26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 5:52 AM WIB

Hilang Kerjaan Karena Covid, Istri Kabur, Warga Marga Tewas Bunuh Diri

TABANAN – Kasus ulah pati lagi-lagi terjadi di Tabanan. Kali ini pilihan tak masuk akal itu diambil I Made Budi Suwantara, 40, warga Banjar Dinas Payangan Tengah, Desa Payangan, Kecamatan Marga.

Aksi bunuh diri yang dilakukan Budi Suwantara, Senin (19/4) lalu karena faktor depresi. Korban diduga nekat mengakhiri hidupnya setelah kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

Kehilangan pekerjaan ternyata berdampak terhadap kehidupan rumah tangga korban. Istrinya meninggalkan korban tanpa pesan dan tidak pernah kembali sejak bulan Januari lalu.

Korban sendiri tak punya pekerjaan sejak setahun terakhir sejak pandemi Covid-19 menghantam seluruh dunia.

Kasus ulah pati yang dilakukan korban akhirnya dilaporkan keluarga korban ke Mapolsek Marga. Berdasar data Polres Tabanan, hingga pertengahan April 2021 ini sudah ada 4 kasus warga Tabanan melakukan aksi bunuh diri.

Di antaranya warga Banjar Dinas Mundeh Kawan, Desa Mundeh Kangin, Selemadeg Barat dengan korban I Made Setyawan.

Kemudian korban lainnya Ida Bagus Kresna Debby Putra warga Banjar Cau Desa Tua, Marga. Lalu I Made Sunarya, warga Desa Tegal Jadi, Marga, yang nekat gantung diri dibawah pohon belimbing.

Terakhir I Made Budi Suwantara, warga Banjar Dinas Payangan Tengah, Desa Payangan, Kecamatan Marga.

Maraknya warga Tabanan melakukan aksi bunuh diri ditengah pandemi Covid-19 akhirnya mendapat tanggapan dokter spesialis kesehatan jiwa di Tabanan dr. I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa.

Dia menyebutkan ada tiga faktor penyebab secara ilmu kesehatan yang menyebabkan orang melakukan aksi bunuh diri.

Yakni karena masalah depresi, gangguan bipolar, dan gangguan skizofrenia atau gangguan jiwa berat. Khusus untuk pasien skizofrenia ini sering disebabkan oleh adanya bisikan-bisikan atau halusinasi.

Nah, di Tabanan penyebab pertama depresi yang diakibatkan sakit yang tak kunjung sembuh. Faktor ekonomi, karena kehilangan pekerjaan yang berujung pada masalah keluarga.

Dan, kemudian faktor dari keluarga korban yang memang ada masalah yang tidak pernah ada solusi dan jalan keluar sehingga menempuh jalan pintas bunuh diri.

“Maka penting setiap individu dan keluarga mengelola manajemen stress. Agar mereka (korban) yang memiliki masalah mendapat solusi.

Selain itu cara lainnya misalnya berkegiatan yang disenangi seperti berkebun, rekreasi atau menjalani hobi. Bisa juga dengan berkonsultasi dengan dokter,” ungkap dokter di BRSUD Tabanan ini.

Dr. Mahayasa mengaku selama pandemi Covid-19 tingkat stress seseorang memang meningkat. Saat ini banyak masyarakat yang justru merasa cemas (ansietas).

Kecemasan tersebut muncul lantaran ketidaksiapan situasi dan kondisi pandemi saat ini yang tidak ada kepastiannya kapan akan selesai.

Lantaran dulunya mereka terbiasa dengan hidup serba ada, namun begitu dihadapan pada kondisi ekonomi yang serba susah dan tidak tercukupi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, akhirnya mengambil jalan pintas.  

“Stress dan kecemasan ditengah pandemi ini juga menjadi faktor orang nekat bunuh diri,” ujarnya. Kata dia, masyarakat saat ini sedang berhadapan dengan tingkat kecemasan tinggi.

Pertama karena masalah Covid-19 yang tak pernah terlihat. Kedua masyarakat masih belum mengerti apa yang harus dilakukan di tengah pandemi ini.

“Ini sebenarnya yang terjadi, maka tidak heran jalan pintas harus ditempuh. Karena tak kuat secara mental dan termasuk kondisi keluarga dari korban,” ujarnya.

Dr. Mahayasa mengaku rata-rata masyarakat yang berkonsultasi yang datang ke rumahnya dengan kondisi mengalami kecemasan dan stress ditengah pandemi Covid-19.

Dengan rentang 40-60 tahun atau usia produktif dengan yang datang 30-40 orang pasien selama seminggu. Dibandingkan sebelum pandemi yang hanya datang berkonsultasi 10-15 orang pasien.  

Ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak terlena dengan kondisi tersebut.

Seharusnya masyarakat mencari solusi atau mencari apa yang dilakukan untuk mengurangi masalah atau tingkat kecemasannya.

“Kuncinya pada manajemen stress dan berkomunikasi. Sebenarnya, semakin banyak stres, semakin banyak hikmah positif yang didapat dan semakin baik kedepan dalam menjalankan kehidupan,’ pungkasnya. 

TABANAN – Kasus ulah pati lagi-lagi terjadi di Tabanan. Kali ini pilihan tak masuk akal itu diambil I Made Budi Suwantara, 40, warga Banjar Dinas Payangan Tengah, Desa Payangan, Kecamatan Marga.

Aksi bunuh diri yang dilakukan Budi Suwantara, Senin (19/4) lalu karena faktor depresi. Korban diduga nekat mengakhiri hidupnya setelah kehilangan pekerjaan akibat pandemi Covid-19.

Kehilangan pekerjaan ternyata berdampak terhadap kehidupan rumah tangga korban. Istrinya meninggalkan korban tanpa pesan dan tidak pernah kembali sejak bulan Januari lalu.

Korban sendiri tak punya pekerjaan sejak setahun terakhir sejak pandemi Covid-19 menghantam seluruh dunia.

Kasus ulah pati yang dilakukan korban akhirnya dilaporkan keluarga korban ke Mapolsek Marga. Berdasar data Polres Tabanan, hingga pertengahan April 2021 ini sudah ada 4 kasus warga Tabanan melakukan aksi bunuh diri.

Di antaranya warga Banjar Dinas Mundeh Kawan, Desa Mundeh Kangin, Selemadeg Barat dengan korban I Made Setyawan.

Kemudian korban lainnya Ida Bagus Kresna Debby Putra warga Banjar Cau Desa Tua, Marga. Lalu I Made Sunarya, warga Desa Tegal Jadi, Marga, yang nekat gantung diri dibawah pohon belimbing.

Terakhir I Made Budi Suwantara, warga Banjar Dinas Payangan Tengah, Desa Payangan, Kecamatan Marga.

Maraknya warga Tabanan melakukan aksi bunuh diri ditengah pandemi Covid-19 akhirnya mendapat tanggapan dokter spesialis kesehatan jiwa di Tabanan dr. I Gusti Ngurah Bagus Mahayasa.

Dia menyebutkan ada tiga faktor penyebab secara ilmu kesehatan yang menyebabkan orang melakukan aksi bunuh diri.

Yakni karena masalah depresi, gangguan bipolar, dan gangguan skizofrenia atau gangguan jiwa berat. Khusus untuk pasien skizofrenia ini sering disebabkan oleh adanya bisikan-bisikan atau halusinasi.

Nah, di Tabanan penyebab pertama depresi yang diakibatkan sakit yang tak kunjung sembuh. Faktor ekonomi, karena kehilangan pekerjaan yang berujung pada masalah keluarga.

Dan, kemudian faktor dari keluarga korban yang memang ada masalah yang tidak pernah ada solusi dan jalan keluar sehingga menempuh jalan pintas bunuh diri.

“Maka penting setiap individu dan keluarga mengelola manajemen stress. Agar mereka (korban) yang memiliki masalah mendapat solusi.

Selain itu cara lainnya misalnya berkegiatan yang disenangi seperti berkebun, rekreasi atau menjalani hobi. Bisa juga dengan berkonsultasi dengan dokter,” ungkap dokter di BRSUD Tabanan ini.

Dr. Mahayasa mengaku selama pandemi Covid-19 tingkat stress seseorang memang meningkat. Saat ini banyak masyarakat yang justru merasa cemas (ansietas).

Kecemasan tersebut muncul lantaran ketidaksiapan situasi dan kondisi pandemi saat ini yang tidak ada kepastiannya kapan akan selesai.

Lantaran dulunya mereka terbiasa dengan hidup serba ada, namun begitu dihadapan pada kondisi ekonomi yang serba susah dan tidak tercukupi kebutuhan hidup dalam rumah tangga, akhirnya mengambil jalan pintas.  

“Stress dan kecemasan ditengah pandemi ini juga menjadi faktor orang nekat bunuh diri,” ujarnya. Kata dia, masyarakat saat ini sedang berhadapan dengan tingkat kecemasan tinggi.

Pertama karena masalah Covid-19 yang tak pernah terlihat. Kedua masyarakat masih belum mengerti apa yang harus dilakukan di tengah pandemi ini.

“Ini sebenarnya yang terjadi, maka tidak heran jalan pintas harus ditempuh. Karena tak kuat secara mental dan termasuk kondisi keluarga dari korban,” ujarnya.

Dr. Mahayasa mengaku rata-rata masyarakat yang berkonsultasi yang datang ke rumahnya dengan kondisi mengalami kecemasan dan stress ditengah pandemi Covid-19.

Dengan rentang 40-60 tahun atau usia produktif dengan yang datang 30-40 orang pasien selama seminggu. Dibandingkan sebelum pandemi yang hanya datang berkonsultasi 10-15 orang pasien.  

Ditengah kondisi pandemi Covid-19 yang belum berakhir. Pihaknya mengimbau kepada seluruh masyarakat agar tidak terlena dengan kondisi tersebut.

Seharusnya masyarakat mencari solusi atau mencari apa yang dilakukan untuk mengurangi masalah atau tingkat kecemasannya.

“Kuncinya pada manajemen stress dan berkomunikasi. Sebenarnya, semakin banyak stres, semakin banyak hikmah positif yang didapat dan semakin baik kedepan dalam menjalankan kehidupan,’ pungkasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/