DENPASAR – I Gede Sumadi, mantan pegawai Bank Arta Graha, Kantor Cabang Pembantu Kuta, Badung, benar-benar jahat.
Pria 38 tahun itu memanfaatkan kesempatan dalam kesempitan. Saat dipercaya seorang nasabah bernama Shintia Magdalena Bjorling membantu membuka rekening, Sumadi justru menipu Shintia.
Akibatnya, Shintia mengalami kerugian hingga Rp 1,14 miliar. Uang yang ada di dalam rekening Shintia digarong Sumadi.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatan jahatnya itu, Sumadi kini menjadi pesakitan di PN Denpasar.
Jaksa Penuntut Umum (JPU) Eddy Arta Wijaya membeberkan, terdakwa melakukan perbuatannya dengan mengganti ATM korban.
“Selanjutnya dengan ATM baru, terdakwa mengambil uang korban untuk kepentingan pribadinya,” jelas JPU Eddy Arta Wijaya di hadapan majelis hakim yang dipimpin Ida Ayu Adnya Dewi, baru-baru ini.
Perbuatan terdakwa dilakukan dalam kurun waktu 2 Februari 2017 sampai 1 Agustus 2018. Sesuai surat dakwaan, perbuatan terdakwa itu bermula saat korban membuka rekening pada awal Februari 2017.
Terdakwa didelegasikan untuk membantu korban membuka rekening karena kebetulan terdakwa yang bertugas sebagai Account Officer (AO) pandai berbahasa Inggris.
Terdakwa kemudian menemui korban di tempatnya saat itu di Un’s Hotel Jalan Benasari, Nomor 16, Legian, Kuta.
Proses pembuatan rekening kemudian berlangsung hingga beberapa hari kemudian dengan setoran awal Rp 100 ribu.
Pada 4 Februari 2017, terdakwa menyampaikan ke korban bahwa rekeningnya sudah selesai.
Kemudian buku rekening bernomor 107.5.07074.4, kartu ATM, dan pinnya diserahkan terdakwa kepada korban di hotelnya.
Pada 23 Mei terdakwa mendapatkan konfirmasi dari saksi bahwa ada dana masuk sebesar RP 5 juta. Dari situlah muncul niat jahat terdakwa.
“Terdakwa melakukan penggantian ATM dengan alasan bahwa nasabah tidak bisa pergi ke bank karena sedang berada di bandara,” tutur JPU.
Singkat cerita, terdakwa mulai melakukan perbuatannya tersebut. Terdakwa mengawalinya dengan melakukan first PIN untuk kartu ATM di mesin EDC yang ada di costumer service. Kemudian dia mulai memanfaatkan kartu itu dan mengambil uang korban. Total uang yang sudah diambil mencapai Rp 1,14 miliar.
Perbuatan terdakwa itu baru terungkap setelah korban bercerita kepada temannya bahwa dia sempat bertemu terdakwa untuk mengurus transaksi.
Tapi, teman korban justru memberi informasi bahwa terdakwa sudah tidak bekerja lagi di bank tersebut.
Saat itulah, korban kemudian melakukan pemblokiran rekening melalui costumer service. Tapi usaha itu tidak berhasil.
Karena pihak costumer service menyebutkan bahwa pemblokiran tidak bisa dilakukan lantaran saldo di rekening korban kosong.
“Merasa dirugikan korban komplain pada bank. Pihak bank kemudian melakukan audit internal. Selanjutnya uang korban yang hilang itu diganti,” tukas jaksa.
Akibat perbuatannya itu, terdakwa diancam dengan tiga dakwaan yang diterapkan secara alternatif.
Di dakwaan pertama, terdakwa diancam pidana sesuai Pasal 49 ayat (1) huruf a UU Nomor 10/1998 1992 tentang Perbankan juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Terdakwa sebagai pegawai bank dengan sengaja membuat atau menyebabkan adanya pencatatan palsu dalam pembukuan atau dalam proses laporan,” jelas Jaksa Eddy.
Sedangkan untuk di dakwaan kedua, terdakwa diancam pidana sesuai ketentuan Pasal 30 ayat (1) juncto Pasal 46 ayat (1) UU Nomor 11/2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Pada dakwaan terakhir, terdakwa diduga melakukan penggelapan sesuai ketentuan Pasal 362 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Terkait dakwaan maupun keterangan saksi-saksi yang disampaikan dalam persidangan tersebut, terdakwa tidak membantahnya.