26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:50 AM WIB

MENYENGAT! Serahkan Memori Banding JRX, Gendo Nilai Hakim Gagal Paham

DENPASAR – Wayan “Gendo” Suardana bersama tim kuasa hukum JRX SID lainnya mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar, Jumat (11/12). Mereka datang untuk menyerahkan memori banding setebal 72 halaman.

“Kami akan menyerahkan memori banding atas klien kami JRX, setebal 72 halaman dan kami lengkapi dengan catatan notulensi persidangan,” kata Gendo saat ditemui di Pengadilan Negeri Denpasar. 

Dijelaskannya, bahwa catatan notulensi persidangan itu disertakan ke dalam memori banding karena kuasa hukum menganggap ada banyak keterangan ahli yang tidak dimasukkan. “Yang dimasukan hanya yang memberatkan terdakwa, tapi yang meringankan dibuang. Akirnya kami lengkapi,” ujar Gendo. 

Lanjut dia, contohnya di mana menurut Gendo bahwa hubungan konseptual IDI dan WHO yang bisa kemudian dimaknai sebagai IDI kacung WHO, dalam konteks anggota IDI menjalankan rekomendasi WHO atas prosedur rapid test. Di dalam praktiknya bertentangan kode etik dokter Indonesia yang harusnya mengutamakan keselamatan pasien. 

“Dalam pertimbangan hakim keterangan Widiasa, SOP wajib rapid test berasal dari WHO hilang. Alat bukti surat yang menunjukkan adanya hubungan konseptual IDI dan WHO hilang sehingga kemudian pertimbangan hakim menyatakan jika JRX mengatakan IDI kacung WHO seolah bukan fakta dan jadi fitnah,” urai Gendo.

Sementara itu, di sisi lain beberapa keterangan yang meringankan bagi JRX juga dianggap hilang. Seperti latar belakang sosial JRX yang anti-rasisme, dan juga humanis serta tidak pernah melakukan provokasi kebencian terhadap dokter. Padahal itu penting dipertimbangkan untuk meringankan hukuman terhadap JRX. 

Sehingga Gendo menilai hakim gagal memahami konteks ujaran kebencian. Dikatakannya, ujaran biasa dan ujaran kebencian itu pokoknya ada pada niat. “Kemudian jika ada fitnah penghinaan jika sepanjang tidak ada membenci itu sebetulnya gak bisa masuk. Ujaran kebencian bentuknya bisa fitnah penghinaan, ya. Tapi tidak setiap penghinaan, setiap ujaran berkoar yang di dalamnya mengandung kata kasar adalah ujaran kebencian, tidak begitu. Hakim gagal memahami itu lalu mengkonstruksi hukummya menghilangkan keterangan meringankan terdakwa dan hanya memasukan yang memberatkan. Itu point memori banding kami,” tandas Gendo.

DENPASAR – Wayan “Gendo” Suardana bersama tim kuasa hukum JRX SID lainnya mendatangi Pengadilan Negeri Denpasar, Jumat (11/12). Mereka datang untuk menyerahkan memori banding setebal 72 halaman.

“Kami akan menyerahkan memori banding atas klien kami JRX, setebal 72 halaman dan kami lengkapi dengan catatan notulensi persidangan,” kata Gendo saat ditemui di Pengadilan Negeri Denpasar. 

Dijelaskannya, bahwa catatan notulensi persidangan itu disertakan ke dalam memori banding karena kuasa hukum menganggap ada banyak keterangan ahli yang tidak dimasukkan. “Yang dimasukan hanya yang memberatkan terdakwa, tapi yang meringankan dibuang. Akirnya kami lengkapi,” ujar Gendo. 

Lanjut dia, contohnya di mana menurut Gendo bahwa hubungan konseptual IDI dan WHO yang bisa kemudian dimaknai sebagai IDI kacung WHO, dalam konteks anggota IDI menjalankan rekomendasi WHO atas prosedur rapid test. Di dalam praktiknya bertentangan kode etik dokter Indonesia yang harusnya mengutamakan keselamatan pasien. 

“Dalam pertimbangan hakim keterangan Widiasa, SOP wajib rapid test berasal dari WHO hilang. Alat bukti surat yang menunjukkan adanya hubungan konseptual IDI dan WHO hilang sehingga kemudian pertimbangan hakim menyatakan jika JRX mengatakan IDI kacung WHO seolah bukan fakta dan jadi fitnah,” urai Gendo.

Sementara itu, di sisi lain beberapa keterangan yang meringankan bagi JRX juga dianggap hilang. Seperti latar belakang sosial JRX yang anti-rasisme, dan juga humanis serta tidak pernah melakukan provokasi kebencian terhadap dokter. Padahal itu penting dipertimbangkan untuk meringankan hukuman terhadap JRX. 

Sehingga Gendo menilai hakim gagal memahami konteks ujaran kebencian. Dikatakannya, ujaran biasa dan ujaran kebencian itu pokoknya ada pada niat. “Kemudian jika ada fitnah penghinaan jika sepanjang tidak ada membenci itu sebetulnya gak bisa masuk. Ujaran kebencian bentuknya bisa fitnah penghinaan, ya. Tapi tidak setiap penghinaan, setiap ujaran berkoar yang di dalamnya mengandung kata kasar adalah ujaran kebencian, tidak begitu. Hakim gagal memahami itu lalu mengkonstruksi hukummya menghilangkan keterangan meringankan terdakwa dan hanya memasukan yang memberatkan. Itu point memori banding kami,” tandas Gendo.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/