30.8 C
Jakarta
4 September 2024, 18:08 PM WIB

“Kalau Mbak Berdarah Baru Diproses”, Ancam Laporkan Penyidik ke Propam

DENPASAR – Pengacara Siti Sapura akan melaporkan beberapa oknum penyiidik kepolisian ke Propam Polda Bali.

Langkah ini diambil oleh oleh wanita yang akrab disapa Ipung ini lantaran lamban diproses laporan yang dilakukan oleh ibu muda di Denpasar berinisial Ayu PD, 26 terkait kasus KDRT yang menimpanya.

Dimana selain KDRT, pihak keluarga suami berinisial Kadek Agus D, 25 juga tidak mengizinkan Ayu untuk bertemu buah hatinya. 

“Kasusnya sudah dilaporkan bulan Oktober tahun 2020 lalu. Namun kesannya sekarang kasus ini diam di tempat,” terang Siti Sapura di Denpasar kemarin.

Bahkan, sejak kasus ini dilapor ke Polresta Denpasar pada Oktober 2020, pelaku yang juga seorang residivis kasus penganiayaan itu tidak pernah ditahan oleh polisi.

“Kata penyidiknya, kalau mbak berdarah-darah baru pelaku kami tahan,” beber Ipung sembari menirukan kata-kata polisi yang sempat menerima laporan dari korban di Polresta Denpasar.

Selain itu, penyidik PPA Polresta Denpasar juga sempat menolak laporan korban. Alasannya tidak ada hukum yang mengatur karena anak tersebut lahir bukan dari perkawinan yang sah dan hanya adat. 

Lalu korban didampingi Ipung membuat laporan ke Polda Bali dalam bentuk Dumas pada Desember 2020 terkait pasal 330 terkait hal kuasa sang anak.

Dimana mertua dari Ayu melarang Ayu untuk menemui buah hatinya sendiri di rumah mereka di Jalan Nangka Denpasar. Usai membuat laporan Dumas, ternyata laporannya terkesan masih berjalan di tempat. 

Untuk mengurai masalah pelik terkait perkawinan adat antara Ayu dan suaminya, Akdek, Ipung lalu minta pendapat kepada ahli hukum adat Bali Prof. Dr. Wayan P. Windia terkait hukum anak yang dilahirkan dari pernikahan adat.

“Artinya apa, anak akan menjadi anak dari seorang ibu, kecuali jika dia dinikahkan secara hukum atau Undang-undang perkawinan,” ujarnya.

Dijelaskan oleh Ipung, pendapat Prof Windia kemudian dilampirkan dan dikirim ke Subdit RPK Polda Bali.

Ipung juga mengirim surat ke Kapolri, Kapolda, Propam Polda Bali, hingga Menteri PPA terkait kejadian yang menimpa kliennya. 

Dalam suratnya, Ipung mengaku menjelaskan secara detail bagaimana seorang ibu yang bukan narapidana kehilangan hak asuh anak, dan anak kehilangan hak atas ibunya.

Rupanya surat yang dikirim Ipung ke Kapolri dan Kapolda mendapat respon sehingga Ayu sempat diundang ke Polda Bali oleh penyidik dan Kasubdit IV RPK Polda Bali.

Masalah ini pun kian pelik. Apalagi saat itu, kepada Ayu pihak penyidik Subdit RPK Polda Bali menuturkan jika sang ayah, dalam hal ini, Kadek juga punya hak atas anak yang kini berusia satu tahun tersebut. 

“Jika bapaknya juga punya hak atas anaknya, lalu kenapa ibunya tidak bisa mendapat hal itu, katanya semua punya hak.

Dan kenapa ketika ibunya ingin ketemu pada ulang tahun pertama anaknya, polisi tidak bisa memfasilitasi,” tegas Ipung.

Padahal menurut Ipung, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sebelum dilantik sempat mengatakan bahwa jika telah dilantik sebagai Kapolri, tidak akan lagi penegakan hukum yang tumpul keatas dan tajam kebawah.

Oleh karena itu, ia lantas mendorong agar penyidik yang ditempatkan di Subdit PPA Polda Bali, Unit PPA Polresta Denpasar

adalah orang yang paham tentang Undang-undang perkawinan, Undang-undang tentang perlindungan anak dan Undang-undang tentang PKDRT.

Diberitakan sebelumnya, ibu muda bernama Ayu PD, 26 bercucuran air mata sambil mengisahkan nasib pilu yang dialaminya.

Dia mengaku dianiaya berulangkali oleh suaminya berinisial Kadek Agus D, 25. Tidak cukup sampai di situ, kini Ayu PD, tidak diijinkan untuk bertemu dengan buah hatinya oleh keluarga sang suami sejak akhir tahun 2020 lalu. 

Kejadian itu bermula pada Oktober 2019 lalu. Saat itu, karena rasa cinta, Ayu PD memutuskan menikah dengan Kadek Agus D.

Pernikahan itu dilakukan secara adat Bali. Pasalnya, keduanya bertarbelakang agama berbeda. Dimana Ayu beragama Budha, sedangkan Kadek beragama Hindu. 

Di awal pernikahan, semuanya berjalan baik. Ayu bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan sang suami tidak bekerja.

Hingga akhirnya, Ayu masuk ke fase hamil besar. Kadek Agus mulai menunjukan sisi kasarnya. “Pas hamil besar mulai ada kekerasan.

Saya sering ditinggal malam-malam untik mabuk dan judi. Saya didorong diusir dari rumah gara-gara saya gak mau diajak ke kampungnya.

Karena saat itu saya sering kontraksi,” ujar Ayu mengisahkan kejadian itu sambil bercucur air mata didampingi kuasa hukumnya, Siti Sapura. 

Lalu saat buah hati pertama mereka lahir tepat di usianya 7 bulan, Ayu masih mendapatkan perlakuan keras dari suami.

Puncaknya Oktober tahun 2020, Ayu memutuskan keluar dari rumah sang suami di jalan Ahmad Yani, Denpasar karena tidak tahan

dengan aksi kekerasan yang secara berulang dialaminya. Ayu kembali ke rumah orang tuanya di Luk-luk Badung. 

Ayu sempat melapor ke Polresta Denpasar atas kasus penganiayaan oleh sang suami. Ayu sempat kembali ke rumah sang suami untuk mengambil barang-barang pribadinya.

Didampingi polisi, Ayu berangkat ke rumah sang suami. Setibanya di sana, ternyata semua barang pribadinya telah disimpan di luar rumah dan dikemas menggunakan kantong kresek.

Tidak cukup sampai di situ, Ayu tidak diijinkan bertemu dengan buah hatinya. Bahkan, dia menceritakan jika ayah dari suaminya melarang dia untuk bertemu sang buah hati.

“Saat saya ingin bertemu, mereka selalu beralasan sedang berada di Karangasem,” ujar Ayu.

Kasusnya pun mulai masuk ke babak baru. Dia lalu meminta Siti Sapura sebagai pendamping hukumnya hingga saat ini. 

DENPASAR – Pengacara Siti Sapura akan melaporkan beberapa oknum penyiidik kepolisian ke Propam Polda Bali.

Langkah ini diambil oleh oleh wanita yang akrab disapa Ipung ini lantaran lamban diproses laporan yang dilakukan oleh ibu muda di Denpasar berinisial Ayu PD, 26 terkait kasus KDRT yang menimpanya.

Dimana selain KDRT, pihak keluarga suami berinisial Kadek Agus D, 25 juga tidak mengizinkan Ayu untuk bertemu buah hatinya. 

“Kasusnya sudah dilaporkan bulan Oktober tahun 2020 lalu. Namun kesannya sekarang kasus ini diam di tempat,” terang Siti Sapura di Denpasar kemarin.

Bahkan, sejak kasus ini dilapor ke Polresta Denpasar pada Oktober 2020, pelaku yang juga seorang residivis kasus penganiayaan itu tidak pernah ditahan oleh polisi.

“Kata penyidiknya, kalau mbak berdarah-darah baru pelaku kami tahan,” beber Ipung sembari menirukan kata-kata polisi yang sempat menerima laporan dari korban di Polresta Denpasar.

Selain itu, penyidik PPA Polresta Denpasar juga sempat menolak laporan korban. Alasannya tidak ada hukum yang mengatur karena anak tersebut lahir bukan dari perkawinan yang sah dan hanya adat. 

Lalu korban didampingi Ipung membuat laporan ke Polda Bali dalam bentuk Dumas pada Desember 2020 terkait pasal 330 terkait hal kuasa sang anak.

Dimana mertua dari Ayu melarang Ayu untuk menemui buah hatinya sendiri di rumah mereka di Jalan Nangka Denpasar. Usai membuat laporan Dumas, ternyata laporannya terkesan masih berjalan di tempat. 

Untuk mengurai masalah pelik terkait perkawinan adat antara Ayu dan suaminya, Akdek, Ipung lalu minta pendapat kepada ahli hukum adat Bali Prof. Dr. Wayan P. Windia terkait hukum anak yang dilahirkan dari pernikahan adat.

“Artinya apa, anak akan menjadi anak dari seorang ibu, kecuali jika dia dinikahkan secara hukum atau Undang-undang perkawinan,” ujarnya.

Dijelaskan oleh Ipung, pendapat Prof Windia kemudian dilampirkan dan dikirim ke Subdit RPK Polda Bali.

Ipung juga mengirim surat ke Kapolri, Kapolda, Propam Polda Bali, hingga Menteri PPA terkait kejadian yang menimpa kliennya. 

Dalam suratnya, Ipung mengaku menjelaskan secara detail bagaimana seorang ibu yang bukan narapidana kehilangan hak asuh anak, dan anak kehilangan hak atas ibunya.

Rupanya surat yang dikirim Ipung ke Kapolri dan Kapolda mendapat respon sehingga Ayu sempat diundang ke Polda Bali oleh penyidik dan Kasubdit IV RPK Polda Bali.

Masalah ini pun kian pelik. Apalagi saat itu, kepada Ayu pihak penyidik Subdit RPK Polda Bali menuturkan jika sang ayah, dalam hal ini, Kadek juga punya hak atas anak yang kini berusia satu tahun tersebut. 

“Jika bapaknya juga punya hak atas anaknya, lalu kenapa ibunya tidak bisa mendapat hal itu, katanya semua punya hak.

Dan kenapa ketika ibunya ingin ketemu pada ulang tahun pertama anaknya, polisi tidak bisa memfasilitasi,” tegas Ipung.

Padahal menurut Ipung, Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang sebelum dilantik sempat mengatakan bahwa jika telah dilantik sebagai Kapolri, tidak akan lagi penegakan hukum yang tumpul keatas dan tajam kebawah.

Oleh karena itu, ia lantas mendorong agar penyidik yang ditempatkan di Subdit PPA Polda Bali, Unit PPA Polresta Denpasar

adalah orang yang paham tentang Undang-undang perkawinan, Undang-undang tentang perlindungan anak dan Undang-undang tentang PKDRT.

Diberitakan sebelumnya, ibu muda bernama Ayu PD, 26 bercucuran air mata sambil mengisahkan nasib pilu yang dialaminya.

Dia mengaku dianiaya berulangkali oleh suaminya berinisial Kadek Agus D, 25. Tidak cukup sampai di situ, kini Ayu PD, tidak diijinkan untuk bertemu dengan buah hatinya oleh keluarga sang suami sejak akhir tahun 2020 lalu. 

Kejadian itu bermula pada Oktober 2019 lalu. Saat itu, karena rasa cinta, Ayu PD memutuskan menikah dengan Kadek Agus D.

Pernikahan itu dilakukan secara adat Bali. Pasalnya, keduanya bertarbelakang agama berbeda. Dimana Ayu beragama Budha, sedangkan Kadek beragama Hindu. 

Di awal pernikahan, semuanya berjalan baik. Ayu bekerja memenuhi kebutuhan rumah tangga, sedangkan sang suami tidak bekerja.

Hingga akhirnya, Ayu masuk ke fase hamil besar. Kadek Agus mulai menunjukan sisi kasarnya. “Pas hamil besar mulai ada kekerasan.

Saya sering ditinggal malam-malam untik mabuk dan judi. Saya didorong diusir dari rumah gara-gara saya gak mau diajak ke kampungnya.

Karena saat itu saya sering kontraksi,” ujar Ayu mengisahkan kejadian itu sambil bercucur air mata didampingi kuasa hukumnya, Siti Sapura. 

Lalu saat buah hati pertama mereka lahir tepat di usianya 7 bulan, Ayu masih mendapatkan perlakuan keras dari suami.

Puncaknya Oktober tahun 2020, Ayu memutuskan keluar dari rumah sang suami di jalan Ahmad Yani, Denpasar karena tidak tahan

dengan aksi kekerasan yang secara berulang dialaminya. Ayu kembali ke rumah orang tuanya di Luk-luk Badung. 

Ayu sempat melapor ke Polresta Denpasar atas kasus penganiayaan oleh sang suami. Ayu sempat kembali ke rumah sang suami untuk mengambil barang-barang pribadinya.

Didampingi polisi, Ayu berangkat ke rumah sang suami. Setibanya di sana, ternyata semua barang pribadinya telah disimpan di luar rumah dan dikemas menggunakan kantong kresek.

Tidak cukup sampai di situ, Ayu tidak diijinkan bertemu dengan buah hatinya. Bahkan, dia menceritakan jika ayah dari suaminya melarang dia untuk bertemu sang buah hati.

“Saat saya ingin bertemu, mereka selalu beralasan sedang berada di Karangasem,” ujar Ayu.

Kasusnya pun mulai masuk ke babak baru. Dia lalu meminta Siti Sapura sebagai pendamping hukumnya hingga saat ini. 

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/