33.4 C
Jakarta
22 November 2024, 13:10 PM WIB

Hitung Keuntungan Penyelundup Lobster, Hakim Goda Terdakwa Agus

DENPASAR – Bisnis mengirimkan bibit lobster ke luar negeri memang menjanjikan keuntungan yang besar. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara ilegal, maka penjara menanti.

Seperti yang dilakukan Eko Risky Andika, 26, asal Pajarakan, dan Agus Tri Haryanto, 37, asal Wonogiri, Jawa Tengah yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Keduanya diduga melakukan penyelundupan 110 ekor bibit lobster ke luar negeri. Namun, akhirnya terhenti setelah ditangkap aparat kepolisian, Senin (9/9) lalu,

Kamis (17/10) siang keduanya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Denpasar. Majelis hakim Esthar Oktavi yang memimpin jalannya sidang terlihat kesal karena terdakwa bertele-tele memberikan keterangan.

Seperti halnya dalam segi keuntungan yang akan didapatkan dalam penyelundupan yang dilakukan. “Jadi berapa Anda dapat keuntungan dari bisnis seperti ini?” ujar hakim Esthar

Agus Tri  Haryanto mengaku tak pernah menghitung keuntungan. Katanya, dia hanya mengeluarkan dana modal untuk membeli bibit lobster tersebut senilai Rp 95 juta.

“Kamu ini gimana? Masak nggak tahu. Pasti tahu lah kalkulasi keuntungan. Namanya juga bisnis. Masak saya yang harus menghitung?” tegas hakim.

Karena Agus juga masih diam, hakim Esthar sampai mengeluarkan handphonenya dan kemudian menghitung dengan aplikasi kalkulator yang ada di handphone.

“Ini kalau dihitung, keuntungan bisa mencapai Rp 600 juta-an, kamu dapat berapa persen? 50 persennya? Berarti kamu dapat Rp 300 juta dari modalmu yang Rp 95 juta. Besar loh ini” ujarnya.

Agus sebagai pemodal hanya menganggukan kepala. Sementara itu, terdakwa lainya, Eko Risky Andika mengaku hanya sebagai sopir yang mengantar bibit lobster saja dengan upah yang sudah disepakatinya dengan Agus.

Lalu dari mana asal bibit lobster tersebut? Dalam dakwaan terungkap, Agus memesan lobster tersebut dari Johan (belum tertangkap) sebanyak 110 bibit lobster dengan harga Rp 95 juta.

Johan kemudian menyuruh Eko mengambil bibit tersebut di wilayah Padanggalak, Sanur, Denpasar. Bibit lobster tersebut didatangkan dari NTB menggunakan kapal cepat menuju Bali.

Bibit tersebut diturunkan di Taman Ujung, Karangasem. Setelah itu diantarkan dengan mobil box ke Padanggalak.

Dari situ, Eko kemudian mengantarkan bibit tersebut ke penginapan Sayang Residen di Jalan Bedugul Sidakarya, Denpasar.

Setelah menunggu beberapa lama, datanglah Agus dan Johan untuk melihat bibit lobster tersebut. Setelah melihat, Johan kemudian meninggalkan tempat penginapan tersebut.

Beberapa saat setelah Johan meninggal lokasi, datanglah petugas dan kepolisian dan menangkap Agus dan Eko.

“Bibit Lobster yang dibeli dari Johan ini rencananya akan dikirim ke Vietnam melalui Jasa Paketan Barang,” ujar Jaksa Penuntut Umum Assri Susantina dalam persidangan.

Atas perbuatannya, keduannya didakwa dengan pasal 92 Jo pasal 26 ayat 1 UU RI nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selain itu, Jaksa juga memasang pasal 31 ayat 1 jo pasal 6  UU RI tahun 1992 tentang Karantina. “Sidang nanti kita lanjutkan pekan depan ya. Saudara terdakwa (Agus) sudah beristri?,” ujar hakim Esthar

“Belum Yang Mulia,” jawab Agus. “Belum punya istri? umur saudara berapa?,” tanya hakim lagi dan kemudian dijawab 37 tahun oleh Agus.

“Cari istri dulu lah, malah cari bisnis lobster yang beginiian. Jangan lama menjomblo,” canda hakim sebelum menutup persidangan. 

DENPASAR – Bisnis mengirimkan bibit lobster ke luar negeri memang menjanjikan keuntungan yang besar. Namun, jika hal tersebut dilakukan secara ilegal, maka penjara menanti.

Seperti yang dilakukan Eko Risky Andika, 26, asal Pajarakan, dan Agus Tri Haryanto, 37, asal Wonogiri, Jawa Tengah yang kini harus mempertanggungjawabkan perbuatannya.

Keduanya diduga melakukan penyelundupan 110 ekor bibit lobster ke luar negeri. Namun, akhirnya terhenti setelah ditangkap aparat kepolisian, Senin (9/9) lalu,

Kamis (17/10) siang keduanya menjalani sidang perdana di Pengadilan Negeri Denpasar. Majelis hakim Esthar Oktavi yang memimpin jalannya sidang terlihat kesal karena terdakwa bertele-tele memberikan keterangan.

Seperti halnya dalam segi keuntungan yang akan didapatkan dalam penyelundupan yang dilakukan. “Jadi berapa Anda dapat keuntungan dari bisnis seperti ini?” ujar hakim Esthar

Agus Tri  Haryanto mengaku tak pernah menghitung keuntungan. Katanya, dia hanya mengeluarkan dana modal untuk membeli bibit lobster tersebut senilai Rp 95 juta.

“Kamu ini gimana? Masak nggak tahu. Pasti tahu lah kalkulasi keuntungan. Namanya juga bisnis. Masak saya yang harus menghitung?” tegas hakim.

Karena Agus juga masih diam, hakim Esthar sampai mengeluarkan handphonenya dan kemudian menghitung dengan aplikasi kalkulator yang ada di handphone.

“Ini kalau dihitung, keuntungan bisa mencapai Rp 600 juta-an, kamu dapat berapa persen? 50 persennya? Berarti kamu dapat Rp 300 juta dari modalmu yang Rp 95 juta. Besar loh ini” ujarnya.

Agus sebagai pemodal hanya menganggukan kepala. Sementara itu, terdakwa lainya, Eko Risky Andika mengaku hanya sebagai sopir yang mengantar bibit lobster saja dengan upah yang sudah disepakatinya dengan Agus.

Lalu dari mana asal bibit lobster tersebut? Dalam dakwaan terungkap, Agus memesan lobster tersebut dari Johan (belum tertangkap) sebanyak 110 bibit lobster dengan harga Rp 95 juta.

Johan kemudian menyuruh Eko mengambil bibit tersebut di wilayah Padanggalak, Sanur, Denpasar. Bibit lobster tersebut didatangkan dari NTB menggunakan kapal cepat menuju Bali.

Bibit tersebut diturunkan di Taman Ujung, Karangasem. Setelah itu diantarkan dengan mobil box ke Padanggalak.

Dari situ, Eko kemudian mengantarkan bibit tersebut ke penginapan Sayang Residen di Jalan Bedugul Sidakarya, Denpasar.

Setelah menunggu beberapa lama, datanglah Agus dan Johan untuk melihat bibit lobster tersebut. Setelah melihat, Johan kemudian meninggalkan tempat penginapan tersebut.

Beberapa saat setelah Johan meninggal lokasi, datanglah petugas dan kepolisian dan menangkap Agus dan Eko.

“Bibit Lobster yang dibeli dari Johan ini rencananya akan dikirim ke Vietnam melalui Jasa Paketan Barang,” ujar Jaksa Penuntut Umum Assri Susantina dalam persidangan.

Atas perbuatannya, keduannya didakwa dengan pasal 92 Jo pasal 26 ayat 1 UU RI nomor 45 tahun 2009 tentang perubahan atas UU No 31 tahun 2004 tentang Perikanan jo pasal 55 ayat 1 ke 1 KUHP.

Selain itu, Jaksa juga memasang pasal 31 ayat 1 jo pasal 6  UU RI tahun 1992 tentang Karantina. “Sidang nanti kita lanjutkan pekan depan ya. Saudara terdakwa (Agus) sudah beristri?,” ujar hakim Esthar

“Belum Yang Mulia,” jawab Agus. “Belum punya istri? umur saudara berapa?,” tanya hakim lagi dan kemudian dijawab 37 tahun oleh Agus.

“Cari istri dulu lah, malah cari bisnis lobster yang beginiian. Jangan lama menjomblo,” canda hakim sebelum menutup persidangan. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/