33.4 C
Jakarta
20 November 2024, 13:27 PM WIB

Ditangkap, Dua Tersangka Pungli Praperadilkan Polisi dan Jaksa

DENPASAR – Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Hartono, 45, dan I Gusti Arya Dirawan, 67, dalam kasus pungutan liar (pungli) pembayaran kompensasi pembuatan jalan di Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan, menuai perlawanan.

 

Perlawanan keduanya, karena pihaknya menilai surat penangkapan dan penahanan Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar tidak sah.

 

Diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana, kedua tersangka ini mempraperadilkan pihak Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar.

 

Sayang, pada sidang praper dengan  Hakim tunggal, Ni Made Purnami menunda sidang. Sidang ditunda karena pihak termohon yakni Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar tidak hadir alias mangkir tanpa alasan jelas.

 

 

Kasus pungutan liar (pungli) terkait pembayaran kompensasi Jalan Mina Utama, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan yang ditangani Polresta Denpasar dengan dua tersangka yaitu Hartono, 45 dan I Gusti Arya Dirawan, 67 terancam buyar. Kedua tersangka resmi mengajukan praperadilan untuk surat penangkapan dan penahanan karena tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

 

Dalam sidang perdana di PN Denpasar, Senin (12/11) dengan hakim tunggal Ni Made Purnami, tersangka Hartono dan Dirawan diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana. Namung sayangnya, termohon dalam hal ini Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar mangkir dalam sidang dengan alasan tidak jelas. Hakim kembali menjadwalkan sidang kedua pada Selasa (13/11) hari ini.

 

“Memerintahkan termohon untuk menutup atau menghentikan penyidikan atas perkara ini,” tegas pengacara tersangka Sudana.

 

Dijelaskan Sudana, bergulirnya praperadilan berawal dari I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan Mina Utama.

 

Namun rumah tersebut dibongkar oleh Suryawan dan dijadikan akses jalan menuju tanah yang berada di belakang perumahan tersebut. Suryawan sendiri adalah pengembang perumahan

 

Setelah itu, Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan elit dengan menggunakan Jalan Mina Utama. Warga yang resah dan terganggu melakukan rapat.

“Warga merasa terganggu dan minta truk dan pengangkut bahan bangunan tidak melewati Jalan Mina Utama,” tutur Sudana.

 

Menindaklanjuti hal itu, warga rapat pada 28 Desember 2017 dan membentuk Kelompok Warga Mina Utama dengan tersangka I Gusti Arya Dirawan sebagai Ketua dan Hartono sebagai Humas.

 

“Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan Suryawan sebagai pemilik proyek. Akhirnya disepakati pembayaran kompensasi jalan untuk Kelompok Warga Mina Utama sebesar Rp 5 miliar. Pembayaran kompensasi ini disepakati kedua belah pihak,” beber Sudana.

 

Realisasi pembayaran kompensasi itu dilakukan pada 5 Agustus di Warung Mina, Renon. Pemilik proyek Suryawan datang bersama pengacaranya. Sementara Kelompok Warga Minta Utama diwakili tersangka Hartono dan Dirawan. Saat itu diserahkan uang tunai Rp 100 juta dan dua buah cek Rp 2,4 miliar dan 2,5 miliar sebagai pembayaran kompensasi. 

 

Apes, setelah menerima uang kompensasi keduanya ditangkap oleh petugas Polresta Denpasar. Sudana menyebut proses penangkapan hingga penahanan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

 

Salah satu pertimbangan yaitu pembuktian yang dilakukan tidak berdasarkan adanya bukti yang sah terhadap unsur dalam pasal tersebut yaitu adanya paksaan atau ancaman kekerasan.

 

Pemberian kompensasi juga sudah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Sehingga jika ada permasalahan dalam pemberian kompensasi adalah menyangkut hukum keperdataan.

 

DENPASAR – Penangkapan dan penetapan tersangka terhadap Hartono, 45, dan I Gusti Arya Dirawan, 67, dalam kasus pungutan liar (pungli) pembayaran kompensasi pembuatan jalan di Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan, menuai perlawanan.

 

Perlawanan keduanya, karena pihaknya menilai surat penangkapan dan penahanan Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar tidak sah.

 

Diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana, kedua tersangka ini mempraperadilkan pihak Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar.

 

Sayang, pada sidang praper dengan  Hakim tunggal, Ni Made Purnami menunda sidang. Sidang ditunda karena pihak termohon yakni Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar tidak hadir alias mangkir tanpa alasan jelas.

 

 

Kasus pungutan liar (pungli) terkait pembayaran kompensasi Jalan Mina Utama, Suwung Batan Kendal, Sesetan, Denpasar Selatan yang ditangani Polresta Denpasar dengan dua tersangka yaitu Hartono, 45 dan I Gusti Arya Dirawan, 67 terancam buyar. Kedua tersangka resmi mengajukan praperadilan untuk surat penangkapan dan penahanan karena tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

 

Dalam sidang perdana di PN Denpasar, Senin (12/11) dengan hakim tunggal Ni Made Purnami, tersangka Hartono dan Dirawan diwakili kuasa hukumnya, Made Sudana dan I Wayan Adnyana. Namung sayangnya, termohon dalam hal ini Polresta Denpasar dan Kejari Denpasar mangkir dalam sidang dengan alasan tidak jelas. Hakim kembali menjadwalkan sidang kedua pada Selasa (13/11) hari ini.

 

“Memerintahkan termohon untuk menutup atau menghentikan penyidikan atas perkara ini,” tegas pengacara tersangka Sudana.

 

Dijelaskan Sudana, bergulirnya praperadilan berawal dari I Gusti Made Suryawan membeli satu unit rumah di Perum Sambada yang berada di Jalan Mina Utama.

 

Namun rumah tersebut dibongkar oleh Suryawan dan dijadikan akses jalan menuju tanah yang berada di belakang perumahan tersebut. Suryawan sendiri adalah pengembang perumahan

 

Setelah itu, Suryawan mulai melakukan aktivitas pembangunan perumahan elit dengan menggunakan Jalan Mina Utama. Warga yang resah dan terganggu melakukan rapat.

“Warga merasa terganggu dan minta truk dan pengangkut bahan bangunan tidak melewati Jalan Mina Utama,” tutur Sudana.

 

Menindaklanjuti hal itu, warga rapat pada 28 Desember 2017 dan membentuk Kelompok Warga Mina Utama dengan tersangka I Gusti Arya Dirawan sebagai Ketua dan Hartono sebagai Humas.

 

“Selanjutnya dilakukan pembicaraan dengan Suryawan sebagai pemilik proyek. Akhirnya disepakati pembayaran kompensasi jalan untuk Kelompok Warga Mina Utama sebesar Rp 5 miliar. Pembayaran kompensasi ini disepakati kedua belah pihak,” beber Sudana.

 

Realisasi pembayaran kompensasi itu dilakukan pada 5 Agustus di Warung Mina, Renon. Pemilik proyek Suryawan datang bersama pengacaranya. Sementara Kelompok Warga Minta Utama diwakili tersangka Hartono dan Dirawan. Saat itu diserahkan uang tunai Rp 100 juta dan dua buah cek Rp 2,4 miliar dan 2,5 miliar sebagai pembayaran kompensasi. 

 

Apes, setelah menerima uang kompensasi keduanya ditangkap oleh petugas Polresta Denpasar. Sudana menyebut proses penangkapan hingga penahanan tidak sah dan tidak berdasarkan hukum.

 

Salah satu pertimbangan yaitu pembuktian yang dilakukan tidak berdasarkan adanya bukti yang sah terhadap unsur dalam pasal tersebut yaitu adanya paksaan atau ancaman kekerasan.

 

Pemberian kompensasi juga sudah berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.

Sehingga jika ada permasalahan dalam pemberian kompensasi adalah menyangkut hukum keperdataan.

 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/