DENPASAR – Dari 1.500 lebih narapidana (napi) dan tahanan yang saat ini menghuni Lapas Kelas IIA Kerobokan, 70 persennya adalah pelaku kejahatan narkotika.
Tak heran jika penjara terbesar di Bali itu sering disebut sebagai sarangnya pelaku kejahatan narkoba.
Mirisnya lagi, dari persentase 70 persen tersebut, sekitar 40 persennya adalah pecandu alias pemakai. Para pecandu ini bisa dikatakan orang tersesat.
Pasalnya, mereka terseret dalam pusaran narkoba karena salah pergaulan. Perlu usaha keras untuk membaskan para pecandu dari pengaruh narkoba.
Melihat kondisi tersebut, Lapas Kelas IIA Kerobokan kemarin (22/3) meresmikan tempat rehabilitasi medis dan sosial khusus para pecandu.
“Tujuan tempat rehabilitasi ini untuk mengurangi ketergantungan para pemakai terhadap narkotika,” ujar Fikri Jaya Soebing, Kalapas Kelas IIA Kerobokan saat dikonfirmasi kemarin.
Menurut Fikri, dengan adanya rehabilitasi ini para pecandu ini saat bebas bisa benar-benar bersih dari narkotika.
Sebab memerlukan waktu untuk menjalani rehabilitasi. Satu orang membutuhkan waktu sekitar enam bulan dalam menjalani rehabilitasi.
Ditanya cara untuk membedakan pemakai dengan pengedar, Fikri mengacu pada putusan pengadilan.
Dalam putusan hakim disebutkan seseorang dihukum sebagai pemakai sebagaimana dimaksud Pasal 127 UU Narkotika.
Pihaknya juga melakukan pemantauan terhadap para napi. “Selain itu kami juga melakukan assessment (penilaian),” tukasnya.
Adapun kapasitas peserta rehab medis sebanyak 60 orang dan peserta rehab sosial sebanyak 60 orang. “Rehab diberikan secara bergantian. Untuk rehab semuanya gratis,” tandasnya.
Untuk menjalankan rehabilitasi medis dan sosial, Lapas Kelas IIA Kerobokan bekerja sama dengan BNNK Badung, Kodim 1611/Badung, Kemenag Badung, Fakultas Kedokteran Unud, dan Yayasan Anargya.