BANGLI – Mantan bupati Bangli, I Nengah Arnawa, 59, kembali menjadi tersangka kasus Upah Pungut (UP) pertambangan fiktif.
Selasa kemarin (15/5), Arnawa yang tidak ditahan itu seorang diri mendatangi Kejaksaan Negeri (Kejari) Bangli untuk mengembalikan kerugian negara sebesar Rp 42 juta. Namun pengembalian belum berjalan mulus.
Kasi Pidsus Kejari Bangli, Elan Jaelani, menyatakan Arnawa datang tidak membawa penasihat hukum (PH). “Karena pak Arnawa tidak membawa PH, maka dananya belum bisa kami terima,” ujar Elan Jaelani, di kantor Kejari kemarin.
Kejari akan menunggu Arnawa membawa PH. Barulah, dana tersebut bisa diterima. Ketika sudah diterima, selama sidang, dana itu dimasukkan ke rekening Kejari Bangli.
Kasus UP pertambangan fiktif ini berlangsung selama 2006-2010 lalu. Beberapa pejabat teras di Bangli, salah satunya mantan kepala Dispenda Bangli menerima UP dengan total Rp 927 juta.
Beberapa dana kerugian negara itu sudah ada yang dikembalikan. Khusus untuk jatah Arnawa sebesar Rp 42 juta selama 4 tahun.
“Jadi masih ada sisa Rp 177 juta yang belum dikembalikan,” ujar Elan. Dana Rp 177 juta itu belum bisa ditarik lantaran ada tersangka yang meninggal dunia. Ada juga tersangka lain yang tidak mampu mengembalikan.
Kepada jaksa, Arnawa mengaku sempat ingin mengembalikan seluruh sisa kerugian itu. “Katanya pak Arnawa yang mau mengembalikan sisa kerugiannya. Kalau ada rezeki katanya,” ujar Elan menirukan janji Arnawa.
Mengenai proses hukum, Elan mengaku ada beberapa tahapan yang kini disiapkan jaksa. “Pengembalian ini setidaknya bisa meringankan hukuman bagi yang bersangkutan,” jelasnya.
Mengenai tahapan, jaksa tengah membuat dakwaan, untuk selanjutnya dilimpahkan ke pengadilan Tindak Pidana Korupsi.
Disinggung mengenai tidak ditahannya bupati Bangli dua periode itu, pihak jaksa mengaku Arnawa selama ini terbuka selama pemeriksaan.
“Yang bersangkutan kooperatif, setiap dibutuhkan untuk pemeriksaan selalu memenuhi panggilan,” terang Elan Jaelani.
Termasuk, Kejari Bangli juga belum memberlakukan tindakan cegah tangkal (cekal) bagi tersangka yang pernah jadi terpidana bansos 2010 senilai Rp 1,3 miliar itu.
“Cekal belum kami lakukan. Karena kooperatif,” terangnya. Setelah berbincang dengan Arnawa, Kejari kembali memperbolehkan Arnawa pulang.
“Sekarang ada di rumahnya. Nanti kalau sudah siapkan PH, baru kemari lagi,” tukasnya.
Untuk diketahui, selama menjabat, Arnawa mengeluarkan SK Bupati Nomor 977/286/2006, tertanggal 11 Oktober 2006.
SK tersebut dijadikan dasar mencairkan dan membagikan UP sektor pertambangan pada pejabat dan pegawai di Bangli.
Padahal, sebetulnya, tidak ada pertambangan di Bangli. Bahkan galian C selama ini tidak diperbolehkan. Kegiatan pemungutan pajak di sektor itu pun tidak pernah dilakukan alias fiktif.