34.7 C
Jakarta
30 April 2024, 13:50 PM WIB

Kapal Penangkap Ikan Terbakar di Laut Merauke, Empat ABK Tewas

DENPASAR – Forensik RS Sanglah menerima dua jenazah atas nama Leo Candrayana, 25, dan Egi Mahardika, 21, dua anak buah kapal (ABK) Kapal Penangkap Ikan yang terbakar saat berlayar di Laut Merauke.

Kedua jenazah diterima sejak Senin (19/3) lalu dan dilakukan pemeriksaan luar (PL) oleh ahli forensik pada Selasa (20/3) kemarin.

Kepala Forensik RS Sanglah dr. Dudut Rustyadi kepada Jawa Pos Radar Bali menjelaskan, secara umum kedua jenazah tidak ditemukan luka-luka, patah tulang maupun luka bakar.

“Tetapi yang Leo ini, mungkin karena lama di air, terjadi proses pembusukan berupa penyabunan (sabunifikasi),” ungkapnya.

Artinya, di jaringan kulit dan otot berubah menjadi semacam lilin (licin). Hal ini biasa terjadi terhadap orang yang tenggelam yang ditemukan

dalam jangka waktu 10 sampai 14 hari, karena kelembapan yang tinggi, panas matahari dan udara mengalir sehingga membentuk sabunifikasi.

Dr. Dudut menyimpulkan, kemungkinan korban melompat saat kejadian kebakaran untuk menyelamatkan diri dan kemudian ditemukan sudah tak bernyawa.

“Memang beberapa bagian tidak utuh dan itu biasa terhadap orang yang mati tenggelam. Seperti di bagian wajah. Lukanya setelah meninggal karena dimakan binatang air,” ungkapnya.

Sebagaimana yang diketahui, pada Minggu (4/3), Kapal Penangkap Ikan yang berlayar di Laut Merauke terbakar di tengah laut.

Dalam kapal tersebut, terdapat 26 orang. Empat dinyatakan meninggal dunia, hanya saja baru dua yang berhasil ditemukan dan di bawa ke Forensik RS Sanglah, Denpasar.

Sebab lokasi perusahaan kapal ikan tersebut memang berada di Benoa dan jenazah pun di evakuasi ke Pelabuhan Benoa Senin (19/3) lalu.

Setelah itu, kedua korban dibawa ke Forensik RS Sanglah, Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan luar.

“Perusahaan kapal ikan memang di Pelabuhan Benoa. Informasinya, ada empat korban meninggal dunia. Dua orang sudah berhasil ditemukan, sedangkan dua korban lainnya sampai saat ini belum ditemukan,” ujar Hardi Aswin, 29, salah satu keluarga korban Leo di Forensik Sanglah kemarin.

Usai dilakukan PL, jenazah Leo dibawa pulang melalui jalur darat Selasa (20/3) sore kemarin ke Jakarta oleh ayah kandungnya, Salisin, 59 ditemani Dollah, 57, Ketua RT Kebayoran, Jakarta.

Sementara jenazah Egi masih dititip di ruang Forensik RS Sanglah karena masih menunggu pihak keluarga mengurus surat-surat dan keperluan untuk kepulangan jenazah.

Ayah Leo pun nampak masih belum bisa menerima kepergian putranya tersebut. Hal tersebut nampak dari raut wajahnya yang penuh dengan kesedihan di Forensik RS Sanglah kemarin.

“Saya baru dapat kabar sekitar satu mingguan (setelah kejadian). Dia juga baru dua bulan pergi merantau,” katanya singkat.

Dollah mengaku mengenal Leo sebagai anak yang baik dan sederhana di lingkungan tempat tinggalnya, di Kebayoran, Jakarta.

“Anaknya baik, tidak banyak neko-neko,” sambari mengaku tidak mengetahui kronologis kejadian yang terjadi terhadap warganya tersebut.

DENPASAR – Forensik RS Sanglah menerima dua jenazah atas nama Leo Candrayana, 25, dan Egi Mahardika, 21, dua anak buah kapal (ABK) Kapal Penangkap Ikan yang terbakar saat berlayar di Laut Merauke.

Kedua jenazah diterima sejak Senin (19/3) lalu dan dilakukan pemeriksaan luar (PL) oleh ahli forensik pada Selasa (20/3) kemarin.

Kepala Forensik RS Sanglah dr. Dudut Rustyadi kepada Jawa Pos Radar Bali menjelaskan, secara umum kedua jenazah tidak ditemukan luka-luka, patah tulang maupun luka bakar.

“Tetapi yang Leo ini, mungkin karena lama di air, terjadi proses pembusukan berupa penyabunan (sabunifikasi),” ungkapnya.

Artinya, di jaringan kulit dan otot berubah menjadi semacam lilin (licin). Hal ini biasa terjadi terhadap orang yang tenggelam yang ditemukan

dalam jangka waktu 10 sampai 14 hari, karena kelembapan yang tinggi, panas matahari dan udara mengalir sehingga membentuk sabunifikasi.

Dr. Dudut menyimpulkan, kemungkinan korban melompat saat kejadian kebakaran untuk menyelamatkan diri dan kemudian ditemukan sudah tak bernyawa.

“Memang beberapa bagian tidak utuh dan itu biasa terhadap orang yang mati tenggelam. Seperti di bagian wajah. Lukanya setelah meninggal karena dimakan binatang air,” ungkapnya.

Sebagaimana yang diketahui, pada Minggu (4/3), Kapal Penangkap Ikan yang berlayar di Laut Merauke terbakar di tengah laut.

Dalam kapal tersebut, terdapat 26 orang. Empat dinyatakan meninggal dunia, hanya saja baru dua yang berhasil ditemukan dan di bawa ke Forensik RS Sanglah, Denpasar.

Sebab lokasi perusahaan kapal ikan tersebut memang berada di Benoa dan jenazah pun di evakuasi ke Pelabuhan Benoa Senin (19/3) lalu.

Setelah itu, kedua korban dibawa ke Forensik RS Sanglah, Denpasar untuk dilakukan pemeriksaan luar.

“Perusahaan kapal ikan memang di Pelabuhan Benoa. Informasinya, ada empat korban meninggal dunia. Dua orang sudah berhasil ditemukan, sedangkan dua korban lainnya sampai saat ini belum ditemukan,” ujar Hardi Aswin, 29, salah satu keluarga korban Leo di Forensik Sanglah kemarin.

Usai dilakukan PL, jenazah Leo dibawa pulang melalui jalur darat Selasa (20/3) sore kemarin ke Jakarta oleh ayah kandungnya, Salisin, 59 ditemani Dollah, 57, Ketua RT Kebayoran, Jakarta.

Sementara jenazah Egi masih dititip di ruang Forensik RS Sanglah karena masih menunggu pihak keluarga mengurus surat-surat dan keperluan untuk kepulangan jenazah.

Ayah Leo pun nampak masih belum bisa menerima kepergian putranya tersebut. Hal tersebut nampak dari raut wajahnya yang penuh dengan kesedihan di Forensik RS Sanglah kemarin.

“Saya baru dapat kabar sekitar satu mingguan (setelah kejadian). Dia juga baru dua bulan pergi merantau,” katanya singkat.

Dollah mengaku mengenal Leo sebagai anak yang baik dan sederhana di lingkungan tempat tinggalnya, di Kebayoran, Jakarta.

“Anaknya baik, tidak banyak neko-neko,” sambari mengaku tidak mengetahui kronologis kejadian yang terjadi terhadap warganya tersebut.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/