RadarBali.com – Sidang kasus dugaan perluasan daratan tanpa izin dan perusakan kawasan konservasi sumber daya alam hayati dan ekosistemnya (KSDA-E)di kawasan hutan taman raya (Tahura),
Tanjung Benoa, Kuta Selatan Badung, dengan terdakwa Bendesa Desa Pekraman Tanjung Benoa, I Made Wijaya alias Yonda, Kamis (16/11) kembali berlangsung panas.
Massa pendukung terdakwa dari sidang ke sidang terus bertambah dengan tensi makin banyak. Bahkan, disela sidang juga diwarnai perseteruan antara pendukung dengan saksi.
Puncaknya, insiden pun sempat terjadi ketika salah satu saksi I Wayan Ranten melewati depan ruang sidang.
Selain diteriaki pendukung terdakwa, sejumlah pendukung Yonda juga melempar sejumlah botol bekas air mineral.
Ranten juga sempat dikejar pendukung Yonda. Beruntung, aksi itu segera bisa diredam oleh sejumlah tokoh Tanjung Benoa.
Sementara pada sidang lanjutan dengan agenda pemeriksaan saksi, Jaksa Penuntut Umum Eddy Artha Wijaya dkk kembali menghadirkan tiga saksi.
Ketiga saksi itu, yakni Ketut Sadia, I Wayan Ranten, dan Damri. Ruang sidang dengan Majelis Hakim pimpinan I Ketut Tirta pun penuh sesak pengunjung.
Bahkan saat sidang berlangsung, kegaduhan kembali terjadi saat saksi memberikan keterangan terkait surat tugas, wewidangan dan pura.
Keterangan saksi yang menyebut bahwa selain wewidangan dan status pura di lokasi yang menjadi obyek perkara adalah wilayah tahura
dan merupakan pura pribadi, namun sesuai pernyataan terdakwa Yonda, wewidangan adalah masuk teeitorial Tanjung Benoa. Pura juga milik desa Tanjung Benoa.
Munculnya perbedaan keterangan antara saksi dan terdakwa kembali membuat pengunjung bersorak dan gaduh.
“Jadi pura itu sudah ada dari dulu dan bukan punya perorangan sebagaimana disebut saksi. Termasuk jalan, jalan sudah ada dari dulu, “terang salah satu Penasehat Hukum terdakwa I Ketut Rinata.