DENPASAR – Tidak sia-sia perjuangan I Made Lila Arsana menggugat Walikota Denpasar IB Rai Dharmawijaya Mantra.
Lila berhasil memenangi gugatan kasus pemecatan dirinya sebagai CPNS di Pemkot Denpasar. Hal itu terungkap berdasar putusan hakim Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Denpasar kemarin (19/3).
Dalam sidang sekitar satu jam itu, majelis hakim yang diketuai Imawan Krisbiyantoro mengabulkan gugatan yang diajukan Lila. Tidak hanya sebagian, tapi seluruh gugatan yang diajukan dikabulkan.
Dalam amar putusannya hakim menyatakan, Surat Keputusan (SK) Wali Kota Denpasar Nomor 188.45/642/HK/2018 tertanggal 2 April 2018,
tentang Pemberhentian Sebagai CPNS di Pemkot Denpasar atas nama I Made Lila Arsana cacat yuridis atau tidak sah.
Penyebab SK dinyatakan tidak sah karena SK tersebut tidak ditandatangani langsung walikota. Yang meneken SK adalah pelaksana tugas (Plt) walikota saat itu, Wakil Walikota IGN Jaya Negara.
Ketut Bakuh, kuasa hukum Lila mengungkapkan dalam putusan hakim PTUN telah mempertimbangkan terkait dengan kewenangan Plt wali kota yang tidak memiliki
kewenangan dalam menerbitkan SK penghentian CPNS, sehingga menjadi alasan SK tersebut cacat hukum dan dinyatakan tidak sah
Dengan dikabulkannya gugatan seluruhnya, berarti Walikota Denpasar harus mencabut SK pemberhentian CPNS atas nama I Made Lila Arsana.
“Walikota juga harus merehabilitasi kedudukan klien kami sebagai CPNS di dinas terkait sebagaimana keadaan semula, serta mengembalikan hak haknya sebagai CPNS termasuk gaji yang selama tidak dibayarkan,” tandas Bakuh.
Pengacara asal Bangli, itu menegaskan majelis hakim juga menolak keberatan atau eksepsi dari tergugat (walikota) atas jangka waktu gugatan yang dinilai telah lewat dari 90 hari sejak SK diterbitkan 2 April 2018.
Majelis hakim berpendapat bahwa gugatan masih bisa diajukan karena penggugat telah mengikuti prosedur keberatan melalui Badan Pertimbangan Kepegawaian (Bapeg).
Sehingga majelis hakim menghitung jangka waktu sejak surat balasan dari Bapeg diterima penggugat oleh karenanya gugatan masih dalam tenggang waktu.
“Terkait tenggang waktu ini klien kami juga merasa dicurangi karena meski SK sudah diteken pada 2 April 2018, tetapi baru diserahkan pada klien
kami pada 7 Juni 2018. Hal itu membuat klien kami untuk mengajukan upaya hukum terhambat hampir dua bulan,” beber Bakuh.