DENPASAR – Kasus ambruknya ornamen dinding di sisi barat Pasar Badung, Denpasar, tampaknya kecil kemungkinan bisa berlanjut ke ranah hukum.
Pasalnya, hasil kajian dari kontraktor PT Nindya Karya, bahwa kerusakan terjadi diakibatkan pergerakan struktur tanah.
Dengan menyalahkan tanah, dengan kata lain kontraktor mengklaim kerusakan bukan karena adanya kelalaian atau kesalahan teknis pengerjaan.
Kinerja Kejari Denpasar yang mengawal kasus ini sampai saat ini masih stagnan alias jalan di tempat.
“Kajian kerusakan dari kontraktor PT Nindya Karya sudah selesai. Hasilnya, secara umum diakibatkan pergerakan struktur tanah.
Tapi, untuk kajian teknis secara menyeluruh terhadap bangunan Pasar Badung belum keluar kajiannya,” jelas Kasi Intel Kejari Denpasar, I Gusti Ngurah Agung Ary Kusuma kepada Jawa Pos Radar Bali, kemarin.
Ditambahkan, hasil kajian dari kontraktor akan dikaji ulang tim ahli bangunan gedung dari Dinas PUPR Kota Denpasar.
Menurut Ary, karena saat ini gedung masih masa perawatan atau pemeliharaan, maka yang membuat kajian kerusakan adalah rekanan.
Sebelum masa pemeliharaan berkahir, uang jaminan kontraktor sebesar Rp 3 miliar lebih tidak bisa dicairkan oleh kontraktor.
Ditanya langkah kejaksaan selanjutnya, Ary mengatakan masih menunggu kajian komprehensif dari rekanan maupun tim ahli bangunan gedung sambil menunggu masa pemeliharaan berakhir pada 25 Juni 2020.
Pun saat ditanya potensi kasus ini naik kelas menjadi penyidikan, Ary tidak berani memastikan.
“Kami belum boleh melakukan penyelidikan karena masih masa pemeliharaan dan menunggu kajian menyeluruh,” ucapnya.
Nilai pembangunan Pasar Badung ini memang cukup fantastis. Tahap satu pelaksanaan menggunakan dan tugas pembantuan dari Kementerian Perdagangan senilai Rp 75 miliar.
Sedangkan pembangunan tahap dua menggunakan dana APBD Kota Denpasar sebesar Rp 61,8 miliar.
Namun, pasar yang disanjung Presiden Jokowi sebagai pasar tradisional termegah di Indonesia, itu tidak ada hujan tidak ada angin, tiba-tiba hiasan ornamennya rontok.