus Potong Kaki Tragedi Besar Umat Manusia

RadarBali.com – Prahara rumah tangga berujung pemotongan kaki kiri Ni Putu Kariani, 33, oleh suaminya sendiri Kadek Adi Waisaka Putra, 36, tak hanya menjadi perhatian serius bagi P2TP2A Provinsi Bali, Badung, dan Buleleng.

Citra Sasmita, perupa perempuan kelahiran Tabanan merespons tragedi di Banjar Uma Buluh, Canggu, Kuta Utara, Rabu (5/9) itu lewat sebuah karya seni.

Sketsa yang diunggah lewat facebook dan instagram, Sabtu (9/9) pukul 12.32 tersebut menggambarkan sosok seorang wanita yang memegang potongan kakinya sendiri.

Alumnus Jurusan Fisika, Universitas Pendidikan Ganesha yang aktif berpameran sejak 2012 itu menyebut kasus pemotongan kaki tersebut sebagai tragedi besar umat manusia.

Di laman akun media sosialnya Citra menulis feminisme tidak bisa lagi hanya berbicara tentang shell luar dari status sosial dan posisi wanita karena sistem telah meracuni pikiran manusia untuk membangkitkan keinginan gelap mereka seolah-olah itu adalah naluri alami; itu adalah untuk brutal dalam masalah diri.

Kebrutalan tersebut, tulisnya, menjadi masif dan diperkuat dalam beberapa aspek, orientasi seksual, religius, dan idealisme palsu.

“Karena konsentrasi saya di seni rupa memang mengangkat permasalahan perempuan. Dalam bahasa simbolis,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Terkait status yang diunggahnya, Citra mengaku mengkritik sistem patriarki yangg ekses atau dampaknya selama ini mensubordinasi kaum perempuan.

“Lebih parah lagi ketika sudah masuk relasi kuasa menyangkut seksualitas, konservatisme agama, dan identitas semu yang menjadi motif aktualisasi seseorang. Dalam kasus ini relasi seksualitas antara suami-istri, suami menunjukkan maskulinitasnya justru dengan tindakan kekerasan,” ucapnya.

Sembari menyebut sketsa tersebut ditulis di kertas ukuran A3 carcoal, Citra menyatakan praktik seni rupa yang mengangkat permasalahan sosial sesungguhnya cukup banyak menuai kritik.

“Tapi bagi saya seniman mestinya mempunyai sensitivitas dalam membawa sebuah permasalahan sosial menjadi sebuah diskursus. Bukan hanya terjebak soal estetika. Karena karya mempuyai fungsi untuk membaca kondisi zaman, sosio dan kultural,” tegas istri penyair sekaligus penulis asal Banyumas, Jawa Tengah, Dwi S. Wibowo. 

RadarBali.com – Prahara rumah tangga berujung pemotongan kaki kiri Ni Putu Kariani, 33, oleh suaminya sendiri Kadek Adi Waisaka Putra, 36, tak hanya menjadi perhatian serius bagi P2TP2A Provinsi Bali, Badung, dan Buleleng.

Citra Sasmita, perupa perempuan kelahiran Tabanan merespons tragedi di Banjar Uma Buluh, Canggu, Kuta Utara, Rabu (5/9) itu lewat sebuah karya seni.

Sketsa yang diunggah lewat facebook dan instagram, Sabtu (9/9) pukul 12.32 tersebut menggambarkan sosok seorang wanita yang memegang potongan kakinya sendiri.

Alumnus Jurusan Fisika, Universitas Pendidikan Ganesha yang aktif berpameran sejak 2012 itu menyebut kasus pemotongan kaki tersebut sebagai tragedi besar umat manusia.

Di laman akun media sosialnya Citra menulis feminisme tidak bisa lagi hanya berbicara tentang shell luar dari status sosial dan posisi wanita karena sistem telah meracuni pikiran manusia untuk membangkitkan keinginan gelap mereka seolah-olah itu adalah naluri alami; itu adalah untuk brutal dalam masalah diri.

Kebrutalan tersebut, tulisnya, menjadi masif dan diperkuat dalam beberapa aspek, orientasi seksual, religius, dan idealisme palsu.

“Karena konsentrasi saya di seni rupa memang mengangkat permasalahan perempuan. Dalam bahasa simbolis,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Bali.

Terkait status yang diunggahnya, Citra mengaku mengkritik sistem patriarki yangg ekses atau dampaknya selama ini mensubordinasi kaum perempuan.

“Lebih parah lagi ketika sudah masuk relasi kuasa menyangkut seksualitas, konservatisme agama, dan identitas semu yang menjadi motif aktualisasi seseorang. Dalam kasus ini relasi seksualitas antara suami-istri, suami menunjukkan maskulinitasnya justru dengan tindakan kekerasan,” ucapnya.

Sembari menyebut sketsa tersebut ditulis di kertas ukuran A3 carcoal, Citra menyatakan praktik seni rupa yang mengangkat permasalahan sosial sesungguhnya cukup banyak menuai kritik.

“Tapi bagi saya seniman mestinya mempunyai sensitivitas dalam membawa sebuah permasalahan sosial menjadi sebuah diskursus. Bukan hanya terjebak soal estetika. Karena karya mempuyai fungsi untuk membaca kondisi zaman, sosio dan kultural,” tegas istri penyair sekaligus penulis asal Banyumas, Jawa Tengah, Dwi S. Wibowo. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/