DENPASAR-Terbongkarnya kasus dugaan kekerasan dan penganiayaan yang dilakukan seorang majikan terhadap seorang asisten rumah tangga (ART) terus menuai banyak sorotan.
Bukan saja public, namun atas dugaan penganiayaan yang dilakukan Desak Made Wiratningsih, juga menuai perhatian serius dari Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Apik Provinsi Bali.
Ketua LBH Apik Bali Luh Putu Anggreni dikonfirmasi Jawa Pos Radar Bali, Kamis (16/5) mengatakan, jika kasus kekerasan yang dilakukan majikan terhadap asisten pembantu di Gianyar bukan kasus kali pertama yang ditangani.
Menurutnya, sebelum kasus Eka Febriyanti, LBH Apik Bali juga pernah menangani dan melakukan pendampingan kasus kekerasan yang dilakukan majikan terhadap ART. “Dulu kami juga pernah melakukan pendampingan terhadap PRT korban kekerasan majikan. Saat itu korban yang masih di bawah umur disetrika sama istri majikan hanya gara-gara baca sms suami yang mesra ke HP korban,”kata Anggreni.
Padahal imbuh Anggreni, korban masih keluarga pelaku. Korban yang saat itu sedang setrika baju langsung merampas setrika dan menytrika wajah samping hingga telinganya jadi cacat.
Karena pelaku tengah hamil besar dan punya anak balita, pelaku tidak ditahan dan keputusan hanya percobaan karena keluarga korban adalah keluarga besar pelaku siap ganti rugi untuk menyembuhkan atau memberikan pengobatan korban sampai sembuh.
“Nah, kalau yang terbaru ini penyidik (Polda Bali) bisa pakai UU PKDRT (Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangan) dan Pasal KUHP penganiayaan berat, karena membuat cacat berat. Yang dipakai pasal yang memperberat seharusnya,” ungkapnya.
Lebih lanjut, selain mendesak penyidik untuk menjerat pelaku dengan hukuman berat, tekait keberadaan korban, LBH Apik juga mendorong agar kasus ini dilaporkan ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) .
“Tujuannya tentu agar dapat pendampingan dan resusitasi mapun ganti rugi biaya pengobatan hingga pemulihan trauma psikoligisnya,” ungkapnya.