25.2 C
Jakarta
22 November 2024, 7:48 AM WIB

Ibu Bunuh Tiga Anak Dikenal Baik dan Ramah, Pernah Menikah Dua Kali

GIANYAR – Aksi nekat ibu kandung jahat, Ni Luh Putu Septyan Parmadani, 32, meracuni tiga anak kandungnya dengan obat pembasmi serangga merek Baygon tidak bisa dinalar dengan akal sehat.

Semua orang dibuat geleng-geleng kepala dengan aksinya. Tidak hanya suami, maupun keluarga besar yang shock, tapi juga warga, dan aparat kepolisian.

Luh Putu Septyan sendiri dikenal sebagai sosok yang baik hati di mata warga. Putri Made Parwata ini semasa belum menikah, dikenal aktif di banjar.

Saat terlibat di sekaha teruna-teruni banjar, Septiyani ini tampak aktif di banjar. “Sebagian besar pasti tahu sama yang bersangkutan.

Namanya pemudi ketika itu sering terjun ke banjar pasti pernah ketemu otomatis kenal,” kata Kelian Dinas Banjar Palak, Desa Sukawati I Mada Sanggra kemarin.

Sosok Septyan sendiri dikenal biasa-biasa saja. “Sama seperti pemudi lainnya, biasa-biasa saja, tidak ada yang berbeda,” jelasnya.

Juga dikenal baik dan ramah dengan kerabat dan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sehingga dengan kejadian tersebut, banyak warga yang tidak percaya dengan aksi tersebut.

“Tidak ada yang menduga sampai terjadi begitu. Jangankan saya selaku kelian dinas yang posisi rumah agak jauh, keluarga sendiri tidak ada yang menduga,” jelasnya.

Sanggra belum tahu harus melakukan apa setelah kejadian ini. Apakah akan menggelar pecaruan atau upacara.

“Namanya ini musibah, saya belum dapat memutuskan, karena dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang saya disana (rumah duka, red),  bapak Made Parwata belum saya lihat,” jelasnya.

Sanggra lantas mempertanyakan pihak keluarga terkait kejadian itu. “Keluarga mestinya tanggap kepada anak atau saudara yang pulang

membawa anak sampai tiga ke sini (Banjar Palak, red) dari Sulangai, mestinya ada pertanyaan besar sebelum musibah ini terjadi,” jelasnya.

Diketahui perkawinan Septyan ke Desa Sulangai, Kecamatan Petang dengan suaminya Putu Moh Diana merupakan pernikahan yang ke dua kalinya.

Perkawinan pertama Septiyanni dengan seorang pria asal Denpasar, namun berakhir dengan perceraian. “Dengan suami pertama, dia dikaruniai seorang putra,” ujarnya.

Sanggra sendiri tidak tahu persis kapan perceraian dengan suami pertama terjadi. “Waktu itu saya belum jadi kelian dinas, saya juga tidak ada hubungan keluarga. Sehingga saat ada kegiatan menikah itu tidak dilibatkan,” ungkapnya.

Termasuk saat pernikahan Septyan dengan pria asal Desa Sulangai, Petang itu pun, Made Sanggra juga tidak ingat persis.

Dia hanya tahu setelah pernikahan kedua ini, Septyan melahirkan anak pada 2011. “Itu melahirkan anak yang pertama dari suami di Desa Sulangai, setelah itu pada 2012 barulah saya ditunjuk sebagai kelian dinas,” tukasnya. 

GIANYAR – Aksi nekat ibu kandung jahat, Ni Luh Putu Septyan Parmadani, 32, meracuni tiga anak kandungnya dengan obat pembasmi serangga merek Baygon tidak bisa dinalar dengan akal sehat.

Semua orang dibuat geleng-geleng kepala dengan aksinya. Tidak hanya suami, maupun keluarga besar yang shock, tapi juga warga, dan aparat kepolisian.

Luh Putu Septyan sendiri dikenal sebagai sosok yang baik hati di mata warga. Putri Made Parwata ini semasa belum menikah, dikenal aktif di banjar.

Saat terlibat di sekaha teruna-teruni banjar, Septiyani ini tampak aktif di banjar. “Sebagian besar pasti tahu sama yang bersangkutan.

Namanya pemudi ketika itu sering terjun ke banjar pasti pernah ketemu otomatis kenal,” kata Kelian Dinas Banjar Palak, Desa Sukawati I Mada Sanggra kemarin.

Sosok Septyan sendiri dikenal biasa-biasa saja. “Sama seperti pemudi lainnya, biasa-biasa saja, tidak ada yang berbeda,” jelasnya.

Juga dikenal baik dan ramah dengan kerabat dan masyarakat di lingkungan sekitarnya. Sehingga dengan kejadian tersebut, banyak warga yang tidak percaya dengan aksi tersebut.

“Tidak ada yang menduga sampai terjadi begitu. Jangankan saya selaku kelian dinas yang posisi rumah agak jauh, keluarga sendiri tidak ada yang menduga,” jelasnya.

Sanggra belum tahu harus melakukan apa setelah kejadian ini. Apakah akan menggelar pecaruan atau upacara.

“Namanya ini musibah, saya belum dapat memutuskan, karena dari jam 9 pagi sampai jam 12 siang saya disana (rumah duka, red),  bapak Made Parwata belum saya lihat,” jelasnya.

Sanggra lantas mempertanyakan pihak keluarga terkait kejadian itu. “Keluarga mestinya tanggap kepada anak atau saudara yang pulang

membawa anak sampai tiga ke sini (Banjar Palak, red) dari Sulangai, mestinya ada pertanyaan besar sebelum musibah ini terjadi,” jelasnya.

Diketahui perkawinan Septyan ke Desa Sulangai, Kecamatan Petang dengan suaminya Putu Moh Diana merupakan pernikahan yang ke dua kalinya.

Perkawinan pertama Septiyanni dengan seorang pria asal Denpasar, namun berakhir dengan perceraian. “Dengan suami pertama, dia dikaruniai seorang putra,” ujarnya.

Sanggra sendiri tidak tahu persis kapan perceraian dengan suami pertama terjadi. “Waktu itu saya belum jadi kelian dinas, saya juga tidak ada hubungan keluarga. Sehingga saat ada kegiatan menikah itu tidak dilibatkan,” ungkapnya.

Termasuk saat pernikahan Septyan dengan pria asal Desa Sulangai, Petang itu pun, Made Sanggra juga tidak ingat persis.

Dia hanya tahu setelah pernikahan kedua ini, Septyan melahirkan anak pada 2011. “Itu melahirkan anak yang pertama dari suami di Desa Sulangai, setelah itu pada 2012 barulah saya ditunjuk sebagai kelian dinas,” tukasnya. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/