27 C
Jakarta
20 November 2024, 22:06 PM WIB

Warga Rusia Mengaku Jadi Tumbal Kasus Impor “Narkoba Penemu Tuhan”

DENPASAR – Warga Rusia bernama Andrei Smirnov berusaha keras keluar dari jerat hukum yang melilitnya. Melalui penasihat hukumnya I Made Suardika Adnyana dkk, Andrei mengajukan eksepsi atau nota keberatan kepada majelis hakim PN Gianyar yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja.

Dalam eksepsinya Suardika meminta JPU Julius Anthony membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

Sebab, barang bukti berupa tanaman yang mengandung narkotika jenis Dimethyltryptamine (DMT) dengan berat 449,49 gram yang diambil terdakwa di Kantor POS Ubud pada 27 Maret 2020 bukanlah milik terdakwa. Narkoba jenis ini sering disebut Dimitri. Orang yang mengonsumsi narkoba ini disebut-sebut  sering berhalusinasi, di antara mengaku bisa bertemu makhluk gaib, alien bahkan “tuhan”.

“Barang tersebut jelas-jelas milik teman terdakwa yang bernama Aleksei Paradiz yang juga merupakan warga Negara Rusia” tegas Suardika kepada Jawa Pos Radar Bali, Senin (21/9).

Menurut Suardika, informasi barang haram itu bukan milik terdakwa sebetulnya sudah disampaikan terdakwa saat ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali.

Anehnya, petugas tidak menangkap Aleksei Paradiz sebagai pemilik barang.
Menurut Suardika dengan berbekal informasi yang disampaikan oleh terdakwa Andrei, petugas BNNP Bali seharusnya melakukan pengawasan terlebih dahulu terhadap paket tersebut dengan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delivery) guna menangkap pemilik paket/ pelaku yang sebenarnya.

Terlebih teknik tersebut tersirat dengan jelas pada bagian umum penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35/2009 tentang Narkotika.

“Klien kami merasa dijadikan boneka atau korban oleh Aleksei Paradiz dalam pengiriman paket yang berisi barang ilegal tersebut,” beber Suardika.

“Karena klien kami sama sekali tidak pernah memesan narkotika dari luar negeri. Klien kami tidak mengetahui kalau paket itu berisi tanaman yang mangandung narkotika,” tandas pengacara yang juga mantan wartawan itu.

Sementara itu kuasa hukum lainnya, Ida Bagus Gumilang Galih Sakti senada dengan Suardika. Ia melihat adanya kejanggalan-kejanggalan dalam pengiriman paket tersebut yang dijadikan sebagai barang bukti utama dalam kasus ini.

“Kami sebut janggal karena dalam paket itu tidak tercantum data pengirim, tidak ada cap dari perusahaan jasa pengiriman, tidak ada resi pengiriman maupun penerimaan paket, dan tidak ada keterangan mengenai isi paket pada saat klien kami menggambil paket tersebut di Kantor Pos Ubud,” ungkap Bagus Sakti.

Terdakwa, kata dia, benar-benar meragukan paket tersebut. Hal itu juga sudah disampaikan saat terdakwa diperiksa oleh penyidikan BNNP Bali.

Ditambahkan, terdakwa juga sudah memberikan semua bukti percakapan
di aplikasi pesan Telegram antara dirinya dengan Aleksei Paradiz.

“Selain itu, bukti data pengirim paket yang klien kami dapatkan dari Departemen Kepolisian Negara Peru sebagai bukti yang dapat menerangkan pengirim dan pemilik paket tersebut adalah Aleksei Paradiz. Barang terlarang itu dikirim dari Peru,” paparnya.

Tidak itu saja, terdakwa Andrei juga telah memberikan paspor atas nama Aleksei Paradiz kepada penyidik BNNP Bali agar dapat dipanggil dan dimintai keterangan. Namun hingga sekarang Aleksei Paradiz tetap bebas belum tertangkap.

Terdakwa Andrei juga sudah pernah memohon kepada penyidik BNNP Bali untuk melakukan pemeriksaan terhadap dirinya menggunakan alat tes kebohongan (Poligraf Test) agar dapat mengetahui apakah terdakwa memberikan keterangan palsu atau tidak, namun permohonan itu tidak pernah dipenuhi.

Bagus dan Suardika menduga yang mengimpor paket yang berisi tanaman illegal itu adalah Aleksei Paradiz. Bagus mengaku memiliki bukti-bukti percakapan antara terdakwa dengan Aleksei Paradiz sebelum mengirimkan paket tersebut.

“Klien kami yang disuruh menerimanya di Bali, seharusnya Aleksei Paradiz yang diadili di muka persidangan dan bukan klien kami karena klien kami hanyalah korban,” tandas Bagus.

“Harapan kami agar Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara ini dapat mengabulkan eksepsi yang telah kami ajukan” tegasnya.

Sebagaimana dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa Andrei Smirnov ditangkap petugas BNNP Bali di kantor Pos Ubud ketika mengambil paket kiriman dari temannya di luar negeri pada 27 Maret 2020.

Sesaat setelah ia mengambil paket tersebut tiba-tiba datang petugas BNNP Bali menangkapnya karena paket tersebut diduga berisi barang terlarang. Dari hasil pemeriksaan labforensik diketahui tanaman yang ada dalam paket tersebut mengandung DMT atau narkotika dengan berat 449,49 gram netto.

Dalam perkara ini terdakwa dijerat dengan pasal 113 ayat (1) atau pasal 111 (1) UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman minimum empat tahun penjara.

Rencananya besok (22/9) sidang dilanjutkan dengan acara putusan sela atas eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa.

DENPASAR – Warga Rusia bernama Andrei Smirnov berusaha keras keluar dari jerat hukum yang melilitnya. Melalui penasihat hukumnya I Made Suardika Adnyana dkk, Andrei mengajukan eksepsi atau nota keberatan kepada majelis hakim PN Gianyar yang diketuai Ida Ayu Sri Adriyanthi Astuti Widja.

Dalam eksepsinya Suardika meminta JPU Julius Anthony membebaskan terdakwa dari segala dakwaan.

Sebab, barang bukti berupa tanaman yang mengandung narkotika jenis Dimethyltryptamine (DMT) dengan berat 449,49 gram yang diambil terdakwa di Kantor POS Ubud pada 27 Maret 2020 bukanlah milik terdakwa. Narkoba jenis ini sering disebut Dimitri. Orang yang mengonsumsi narkoba ini disebut-sebut  sering berhalusinasi, di antara mengaku bisa bertemu makhluk gaib, alien bahkan “tuhan”.

“Barang tersebut jelas-jelas milik teman terdakwa yang bernama Aleksei Paradiz yang juga merupakan warga Negara Rusia” tegas Suardika kepada Jawa Pos Radar Bali, Senin (21/9).

Menurut Suardika, informasi barang haram itu bukan milik terdakwa sebetulnya sudah disampaikan terdakwa saat ditangkap petugas Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Bali.

Anehnya, petugas tidak menangkap Aleksei Paradiz sebagai pemilik barang.
Menurut Suardika dengan berbekal informasi yang disampaikan oleh terdakwa Andrei, petugas BNNP Bali seharusnya melakukan pengawasan terlebih dahulu terhadap paket tersebut dengan teknik penyerahan yang diawasi (controlled delivery) guna menangkap pemilik paket/ pelaku yang sebenarnya.

Terlebih teknik tersebut tersirat dengan jelas pada bagian umum penjelasan atas Undang-undang Republik Indonesia Nomor 35/2009 tentang Narkotika.

“Klien kami merasa dijadikan boneka atau korban oleh Aleksei Paradiz dalam pengiriman paket yang berisi barang ilegal tersebut,” beber Suardika.

“Karena klien kami sama sekali tidak pernah memesan narkotika dari luar negeri. Klien kami tidak mengetahui kalau paket itu berisi tanaman yang mangandung narkotika,” tandas pengacara yang juga mantan wartawan itu.

Sementara itu kuasa hukum lainnya, Ida Bagus Gumilang Galih Sakti senada dengan Suardika. Ia melihat adanya kejanggalan-kejanggalan dalam pengiriman paket tersebut yang dijadikan sebagai barang bukti utama dalam kasus ini.

“Kami sebut janggal karena dalam paket itu tidak tercantum data pengirim, tidak ada cap dari perusahaan jasa pengiriman, tidak ada resi pengiriman maupun penerimaan paket, dan tidak ada keterangan mengenai isi paket pada saat klien kami menggambil paket tersebut di Kantor Pos Ubud,” ungkap Bagus Sakti.

Terdakwa, kata dia, benar-benar meragukan paket tersebut. Hal itu juga sudah disampaikan saat terdakwa diperiksa oleh penyidikan BNNP Bali.

Ditambahkan, terdakwa juga sudah memberikan semua bukti percakapan
di aplikasi pesan Telegram antara dirinya dengan Aleksei Paradiz.

“Selain itu, bukti data pengirim paket yang klien kami dapatkan dari Departemen Kepolisian Negara Peru sebagai bukti yang dapat menerangkan pengirim dan pemilik paket tersebut adalah Aleksei Paradiz. Barang terlarang itu dikirim dari Peru,” paparnya.

Tidak itu saja, terdakwa Andrei juga telah memberikan paspor atas nama Aleksei Paradiz kepada penyidik BNNP Bali agar dapat dipanggil dan dimintai keterangan. Namun hingga sekarang Aleksei Paradiz tetap bebas belum tertangkap.

Terdakwa Andrei juga sudah pernah memohon kepada penyidik BNNP Bali untuk melakukan pemeriksaan terhadap dirinya menggunakan alat tes kebohongan (Poligraf Test) agar dapat mengetahui apakah terdakwa memberikan keterangan palsu atau tidak, namun permohonan itu tidak pernah dipenuhi.

Bagus dan Suardika menduga yang mengimpor paket yang berisi tanaman illegal itu adalah Aleksei Paradiz. Bagus mengaku memiliki bukti-bukti percakapan antara terdakwa dengan Aleksei Paradiz sebelum mengirimkan paket tersebut.

“Klien kami yang disuruh menerimanya di Bali, seharusnya Aleksei Paradiz yang diadili di muka persidangan dan bukan klien kami karena klien kami hanyalah korban,” tandas Bagus.

“Harapan kami agar Yang Mulia Majelis Hakim yang pemeriksa perkara ini dapat mengabulkan eksepsi yang telah kami ajukan” tegasnya.

Sebagaimana dalam dakwaannya, JPU menyatakan terdakwa Andrei Smirnov ditangkap petugas BNNP Bali di kantor Pos Ubud ketika mengambil paket kiriman dari temannya di luar negeri pada 27 Maret 2020.

Sesaat setelah ia mengambil paket tersebut tiba-tiba datang petugas BNNP Bali menangkapnya karena paket tersebut diduga berisi barang terlarang. Dari hasil pemeriksaan labforensik diketahui tanaman yang ada dalam paket tersebut mengandung DMT atau narkotika dengan berat 449,49 gram netto.

Dalam perkara ini terdakwa dijerat dengan pasal 113 ayat (1) atau pasal 111 (1) UU No 35 tahun 2009 tentang narkotika dengan ancaman minimum empat tahun penjara.

Rencananya besok (22/9) sidang dilanjutkan dengan acara putusan sela atas eksepsi yang diajukan oleh kuasa hukum terdakwa.

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/