NEGARA – Putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang membebaskan K. Rawi Adnyani dari dakwaan dugaan korupsi pengembangan pertanian terpadu (pepadu) seakan menjadi angin segar sekaligus celah bagi tersangka lain.
Bahkan atas bebasnya terdakwa K.Rawi, Polisi Didesak untuk mencabut status tersangka pada Ketut Wisada, selaku pejabat pembuat komitmen yang menjadi tersangka dalam kasus ini.
Seperti disampaikan I Made Dwipa Negara, kuasa hukum Ketut Wisada.
Menurutnya, putusan kasasi sudah menegaskan bahwa perbuatan terdakwa tidak unsur perbuatan melawan hukum dan menyalahgunakan wewenang. Sehingga semestinya polisi mencabut status tersangka mantan kepala bidang pertanian tersebut.
“Kalau membaca putusan kasasi, tidak ada perbuatan melawan hukum, dihentikan saja (penyidikan),” tegasnya.
Melihat putusan kasasi tersebut, pihaknya mendesak polisi mengeluarkan Surat Penghentian Penyidikan Perkara (SP3), sehingga Wisada sudah tidak menyandang status tersangka yang sudah berlangsung sejak setahun lalu. “Karena tidak ada perbuatan melawan hukum, untuk apa dilanjutkan,” tegasnya.
Karena status tersangka tersebut, Ketut Wisada yang pensiun sejak 1 Januari lalu, nasibnya terkatung-katung, tidak dipensiunkan atau diberhentikan.
Akibat status quo tersebut, Wisada juga tidak menerima gaji dan tidak menerima uang pensiun. “Tinggal menunggu saja dari kepolisian, kalau sudah dihentikan sudah tidak ada masalah. Haknya sebagai pegawai selanjutnya harus diproses,” tegasnya.
Keputusan status quo oleh pemerintah kabupaten Jembrana tersebut berdasarkan hasil dari konsultasi Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumberdaya Manusia (BKPSDM) dengan Badan Kepegawaian Nasional di Jakarta. Ketut Wisada tidak bisa pensiun sebelum ada putusan hukum tetap dari pengadilan terkait kasus hukum yang menjeratnya.
Diketahui sebelumnya, MA memutus kasasi menolak kasasi dari Kejari Jembrana. Artinya, putusan terhadap K. Rawi Adnyani, direktur pemenang lelang sapi, seperti pada putusan tingkat pertama, yakni tidak ada perbuatan melawan hukum. Sehingga tersangka ain seperti Yaya Hariono, bendahara perusahaan dan Ketut Wisada selaku pejabat pembuat komitmen, berpeluang untuk bebas