DENPASAR –Keberangkatan I Nyoman Arnaya, 47, ke Kolombia pada awal Maret lalu harus dibayar mahal.
Pria asal Buleleng yang kesehariannya bekerja sebagai sopir freelance itu divonis 18 tahun penjara dalam sidang di PN Denpasar kemarin (17/9).
Majelis hakim yang diketuai Ida Ayu Nyoman Adnya Dewi sepakat memberi hukuman berat pada Arnaya karena terbukti menyelundupkan narkoba jenis kokain seberat 2 kilogram dari Kolombia. Tepatnya seberat 2.014,25 gram.
“Sesuai musyawarah (majelis hakim), menyatakan sependapat dengan dakwaan primer yang diajukan Jaksa Penuntut Umum. Mengadili, menghukum terdakwa I Nyoman Arnaya hukuman pidana penjara selama 18 tahun,” ujar Adnya Dewi.
Majelis hakim juga menjatuhkan hukuman tambahan pada Arnaya, yakni denda sebesar Rp 2 miliar subsider enam bulan kurungan. Hukuman berat itu diberikan setelah majelis hakim sepakat dengan sepakay dengan dakwaan primer, yaitu Pasal 113 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika.
Meski berat, putusan hakim ini lebih ringan 1 tahun dibanding tuntutan jaksa. Menanggapi putusan hakim, terdakwa melalui kuasa hukumnya dari Pusat Bantuan Hukum (PBH) Peradi Denpasar, Ida Bagus Alit Yoga Maheswara dkk, menyatakan menerima putusan itu.
“Kami menerima Yang Mulia,” katanya. Sementara terdakwa terlihat pasrah dan menunduk di kursi pesakitan.
Setali tiga uang, penuntut umum yang diwakili Jaksa Dewa Anom Rai dari Kejaksaan Tinggi Bali juga menerima putusan hakim.
Dalam dakwaan jaksa diuraikan, semua peristiwa yang dialami Arnaya berawal dari kenalan dengan seseorang bernama Bhella. Dari kenalan kilat itu, Arnaya dibelikan tiket ke Kolombia untuk bertemu dengan seseorang bernama Mr Don. Pada 2 Maret 2018, Arnaya terbang ke Kolombia. Pertemuan dengan Mr Don terjadi pada 13 Maret 2018. Dari pertemuan itu, dia mendapatkan kokain. Narkotika golongan satu itu kemudian disimpan di dalam tas bawaan terdakwa.
Atas perintah Mr Don, terdakwa membawa narkotika ke Madagaskar.
Untuk perintah itu, Mr Don bahkan sudah membelikan tiket untuk terdakwa via email.
Namun, dalam perjalanan menuju Bandara Bogota di Kolombia, terdakwa diberitahukan oleh Bhella untuk tidak pergi ke Madagaskar karena berbahaya. Kenalannya itu lantas meminta dia untuk ke Hongkong.
“Bhella menjanjikan tiket untuk terdakwa bisa pergi ke Hongkong.
Namun, tiket yang dijanjikan itu tidak kunjung dia terima. Sehingga terdakwa meminta tolong ke adiknya, Ketut Yuliawan, untuk dibelikan tiket agar bisa pulang ke Bali,” jelas jaksa.
Tiket untuk kembali ke Bali akhirnya dia pegang. Sehingga dalam kepulangannya tersebut, terdakwa juga membawa narkotika tersebut.