DENPASAR – Mantan Bendesa Adat Selat, Bangli, I Made Ridjasa kembali duduk di kursi panas Pengadilan Tipikor Denpasar, kemarin (11/2).
Dengan didampingi pengacaranya, pria 75 tahun itu mendengarkan tanggap jaksa penuntut umum (JPU) atas pledoi yang disampaikan terdakwa.
JPU dari Kejari Bangli bergeming alias tetap pada tuntutannya, yakni mengajukan tuntutan 15 bulan penjara.
Dalam perkara ini, Ridjasa disebut selaku Pengawas LPD tidak pernah melaksanakan tugasnya sebagai pengawas dan turut mengetahui
pinjaman dana Usaha Ekonomi Produktif (UEP) pada 2013 lalu yang tidak pernah disalurkan kepada 21 nama-nama pemohon.
Sementara itu, dalam pledoinya terdakwa mengajukan pledoi tulis tangan dengan judul “Tuntutan Bui Untuk Seorang Pengabdi”.
Dalam pledoinya terdakwa mengungkit pengabdiannya selama 27 tahun menjadi Bendesa di Desa Selat.
“Saya mengabdi sejak 1993 hingga 2019 selama 27 tahun. Itu semua bukan keinginan saya. Saya ditunjuk oleh krama desa adat,” ungkap terdakwa di muka majelis hakim yang diketuai Esthar Oktavi.
Ia juga mengaku ditunjuk sebagai Kepala Badan Pengawas LPD tanpa digaji. Pria yang selalu mengenakan baju adat madya putih itu menyebut tandatangannya dipalsukan dalam pencairan dana UEP tersebut.
Dirinya hanya diberitahu secara lisan setelah dana tersebut cair. “Saya juga tidak ada mengambil satu sen pun uang itu. Melihat pun tidak, apalagi mengambil,” tukasnya.
Diakhir pledoi, Ridjasa meminta hukuman seadil-adilnya kepada majelis hakim. Sementara dalam pledoi kuasa hukum terdakwa
yang dibacakan Ngakan Kompyang Dirga, Denny Sambeka dan Ni Wayan Marini mengungkap kejanggalan-kejanggalan dalan sidang.
Diantaranya JPU yang tidak memberikan BAP secara lengkap kepada kuasa hukum terdakwa.