26.2 C
Jakarta
22 November 2024, 3:00 AM WIB

Guru dan Murid Tepergok di Ruang Terkunci, Arist Desak Polisi Bergerak

DENPASAR – Dugaan pencabulan di ruang guru salah satu SD di Desa Peguyangan Kangin, Denpasar Utara membuat Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, angkat bicara.

Katanya, kejahatan seksual yang diduga dilakukan seorang guru SD berinisial M, 54, terhadap mantan siswinya sebut saja K, 12, diduga terjadi di ruangan guru itu wajib diusut.

Bila kejadian itu benar terjadi, oknum guru tersebut bisa terancam pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.

Itu jika pihak kepolisian menjeratnya dengan ketentuan UU RI Nomor  17 Tahun 2016 mengenai penerapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Arist Merdeka Sirait menyatakan bahwa ia sangat menyangkan hal ini terjadi.

Karena itu, setelah mendapatkan informasi atau mengetahui dari media, ia langsung merespons. Yang mana, jika M terduga predator itu benar dan terbukti telah melakukan tindak pidana

kejahatan seksual terhadap siswinya, maka penyelesaian hukum harus adil dan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak (korban) dan menghindari penggunaan pendekatan “damai” dengan iming-iming ganti rugi.

“Saya berharap tidak ada kata damai terhadap penyelesaian tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak,” pinta Arist Merdeka.

Sejutinya, lanjut Arist, tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa  (extraordinary crime),

setara dengan tindak pidana khusus seperti tindak pidana narkoba, terorisme dan korupsi yang dapat diancam pidana seumur hidup.

Oleh karena itulah untuk penyelesaian dugaan kejahatan seksual yang dilakukan  M yang berprofesi sebagai seorang pendidik dilakukan penanganan hukumnya juga harus luar biasa.

Arist menambahkan,  untuk keadilan bagi korban dan memulihkan ketakutan para siswa dan orangtua murid atas peristiwa itu,

Komnas Perlindungan Anak mendorong Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Tingkat Kecamatan dan Kadis Pendidikan Denpasar untuk segera memberhentikan M dan menyerahkan kepada polisi untuk menanggungjawab perbuatannya.

Mengingat kejahatan seksual merupakan kejahatan tersembunyi dan pelakunya umum adalah orang terdekat korban.

Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak mengajak masyarakat Bali, khususnya di Denpasar untuk mewaspadai meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak.

Baik di lingkungan  sekolah atau lembaga pendidikan yang sudah menjadi ancaman. Katanya, masalah ini harus ditangani secara serius dan menggunakan pendekatan hukum secara khusus pula,

karena korban masih tergolong pada usia anak maka penanganan hukumnya juga harus berbasis pada pendekatan berperspektif anak.

“Saya berharap pihak kepolisian segera bergerak,” demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dari Studio Komnas Anak TV di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (24/7).

DENPASAR – Dugaan pencabulan di ruang guru salah satu SD di Desa Peguyangan Kangin, Denpasar Utara membuat Arist Merdeka Sirait, Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak, angkat bicara.

Katanya, kejahatan seksual yang diduga dilakukan seorang guru SD berinisial M, 54, terhadap mantan siswinya sebut saja K, 12, diduga terjadi di ruangan guru itu wajib diusut.

Bila kejadian itu benar terjadi, oknum guru tersebut bisa terancam pidana penjara minimal 10 tahun dan maksimal 20 tahun.

Itu jika pihak kepolisian menjeratnya dengan ketentuan UU RI Nomor  17 Tahun 2016 mengenai penerapan Perpu Nomor 1 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.

Kepada Jawa Pos Radar Bali, Arist Merdeka Sirait menyatakan bahwa ia sangat menyangkan hal ini terjadi.

Karena itu, setelah mendapatkan informasi atau mengetahui dari media, ia langsung merespons. Yang mana, jika M terduga predator itu benar dan terbukti telah melakukan tindak pidana

kejahatan seksual terhadap siswinya, maka penyelesaian hukum harus adil dan mempertimbangkan kepentingan terbaik anak (korban) dan menghindari penggunaan pendekatan “damai” dengan iming-iming ganti rugi.

“Saya berharap tidak ada kata damai terhadap penyelesaian tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak,” pinta Arist Merdeka.

Sejutinya, lanjut Arist, tindak pidana kejahatan seksual terhadap anak merupakan kejahatan luar biasa  (extraordinary crime),

setara dengan tindak pidana khusus seperti tindak pidana narkoba, terorisme dan korupsi yang dapat diancam pidana seumur hidup.

Oleh karena itulah untuk penyelesaian dugaan kejahatan seksual yang dilakukan  M yang berprofesi sebagai seorang pendidik dilakukan penanganan hukumnya juga harus luar biasa.

Arist menambahkan,  untuk keadilan bagi korban dan memulihkan ketakutan para siswa dan orangtua murid atas peristiwa itu,

Komnas Perlindungan Anak mendorong Unit Pelaksana Teknis Pendidikan Tingkat Kecamatan dan Kadis Pendidikan Denpasar untuk segera memberhentikan M dan menyerahkan kepada polisi untuk menanggungjawab perbuatannya.

Mengingat kejahatan seksual merupakan kejahatan tersembunyi dan pelakunya umum adalah orang terdekat korban.

Dengan demikian, tidaklah berlebihan jika Komnas Perlindungan Anak mengajak masyarakat Bali, khususnya di Denpasar untuk mewaspadai meningkatnya kasus-kasus kekerasan terhadap anak.

Baik di lingkungan  sekolah atau lembaga pendidikan yang sudah menjadi ancaman. Katanya, masalah ini harus ditangani secara serius dan menggunakan pendekatan hukum secara khusus pula,

karena korban masih tergolong pada usia anak maka penanganan hukumnya juga harus berbasis pada pendekatan berperspektif anak.

“Saya berharap pihak kepolisian segera bergerak,” demikian disampaikan Arist Merdeka Sirait Ketua Umum Komnas Perlindungan Anak dari Studio Komnas Anak TV di bilangan Pasar Rebo, Jakarta Timur, Rabu (24/7).

Artikel Terkait

Terpopuler

Artikel Terbaru

/