25.1 C
Jakarta
20 November 2024, 5:15 AM WIB

Memanas, Pengacara Sudikerta dan Notaris Saling Bantah Soal Sertifikat

DENPASAR – Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan, penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) jual beli tanah senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa Ketut Sudikerta, Kamis (21/11) memanas.

Memanasnya sidang lanjutan ini menyusul dengan dihadirkannya saksi Agus Sutoto, salah seorang notaris oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saksi Agus Satoto sengaja dihadirkan JPU ke persidangan, karena dianggap mengetahui awal mula perkembangan kasus ini.

“Tanah ini memang banyak punya masalahnya,” ujar saksi Agus dihadapan majelis hakim yang dipimpin Etshar Oktavi dalam persidangan.

Agus mengatakan, jika keterlibatannya dengan tanah ini memang cukup lama, tepatnya ketika tahun 2004 silam.

Tak heran jika Agus mengetahui bahwa obyek tanah yang dipersoalkan memiliki banyak masalah, termasuk dengan pembagian angka pengelola tanah dengan pihak puri jika terjual.

Suatu ketika, kata Agus, saat berada di dalam mobil bersama Sudikerta menuju sebuah hotel, Agus mengaku pernah ditunjukan sebuah sertifikat tanah tersebut dan tanda terima oleh Sudikerta.

“Ini sertifikat sudah ditangan saya. Begitu kata pak Sudikerta di dalam mobil. Tapi saya tidak tau asal usul sertifikat itu (asli atau palsu). Saya sih berpikir positif saja. Katanya tanah tersebut mau dijual,” ungkap Agus.

Dalam konteks ini, Terdakwa Sudikerta membantah keterangan saksi Agus. Dia mengaku tidak pernah menunjukan sertifikat tersebut ke Notaris Agus. Namun Notaris Agus tetap dalam keterangannya dalam persidangan.

Perdebatan semakin meninggi ketika Nyoman Dila, salah satu kuasa hukum Sudikerta mempersoalkan Notaris Agus yang banyak membuat akta, baik akta perjanjian dan sebagainya terkait dengan tanah tersebut.

Padahal, Notaris Agus awalnya mengaku sudah mengetahui banyak masalah di tanah tersebut.
Hal ini langsung membuat naik darah Notaris Agus.

Dengan nada yang tinggi, Notaris Agus mempersoalkan pertanyaan yang diajukan kuasa hukum Sudikerta.

“Ini kok jadi masalah akta yang saya buat. Kalau memang akta saya buat masalah, mengapa akta yang saya buat tidak dipakai dalam kasus ini?,” ujarnya dengan keras dan kemudian ditenangkan oleh hakim dan JPU.

“Jangan emosi pak,” saut Jaksa Eddy dalam persidangan. “Saudara jawab saja,” sambung hakim Etshar.

Menanggapi perdebatan tersebut, usai sidang Nyoman Dila menjelaskan notaris Agus dari awal mengatakan tanah di Balangan tersebut banyak masalah. Sehingga dia membuat akta kuasa, akta jual beli dan sebagainya.

“Tapi dalam kasus Balangan, tidak pernah digunakan akta tersebut. Sertifikat tanah tersebut ada di notaris Sujarni. Sedangkan Notaris Agus itu mengeluarkan akta yang seperti surat kuasa terhadap tiga orang, namun tidak dapat digunakan. Sehingga juga muncul ada sertifikat yang palsu,” ujarnya.

“Tapi sampai saat ini kan tak ada gugatan pemalsuan surat. Siapa yang keberatan?,” tutupnya. 

DENPASAR – Sidang lanjutan kasus dugaan penggelapan, penipuan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) jual beli tanah senilai Rp 150 miliar dengan terdakwa Ketut Sudikerta, Kamis (21/11) memanas.

Memanasnya sidang lanjutan ini menyusul dengan dihadirkannya saksi Agus Sutoto, salah seorang notaris oleh pihak Jaksa Penuntut Umum (JPU).

Saksi Agus Satoto sengaja dihadirkan JPU ke persidangan, karena dianggap mengetahui awal mula perkembangan kasus ini.

“Tanah ini memang banyak punya masalahnya,” ujar saksi Agus dihadapan majelis hakim yang dipimpin Etshar Oktavi dalam persidangan.

Agus mengatakan, jika keterlibatannya dengan tanah ini memang cukup lama, tepatnya ketika tahun 2004 silam.

Tak heran jika Agus mengetahui bahwa obyek tanah yang dipersoalkan memiliki banyak masalah, termasuk dengan pembagian angka pengelola tanah dengan pihak puri jika terjual.

Suatu ketika, kata Agus, saat berada di dalam mobil bersama Sudikerta menuju sebuah hotel, Agus mengaku pernah ditunjukan sebuah sertifikat tanah tersebut dan tanda terima oleh Sudikerta.

“Ini sertifikat sudah ditangan saya. Begitu kata pak Sudikerta di dalam mobil. Tapi saya tidak tau asal usul sertifikat itu (asli atau palsu). Saya sih berpikir positif saja. Katanya tanah tersebut mau dijual,” ungkap Agus.

Dalam konteks ini, Terdakwa Sudikerta membantah keterangan saksi Agus. Dia mengaku tidak pernah menunjukan sertifikat tersebut ke Notaris Agus. Namun Notaris Agus tetap dalam keterangannya dalam persidangan.

Perdebatan semakin meninggi ketika Nyoman Dila, salah satu kuasa hukum Sudikerta mempersoalkan Notaris Agus yang banyak membuat akta, baik akta perjanjian dan sebagainya terkait dengan tanah tersebut.

Padahal, Notaris Agus awalnya mengaku sudah mengetahui banyak masalah di tanah tersebut.
Hal ini langsung membuat naik darah Notaris Agus.

Dengan nada yang tinggi, Notaris Agus mempersoalkan pertanyaan yang diajukan kuasa hukum Sudikerta.

“Ini kok jadi masalah akta yang saya buat. Kalau memang akta saya buat masalah, mengapa akta yang saya buat tidak dipakai dalam kasus ini?,” ujarnya dengan keras dan kemudian ditenangkan oleh hakim dan JPU.

“Jangan emosi pak,” saut Jaksa Eddy dalam persidangan. “Saudara jawab saja,” sambung hakim Etshar.

Menanggapi perdebatan tersebut, usai sidang Nyoman Dila menjelaskan notaris Agus dari awal mengatakan tanah di Balangan tersebut banyak masalah. Sehingga dia membuat akta kuasa, akta jual beli dan sebagainya.

“Tapi dalam kasus Balangan, tidak pernah digunakan akta tersebut. Sertifikat tanah tersebut ada di notaris Sujarni. Sedangkan Notaris Agus itu mengeluarkan akta yang seperti surat kuasa terhadap tiga orang, namun tidak dapat digunakan. Sehingga juga muncul ada sertifikat yang palsu,” ujarnya.

“Tapi sampai saat ini kan tak ada gugatan pemalsuan surat. Siapa yang keberatan?,” tutupnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/