DENPASAR – Sejumlah putusan ringan yang dijatuhkan majelis hakim PN Denpasar terhadap pelaku penyalahgunaan narkoba, terutama warga negara asing (WNA) mendapat perhatian Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan Bali.
Ketua ORI Perwakilan Bali, Umar Ibnu Alkhatab meminta hakim yang bertugas di PN Denpasar dalam menjatuhkan hukuman harus relevan dengan dampak yang ditimbulkan.
“Ringannya hukuman akan membuat upaya pemberantasan narkoba tidak maksimal. Para penyelundup dan pengedar narkoba akan memanfaatkan keringanan hukuman ini untuk memasok narkoba lebih masif lagi,” ujar Umar.
Dia menyatakan, jangan sampai terdakwa dengan barang bukti besar tapi hukumanya ringan. Dengan demikian hal tersebut tidak memberikan efek jera bagi penyelundup dan pengedar narkoba.
Katanya, wajar jika prihatin dengan kondisi ini. Sebab, sejumlah terdakwa WNA dengan barang bukti besar terkesan mendapat perlakuan khusus dari penuntut umum dan hakim.
Penuntut umum dan hakim tak segalak jika menuntut dan mengadili terdakwa lokal. Belum lama ini, warga Malaysia bernama Mohd Husaini Bin Jaslee, 35,
yang ditangkap karena berusaha menyelundupkan 1.887 butir narkotika jenis ekstasi yang disimpan di dalam tas laptopnya hanya dituntut 10 tahun penjara oleh JPU.
Kasus serupa yang sidangnya berjalan yaitu terdakwa WN Jerman, Frank Zeidler, yang menyelundupkan 2 kilogram lebih narkotika golongan I jenis hasish, hanya dituntut 15 tahun.
Padahal, ancaman pidana bagi terdakwa yang memproduksi, mengimpor, mengekspor, atau menyalurkan narkotika Golongan I
bukan tanaman yang beratnya melebihi 5 gram, pelaku diancam pidana maksimal pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau paling lama 20 tahun.
Dikatakan Umar, ringannya hukuman bagi pengimpor dan pengedar narkoba berdampak akan maraknya peredaran narkoba, khususnya di Bali.
“Sehingga upaya untuk membebaskan publik dari pengaruh narkoba masih akan jauh dari harapan,” tukasnya.