DENPASAR – Daftriana Wulandari alias Lany, 20, ibu pembunuh bayi kembar yang baru dilahirkan terancam hukuman berat.
Komisioner Komisi Penyelenggara Perlindungan Anak Daerah (KPPAD) Bali, Ni Luh Gede Yastini menilai Lany bisa dikenakan pasal 338 atau 340 KUHP, dengan acaman pidana seumur hidup atau mati, atau minimal 20 tahun.
Itu artinya Lany terancam menua di dalam penjara. Sementara jika penyidik memakai UU No 35/2014 tentang perlindungan anak, Lany bisa dikenakan pasal 76C, pasal 80 ayat (3) dan (4).
Dalam pasal tersebut menyangkut tentang kekerasan terhadap anak yang menyebabkan kematian dengan ancaman pidana penjara 15 tahun.
“Apabila pelaku orang tua si anak, maka ada pemberatan dengan penambahan hukuman sepertiga. Jadi maksimal (pidana penjara) selama 20 tahun,” ujar Yastini kepada Jawa Pos Radar Bali.
Aktivis anak asal Marga, Tabanan ini menyatakan sepakat dengan hukuman berat pada tersangka. Tidak hanya Lany, tapi juga siapapun yang terlibat termasuk pacarnya bernama Venan, 20.
Mereka pantas dijatuhi hukuman berat karena secara umur sudah lebih 18 tahun. Artinya sudah dewasa dan mengetahui konsekuensi dari tindakan yang dilakukan.
Pelaku dinilai memiliki niatan melenyapkan nyawa bayi. Menghilangkan nyawa, sekalipun itu bayi samahalnya merampas hak asasi yang hak paling hakiki, yaitu menghilangkan nyawa.
“Saya sepakat dihukum berat agar menjadi pembelajaran yang lain. Apalagi ini sudah dewasa, sudah kuliah harus diberikan pembelajaran,” tandasnya.
Terkait sikap Lany yang terkesan “pasang badan” melindungi Venan sang pacar, Yastini menyatakan hal itu akan dibongkar oleh penyidik.
Ada berbagai cara untuk membongkar kebohongan pelaku kejahatan. Ditegaskan, Lany harus membuka semua fakta apa adanya.
“Karena melakukannya bersama-sama, ya sudah polisi bisa menggunakan pasal yang sama. Hamil karena perbuatan berdua.
Membunuh bayi dan membuangnya bersama-sama. Siapa yang dominan perannya akan terlihat di persidangan,” tukasnya.
Untuk meminimalkan kejadian serupa, Yastini menyarankan pemilik kos-kosan lebih ketat mengawasi penghuninya. Termasuk status penghuni.
Jika ada perubahan pada penghuni maka harus cepat tanggap. Begitu juga dengan masyarakat diminta lebih peka terhadap lingkungan sekitar.
Yang tak kalah penting adalah pendidikan reproduksi kepada remaja. Menurut Yastini, yang memprihatinkan lagi obat untuk menggugurkan kandungan diperjualbelikan secara online.
Ini tentu sangat mengkhawatirkan. Yastini meminta Dinas Kesehatan dan BBPOM lebih ketat dalam melakukan pengawasan peredaran obat.
“Ada anggapan menggugurkan kandungan itu biasa saja. Padahal, memiliki risiko besar jangka panjang. Bisa menyebabkan kanker dan lain sebagainya. Ini yang harus diedukasi pada remaja,” papar Yastini