DENPASAR – Kejaksaan Tinggi (Kejati) Bali semestinya mengembalikan aset milik mantan Kepala BPN Denpasar dan Badung, Tri Nugraha senilai Rp 71 miliar yang disita sebelumnya kepada ahli waris.
Hal ini lantaran Kejati Bali telah memutuskan menghentikan penyidikan kasus dugaan gratifikasi dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) setelah Tri bunuh diri di toilet Kejati Bali pada Agustus 2020 lalu.
“Kalau kasusnya sudah ditutup harta kekayaan dikembalikan. Berarti harta kekayaan dipandang sebagai hasil yang sah,” kata pakar hukum pidana Universitas Islam Indonesia (UII) Mudzakir saat dikonfirmasi awak media kemarin.
Menurut Mudzakir, jaksa tidak boleh melelang atau menjual barang bukti perkara tanpa adanya dasar hukum atau penetapan pengadilan. Hal ini penting untuk kepastian hukum.
“Jaksa tidak boleh melelang karena tidak ada dasar hukum untuk melelang. Lelang baru terjadi kalau ada status harta kekayaan itu.
(Kalau kasusnya ditutup). Dikembalikan semuanya karena statusnya itu nggak bisa hanya disita saja,” katanya.
Jangan sampai Kejati melampui kewenangan dan menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum lantaran melelang atau menjual aset tanpa penetapan pengadilan.
Apalagi, penyidikan perkara tersebut sudah dihentikan. “Kalau penegakan hukum dengan cara melanggar hukum yang justru merugikan kepentingan kepentingan orang lain itu
penegak hukum kesalahannya atau dosanya ada dua. Dosa pertama dia menegakkan hukum nggak benar, dosa yang kedua adalah mengurangi harta kekayaan orang lain secara tidak sah,” tegasnya.