SINGARAJA – Setelah tertunda dua kali akhirnya kasus dugaan ujaran kebencian yang menyeret Gusti Putu Adi Kusuma Jaya, oknum pengacara yang akrab disapa Gus Adi, akhirnya disidangkan.
Majelis hakim PN Singaraja mengabulkan permintaan pengacara Gus Adi menghadirkan terdakwa di depan sidang.
Sidang digelar terbuka dan dibuka untuk umum di PN Singaraja. Mengawali sidang, Gus Adi mengatakan, pembatasan aktivitas masyarakat
agar tidak dimaknai peniadaan yang menggerus aturan perundang-undangan yang berlaku khususnya Hukum Acara Pidana.
“Sebagai terdakwa yang hadir didepan sidang, saya akan tetap mematuhi protokol kesehatan Covid-19,” ujar Gus Adi.
Agenda sidang sendiri adalah pembacaan nota keberatan terdakwa. Gus Adi lantas menyinggung penahanan dirinya di Mapolres Buleleng yang dianggap melabrak aturan.
Seperti keberadaan sanitasi dan rusaknya fasum meski sejak tiga bulan belakangan dikeluhkan oleh para tahanan.
Sementara itu, pengacara Gus Adi yang tergabung dalam Forum Advokat Buleleng mengatakan kliennya akan tetap menghormati dan melaksanakan putusan Majelis Hakim yang diketuai Ketua I Made Gede Trisnajaya.
Majelis hakim sendiri dalam pertimbangan azas peradilan cepat juga turut menetapkan sidang Gus Adi nanti dilaksanakan 2 kali dalam seminggu.
“Sehingg kami selaku kuasa hukum dan klien kaki (Gus Adi, red) menganggap ini cukup menjadi perlakuan yang adil dalam situasi hak azasinya
yang diabaikan dalam penerapan hukum pada penahanannya di Polres Buleleng,” kata kuasa hukum Gus Adi, Gede Harja Astawa.
Dalam eksepsi yang dibacakan pada persidangan tersebut, tim advokasi juga turut menyanggah semua dakwaan Jaksa Penuntut Umum.
Sejumlah pertimbangan hukum yang merujuk pada azas kecermatan, ketelitian dan kelengkapan dakwaan disinyalir melanggar ketentuan yang diatur dalam perundang-undangan.
Salah satunya mengenai kejanggalan proses penyidikan yang awalnya dipublikasikan pihak Kepolisian Resor Buleleng dan Polda Bali terkait awal mula melakukan penindakan terhadap Gus Adi.
Tindakan penyidikan di awali dari patroli Cyber anggota Polres Buleleng. Bukan berdasar dari pengaduan korban yang merasa dihina atau dicemarkan nama baiknya.
Terlebih model laporan adalah laporan model A yang artinya tidak ada pengaduan melainkan suatu temuan.
Dalam hukum, lanjutnya, putusan Mahkamah Konstitusi nomor 50/PUU-VI/2008 turut dilengkapi dalam UU ITE bahkan diletakan sebagai pembuka yang menjadi
landasan kerangka pemikiran pada penjelasan UU 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas UU No 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
“Yang jelas menyatakan bahwa bukan semata-mata pidana umum melainkan berlakunya delik aduan. Jadi dalam kasus yang menyeret Gus Adi tidak adanya delik aduan, pertanyaannya, siapa yang keberatan,” imbuhnya.
Pengacara Gus Adi berharap setelah adanya penetapan sidang Gus Adi akan digelar setiap 2 kali seminggu. Dia berharap Majelis Hakim tidak di intervensi oleh pihak-pihak yang memiliki kepentingan khusus dalam perkara ini.
“Sehingga bisa tetap netral dalam semangat penegakan supremasi hukum khususnya pada Hukum Acara,” pungkasnya.