NEGARA – Dua terdakwa kasus pencabulan anak dibawah umur menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri (PN) Negara, Senin (26/8) kemarin.
Dua terdakwa dengan korban dan tempat kejadian perkara (TKP) berbeda ini, lolos dari tuntutan hukuman kebiri. Keduanya hanya dituntut pidana penjara dan denda.
Dalam sidang tuntutan yang digelar tertutup dengan majelis hakim Fakhrudin Said Ngaji, Mohammad Hasanuddin Hefni dan Alfan Firdauzi Kurniawan,
terdakwa Furqon, 44, didakwa melakukan pencabulan terhadap korban berinisial S, yang masih keponakan dari istrinya.
Terdakwa yang didakwa melakukan pencabulan keponakannya saat mandi di sungai ini dituntut jaksa penuntut umum selama 8 tahun pidana penjara, denda Rp 100 juta, subsider 8 bulan kurungan.
Terdakwa mengaku menyesali perbuatannya telah melakukan tindak pidana sesuai pasal yang didakwakan pasal 81 Undang-undang nomor 17 Tahun 2016 tentang Perlindungan Anak.
“Saya menyesal, padahal tidak sengaja sampai melakukan perbuatan itu,” ungkap terdakwa usai sidang tuntutan.
Menurutnya, perbuatan pencabulan dilakukan saat mandi di sungai bersama keponakannya di salah satu desa di Kecamatan Jembrana.
Saat itu, terdakwa mandi di sungai dengan keponakannya dengan cara memegang korban dari belakang. Tiba-tiba terdakwa terangsang dan terjadilah pencabulan.
“Saya tidak adan niat, tidak sengaja. Tadi minta keringanan hukuman pada majelis hakim,” ungkap terdakwa usai sidang.
Kemudian dalam sidang dengan terdakwa I Ketut Wiriana, 60, jaksa penutut umum menuntut pidana penjara selama 10 tahun, denda Rp 150 juta subsider 8 bulan.
Terdakwa melanggar pasal 82 Undang-undang nomor 17 tahun 2016 tentang Perlindungan Anak. “Saya minta keringanan, karena saya rasa tuntutan hukumannya terlalu berat,” ungkapnya usai sidang.
Terdakwa mengaku tidak sengaja melakukan pencabulan terhadap cucunya sendiri berinisial M, 12, di salah satu desa di Kecamatan Mendoyo.
Terdakwa mengaku sebagai tukang pijat dan memijat cucunya yang setiap hari bersamanya. Terdakwa dilaporkan oleh menantunya karena korban mengaku dicabuli oleh kakeknya.
“Saya hanya memijat, tidak melakukan pencabulan,” tegasnya. Kasipidum Kejari Jembrana I Gede Gatot Hariawan mengatakan, tuntutan terhadap kedua terdakwa tersebut berbeda karena posisi keduanya berbeda dengan korban.
Terdakwa Furqon statusnya paman ipar dari korban. Jadi secara ikatan keluarga masih jauh. Sedangkan terdakwa I Ketut Wiriana, statusnya kakek dari korban. Ibu dari korban anak kandung dari terdakwa.
Kedua terdakwa dituntut tidak dengan hukuman kebiri karena sampai saat ini pelaksanaan hukuman kebiri masih diperdebatkan, seperti kasus yang di Mojokerto.
Hukuman kebiri pelaksanaannya masih belum pasti, karena yang melakukan kebiri dari pihak yang ahli yakni tenaga medis.
“Kedua terdakwa tidak melakukan perbuatan yang berulang dengan banyak korban,” ujar I Gede Gatot Hariawan.
Karena dua terdakwa baru pertama kali melakukan perbuatannya dan hanya satu korban, maka tidak bisa dilakukan hukum kebiri.
“Tujuan hukum kebiri untuk yang memiliki perbuatan lebih dari satu. Misalnya predator seks terhadap anak-anak lebih dari satu atau pedofil,
sedangkan dua terdakwa persetubuhan anak dibawah umur masih anggota keluarga. Jadi hanya pidana penjara,” tegasnya.