29.3 C
Jakarta
22 November 2024, 11:37 AM WIB

Disiram Air Panas Picu Trauma Akut, Bersaksi Sambil Berlinang Air Mata

GIANYAR  – Sidang kasus penyiraman air panas yang dilakukan majikan terhadap dua pembantu kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, kemarin.

Agenda kemarin adalah mendengar keterangan para saksi, termasuk dua saksi korban Eka Febrianti dan Santi Widiastuti.

Keterangan saksi korban itu juga disaksikan terdakwa si majikan Desak Wiratningsih. Dihadapan trio hakim Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja,

bersama hakim anggota Wawan Edy Prasetyo dan Erwin Harnold Palyama, saksi korban memberikan keterangan dengan berlinang air mata.

“Penyiraman di rumah Ibu Desak. Di perumahan Udayana, Jalan By Pass Dharmagiri. Kejadiannya 7 Mei 2019,” ujarnya mengingat kejadian itu.

Di rumah itu, menjadi lokasi kekejian sang majikan. “Saya disiram dengan air panas. Mengenai punggung, tangan, lengan, dan paha.

Dilakukan berkali-kali karena dibilang sering buat salah dan tidak menemukan gunting yang diminta sama ibu waktu itu,” jelasnya.

Eka juga memaparkan kerap dianiaya. Yakni dipukul, ditampar oleh terdakwa saat pekerjaannya selaku pembantu tidak sesuai keinginan terdakwa.

Akibatnya, sampai saat ini dia mengaku mengalami tekanan batin. “Saya trauma, dan takut bila mengingat masalah itu,” jelasnya.

Dia juga mengutarakan pernah tiga hari dua malam kedua kaki dan tangannya diikat. Mulutnya juga disumpal menggunakan plaster.

Eka mengaku bekerja di rumah terdakwa menggunakan sistem kontrak. Sebetulnya dia digaji Rp 1 juta per bulan. Namun, sampai saat ini dirinya tidak menerima upah.

Saksi korban sempat dijanjikan jika gaji mereka sudah ditransfer langsung ke orang tua mereka yang ada di Jawa.

“Kalau yang langsung ditransfer kepada orang tua itu tidak ada. Bohong itu,” tegasnya. Saksi Eka menambahkan, penyiksaan itu dilakukan oleh terdakwa Desak Wiratningsih bersama terdakwa Erick yang juga satpam di rumah itu.

Belakangan, kata Eka, Erick sudah dipecat. Namun, masih datang ke rumah itu. Bahkan, terlihat masuk ke kamar Desak.

“Mereka memukul dan menghukum secara bergantian, tanpa sepengetahuan suami sirinya Ibu Desak. Karena suami Buk Desak jarang datang,

palingan datang seminggu sekali. Kalau suami Bu Desak datang, Erick sembunyi di gudang, tapi kadang pergi,” imbuh Eka.

Sedangkan, saksi Santi yang merupakan suadara korban memaparkan hal senadan. “Kalau salah sedikit dihukum, kalau sudah dianggap bekerja bagus diajak makan dan jalan-jalan,” imbuh Santi.

Terungkapnya kasus tersebut lantaran Eka nekat kabur saat terdakwa masih tidur dengan meloncat dari Merajan (tempat suci) rumah tersebut.

Hingga akhirnya dia sampai di rumah rekannya di daerah Nusa Dua bermaksud untuk mengobati lukanya dan awalnya enggan bercerita.

Mengingat ia masih memikirkan nasib sang adiknya yang masih di rumah terdakwa pada waktu itu.

Setelah kabur pada pukul 09.00 tanggal 7 Mei 2019, selanjutnya saksi korban dibawa ke rumah sakit kemudian dilaporkan sore hari.

Malamnya itu pun kedua terdakwa diamankan oleh jajaran Polda Bali. Selain para saksi yang dihadirkan dala persidangan, beberapa barang bukti juga dibawa berupa hanger baju hingga panci perebus air.

Sementara itu, ketika diberikan kesempatan bicara, terdakwa Desak Wiratningsih menyangkal pernyataan para saksi korban. “Tidak pernah saya melakukan penyiraman. Tidak pernah juga tidur dengan Erick,” kelitnya. 

GIANYAR  – Sidang kasus penyiraman air panas yang dilakukan majikan terhadap dua pembantu kembali bergulir di Pengadilan Negeri (PN) Gianyar, kemarin.

Agenda kemarin adalah mendengar keterangan para saksi, termasuk dua saksi korban Eka Febrianti dan Santi Widiastuti.

Keterangan saksi korban itu juga disaksikan terdakwa si majikan Desak Wiratningsih. Dihadapan trio hakim Ida Ayu Sri Adriyanti Astuti Widja,

bersama hakim anggota Wawan Edy Prasetyo dan Erwin Harnold Palyama, saksi korban memberikan keterangan dengan berlinang air mata.

“Penyiraman di rumah Ibu Desak. Di perumahan Udayana, Jalan By Pass Dharmagiri. Kejadiannya 7 Mei 2019,” ujarnya mengingat kejadian itu.

Di rumah itu, menjadi lokasi kekejian sang majikan. “Saya disiram dengan air panas. Mengenai punggung, tangan, lengan, dan paha.

Dilakukan berkali-kali karena dibilang sering buat salah dan tidak menemukan gunting yang diminta sama ibu waktu itu,” jelasnya.

Eka juga memaparkan kerap dianiaya. Yakni dipukul, ditampar oleh terdakwa saat pekerjaannya selaku pembantu tidak sesuai keinginan terdakwa.

Akibatnya, sampai saat ini dia mengaku mengalami tekanan batin. “Saya trauma, dan takut bila mengingat masalah itu,” jelasnya.

Dia juga mengutarakan pernah tiga hari dua malam kedua kaki dan tangannya diikat. Mulutnya juga disumpal menggunakan plaster.

Eka mengaku bekerja di rumah terdakwa menggunakan sistem kontrak. Sebetulnya dia digaji Rp 1 juta per bulan. Namun, sampai saat ini dirinya tidak menerima upah.

Saksi korban sempat dijanjikan jika gaji mereka sudah ditransfer langsung ke orang tua mereka yang ada di Jawa.

“Kalau yang langsung ditransfer kepada orang tua itu tidak ada. Bohong itu,” tegasnya. Saksi Eka menambahkan, penyiksaan itu dilakukan oleh terdakwa Desak Wiratningsih bersama terdakwa Erick yang juga satpam di rumah itu.

Belakangan, kata Eka, Erick sudah dipecat. Namun, masih datang ke rumah itu. Bahkan, terlihat masuk ke kamar Desak.

“Mereka memukul dan menghukum secara bergantian, tanpa sepengetahuan suami sirinya Ibu Desak. Karena suami Buk Desak jarang datang,

palingan datang seminggu sekali. Kalau suami Bu Desak datang, Erick sembunyi di gudang, tapi kadang pergi,” imbuh Eka.

Sedangkan, saksi Santi yang merupakan suadara korban memaparkan hal senadan. “Kalau salah sedikit dihukum, kalau sudah dianggap bekerja bagus diajak makan dan jalan-jalan,” imbuh Santi.

Terungkapnya kasus tersebut lantaran Eka nekat kabur saat terdakwa masih tidur dengan meloncat dari Merajan (tempat suci) rumah tersebut.

Hingga akhirnya dia sampai di rumah rekannya di daerah Nusa Dua bermaksud untuk mengobati lukanya dan awalnya enggan bercerita.

Mengingat ia masih memikirkan nasib sang adiknya yang masih di rumah terdakwa pada waktu itu.

Setelah kabur pada pukul 09.00 tanggal 7 Mei 2019, selanjutnya saksi korban dibawa ke rumah sakit kemudian dilaporkan sore hari.

Malamnya itu pun kedua terdakwa diamankan oleh jajaran Polda Bali. Selain para saksi yang dihadirkan dala persidangan, beberapa barang bukti juga dibawa berupa hanger baju hingga panci perebus air.

Sementara itu, ketika diberikan kesempatan bicara, terdakwa Desak Wiratningsih menyangkal pernyataan para saksi korban. “Tidak pernah saya melakukan penyiraman. Tidak pernah juga tidur dengan Erick,” kelitnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/