DENPASAR – Tim Kuasa Hukum dari JRX SID masih belum bisa menerima terkait gelaran sidang online yang dilakukan terhadap kliennya. Wajar saja. Sebab banyak kasus lain yang disidang offline.
Sebut saja dalam kasus dugaan suap dan gratifikasi terkait buron Djoko Candra, jaksa Pinangki Sirna Malasari yang digelar langsung secara tatap muka (offline) di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Pengadilan Tipikor) di Jakarta Pusat, pada hari Rabu, 23 September 2020 kemarin.
Hal inilah yang menjadi pertanyaan besar bagi Ketua Tim Penasihat Hukum JRX SID, I Wayan “Gendo” Suardana, S.H., bahkan, Gendo sendiri mengaku kaget atas pemberitaan tersebut.
Gendo heran kalau seorang Terdakwa yang dikenal dengan sebutan Jaksa Pinangki tersebut, posisinya ditahan di Rutan. Namun, ternyata sidang perdananya dilakukan secara offline alias tatap muka. “Tak disangka kemarin kami mendapat info yang mengagetkan,” ujarnya.
Lebih jauh, ia menyampaikan dari awal tim Penasihat Hukum JRX SID sudah menolak persidangan secara online (teleconference) dengan alasan bahwa persidangan online melanggar KUHAP sebagai dasar hukum acara pidana.
Bahkan, JRX juga sempat walk out pada persidangan yang pertama. “Kami menolak teleconference sebagai upaya untuk menegakkan hukum acara,” tegasnya.
Gendo juga menyampaikan bahwa terhadap terdakwa yang ditahan, banyak persidangan dilakukan dengan tatap muka langsung. Misalkan di Pengadilan Negeri Singaraja (PN Singaraja), dalam waktu yang berdekatan dengan kasus JRX SID, dengan Pasal yang sama, namun persidangannya bisa dilakukan dengan tatap muka langsung. Yakni kasus advokat I Gusti Putu Adi Kusuma yang juga terjerat kasus UU ITE.
Kemarin terdakwa jaksa Pinangki, yang diduga terlibat kasus gratifikasi dari buron Djoko Candra. Posisi terdakwa ditahan di Rutan, ternyata persidangannya bisa dilakukan dengan tatap muka langsung.
“Kami (Tim Hukum JRX SID) kecewa atas pembedaan perlakuan yang dilakukan Pengadilan Negeri Denpasar serta majelis hakim yang memeriksa perkara JRX SID,” kata dia.
Padahal, kata Gendo, perkara Jaksa Pinangki dan JRX SID tersebut sama-sama perkara pidana, sama-sama ditahan dan hukum acaranya pun sama, yakni merujuk KUHAP.
Atas kejadian tersebut, Ia pun mempertanyakan siapa sebenarnya yang tidak mau sidang JRX dilakukan secara offline.
“Apa yang ditakutkan? Kalau takut, siapakah yang takut? Ini situasi yang mengherankan”, tegasnya.
Lebih lanjut, Gendo menegaskan Jika hukum acaranya sama, terus mengapa PN Denpasar seolah-olah menjadikan praktek sidang pidana online seperti kebiasaan yang absolut, padahal sidang online telah mereduksi KUHAP dan merugikan kepentingan hukum JRX. “Ada apa Pengadilan Negeri Denpasar, dalam hal ini Majelis Hakim?,” tutupnya.