KALAPAS Kelas IIA Kerobokan Fikri Jaya Soebing buka suara terkait bebasnya I Ketut Sudikerta, 54. Fikri Jaya Soebing mengungkapkan, Sudikerta bebas asimilasi rumah sesuai ketentuan yang berlaku. “Bebas dengan asimilasi rumah, bukan bebas murni. Sudikerta kami bebaskan bersama lima orang warga binaan lainnya,” tutur Fikri.
Dijelaskan lebih lanjut, berdasar Permenkumham Nomor 43/2021, narapidana yang jatuh 2/3 masa pidananya pada Juni 2022 dapat diberikan asimilasi di rumah.
Untuk 2/3 masa hukuman Sudikerta jatuh pada tanggal 3 bulan Juni 2022. “Jadi dia (Sudikerta) berhak mendapat asimilasi, karena sudah memenuhi persyaratan, seperti mengikuti bimbingan dan lainnya,” tegas Fikri.
Karena tidak bebas murni, Sudikerta akan diawasi oleh Balai Pemasyarakatan (BAPAS) Kelas I Denpasar. Selama menjalani asimilasi, Sudikerta akan mendapat bimbingan dan wajib lapor.
“Sebelum kami bebaskan, kami serahterimakan ke pihak Bapas. Tindak lanjut wajib lapor dan pembimbingan dilakukan pihak Bapas,” tukasnya.
Diwawancarai terpisah, Kepala Divisi Pemasyarakatan (Divpas) Kanwil Hukum dan HAM RI, Suprapto juga membenarkan Sudikerta mendapat asimilasi rumah.
Dijelaskan Suprapto, berdasar Permenkumham Nomor 43/2021, asimilasi rumah diberikan untuk mengurangi kepadatan lapas dan rutan di masa pandemi Covid-19.
“Siapapun napi yang menjalani 2/3 masa pidana pada Juni 2022, maka bisa mendapat asimilasi,” terangnya.
Setelah mendapat asimilasi, napi bisa mendapat pembebasan bersyarat. Nah, selama menjalani masa asimilasi ini napi wajib lapor ke Bapas. Napi juga dalam pengawasan dan kontrol Bapas.
“Kalau dia (Sudikerta) melakukan pelanggaran selama masa asimilasi, maka akan ditarik dan diambil lagi dimasukkan ke dalam sel isolasi lapas,” tandas Suprapto.
Pria asal Solo, Jawa Tengah, itu juga mengimbau semua napi yang mendapat asimiliasi rumah agar berada di rumah bersama keluarga serta taat prokes.
Bagaimana cara Bapas mengontrol Sudikerta? Suprapto menjelaskan, selain wajib lapor ke Bapas, juga akan didatangi ke rumahnya. Untuk memudahkan pengawasan, petugas Bapas juga akan mengontrol lewat video call.
Menurut Suprapto, selama menjalani masa hukuman Sudikerta berkelakuan baik. Sudikerta banyak mengikuti kegiatan keagamaan dan sosial. “Sudikerta juga rajin donor darah,” katanya.
Sudikerta disebut tidak pernah melanggar aturan di dalam lapas. “Kalau pernah melanggar sulit mendapat asimiliasi, selama ini dia berkelakuan baik,” pungkasnya.
Seperti diketahui, pada 20 Desember 2019 Sudikerta diganjar pidana penjara selama 12 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider empat bulan kurungan. Putusan itu lebih ringan dari tuntutan tim JPU yang menuntut 15 tahun dan denda Rp 5 miliar subsider enam bulan kurungan.
Sudikerta dinyatakan bersalah melakukan penipuan dan TPPU senilai Rp 150 miliar dengan korbannya, bos PT Maspion Surabaya, Alim Markus. Sudikerta terbukti melanggar Pasal Pasal 378 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP dan Pasal 3 UU RI Nomor 8/2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Tersungkur di pengadilan tingkat pertama, Sudikerta berjaya saat mengajukan banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Denpasar. Di luar dugaan, majelis hakim PT Denpasar memberi korting hukuman terhadap Sudikerta. Vonis yang sebelumnya 12 tahun turun setengah menjadi 6 tahun penjara. Tidak hanya itu, pidana denda Rp 5 miliar juga turun menjadi Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Putusan itu diperkuat kasasi MA.