33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 12:30 PM WIB

Rugikan Tommy Winata Ratusan Miliar,Bos Kuta Paradiso Terancam 7 Tahun

DENPASAR – Pemandangan tak lazim tampak di PN Denpasar, kemarin (12/11). Ratusan orang memadati Ruang Sidang Cakra. Mereka rupanya karyawan Hotel Kuta Paradiso.

Mereka datang untuk menyaksikan sang bos Harijanto Karjadi, 65, menjalani sidang kasus pemalsuan akta otentik dan penggelapan.

Harijanto sendiri tampak tenang. Pria berbadan tambun itu menjadi pesakitan lantaran didakwa didakwa melakukan tindak pidana.

Korbannya bukan orang sembarangan, yaitu pengusaha nasional Tomy Winata (TW) senilai USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar lebih. Terdakwa terancam hukuman tujuh tahun penjara.

Jaksa penuntut umum (JPU) Ketut Sujaya dkk menjerat terdakwa dengan pasal berlapis. “Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dan diancam

pidana Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan Pasal 372 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU Sujaya di muka majelis hakim yang diketuai Soebandi.

Selanjutnya JPU membeber kronologis tindak pidana yang dilakukan Harijanto bersama kakaknya, Hartono Karijadi (DPO).

Kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit Nomor 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani

PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000.

Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plaza Kuta, Badung.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi,

Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti.

Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar.

Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP.

“Namun, saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya,” imbuh JPU.

Terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono

bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005.

Selain melaporkan secara pidana, korban yang merupakan pengusaha yang akrab disapa TW ini juga melakukan gugatan perdata di PN Jakarta Pusat dengan register perkara No. 223/pdt.G/Jkt. Pst.

Di lain sisi, melihat sang bos menjadi pesakitan, karyawan yang hadir mengaku kedatangan mereka member dukungan moral.

“Kami solidaritas, sekaligus memberi dukungan moral, karena selama ini beliau baik kepada karyawan,” ujar salah seorang karyawan. 

DENPASAR – Pemandangan tak lazim tampak di PN Denpasar, kemarin (12/11). Ratusan orang memadati Ruang Sidang Cakra. Mereka rupanya karyawan Hotel Kuta Paradiso.

Mereka datang untuk menyaksikan sang bos Harijanto Karjadi, 65, menjalani sidang kasus pemalsuan akta otentik dan penggelapan.

Harijanto sendiri tampak tenang. Pria berbadan tambun itu menjadi pesakitan lantaran didakwa didakwa melakukan tindak pidana.

Korbannya bukan orang sembarangan, yaitu pengusaha nasional Tomy Winata (TW) senilai USD 20.389.661 atau sekitar Rp 285 miliar lebih. Terdakwa terancam hukuman tujuh tahun penjara.

Jaksa penuntut umum (JPU) Ketut Sujaya dkk menjerat terdakwa dengan pasal berlapis. “Perbuatan terdakwa sebagaimana dimaksud dan diancam

pidana Pasal 226 ayat (1) dan ayat (2) KUHP dan Pasal 372 juncto pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” ujar JPU Sujaya di muka majelis hakim yang diketuai Soebandi.

Selanjutnya JPU membeber kronologis tindak pidana yang dilakukan Harijanto bersama kakaknya, Hartono Karijadi (DPO).

Kasus ini berawal dari akta perjanjian pemberian kredit Nomor 8 tanggal 28 November 1995 yang dibuat di notaris Hendra Karyadi yang ditandatangani

PT Geria Wijaya Prestige (GWP) yang diwakili terdakwa Harijanto Karjadi selaku Direktur Utama dan Hermanto Karjadi sebagai Direktur.

Dalam perjanjian tersebut PT GWP mendapat pinjaman dari Bank Sindikasi (gabungan 7 bank) sebesar USD 17.000.000.

Pinjaman kredit tersebut PT GWP untuk membangun Hotel Sol Paradiso yang kini telah berganti nama menjadi Hotel Kuta Paradiso di Jalan Kartika Plaza Kuta, Badung.

Sebagai jaminan kredit, PT GWP menyerahkan tiga sertifkat HGB di Kuta serta gadai saham PT GWP milik Harijanto Karjadi,

Hermanto Karjadi dan Hartono Karjadi kepada Bambang Irawan sebagai kuasa PT Bank PDFCI yang nantinya bergabung dengan Bank Danamon sebagai agen jaminan.

Dalam rapat kreditur PT GWP yang digelar Maret 2005, Bank Danamon mengundurkan diri sebagai agen jaminan dan menunjuk PT Bank Multicor selaku agen pengganti.

Bank Multicor sendiri akhirnya berubah hingga akhirnya piutang PT GWP dipegang PT Bank China Cntruction Bank Indonesia (CCB Indonesia).

Selanjutnya korban Tommy Winata membeli piutang PT GWP. Harga piutang yang dialihkan CCB Indonesia kepada pembeli adalah Rp 2 miliar.

Dengan adanya akta tersebut, Tomy Winata merupakan orang yang berhak menagih utang kepada PT GWP.

“Namun, saat dicek oleh Dezrizal yang merupakan kuasa hukum Tomy Winata, ada beberapa kejanggalan dalam kredit PT GWP. Salah satunya adalah jual beli saham antara Hartono Karjadi dengan Sri Karjadi yang merupakan adiknya,” imbuh JPU.

Terdakwa Harijanto Karjadi yang memberikan persetujuan pergantian pemegang saham PT GWP. Padahal dia mengetahui bahwa Hartono

bersama-sama terdakwa Harojanto dan Hermanto Karijadi telah menjaminkan sahamnya kepada Bank Sindikasi sesuai akta gadai saham No 28 tanggal 28 November 2005.

Selain melaporkan secara pidana, korban yang merupakan pengusaha yang akrab disapa TW ini juga melakukan gugatan perdata di PN Jakarta Pusat dengan register perkara No. 223/pdt.G/Jkt. Pst.

Di lain sisi, melihat sang bos menjadi pesakitan, karyawan yang hadir mengaku kedatangan mereka member dukungan moral.

“Kami solidaritas, sekaligus memberi dukungan moral, karena selama ini beliau baik kepada karyawan,” ujar salah seorang karyawan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/